Dunia Pendidikan Indonesia Belum Memiliki Peta Jalan yang Jelas
Selasa, 20 Oktober 2020 - 12:11 WIB
JAKARTA - Dunia pendidikan Indonesia belum menemukan formulasi yang tepat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Pengamat pendidikan Indra Charismiadji menyebut masalah terbesar dari sistem pendidikan Indonesia adalah tidak pernah adanya evaluasi dan tidak memiliki cetak biru .
Dia mengungkapkan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebenarnya telah memiliki peta jalan (road map) pendidikan Indonesia. Namun, peta jalannya cukup membingungkan. (Baca juga: Perhimpunan Pendidikan Meminta Asesmen Nasional pada 2021 Ditunda )
Indra mengatakan, seharusnya dalam membuat peta jalan belajar dari pengemudi ojek online (ojol). Peta jalan di aplikasi ojol itu selalu dimulai dari dimana titik penjemputan, kemana titik tujuan, dan berapa biaya yang dibutuhkan.
“Peta jalan yang telah dibuat oleh Kemendikbud tidak ada kejelasan dimana titik mulai program, seperti apa target yang akan dicapai, dan berapa biaya yang dibutuhkan agar tujuan tersebut tercapai,” ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Selasa (20/10/2020).
Direktur Eksekutif Center for Education Regulations and Development Analysis (CERDAS) menjelaskan, jika ingin belajar dari Universitas Harvard, ada konsep SMART goals, yakni specific, measurable, attainable, realistic, dan time-bound. (Baca juga: Asah Kemampuan Siswa, Kemendikbud Kembali Gelar 2 Kompetisi Debat untuk SMA )
Lalu, bisa juga melihat konsep perencanaan dari universitas terkemuka di Amerika Serikat itu, tempat Nadiem menempuh pendidikannya. Harvard mempopulerkan FAST goals, yakni frequent discussions; ambitious in scope; measured by specific metrics and milestones; and transparent for everyone in the organization to see.
Indra menegaskan, sebuah tujuan itu harus sering didiskusikan, termasuk kepada publik. Sebab urusan pemerintah adalah urusan publik. “Tujuan harus mencakup ambisi-ambisi yang tinggi. Tujuan harus dapat diukur dengan alat ukur yang akurat dan dijadikan tonggak sejarah. Tujuan harus transparan untuk seluruh pemangku kepentingan,” tuturnya.
Satu tahun lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyatakan prioritas pembangunan dalam lima tahun ke depan adalah pembangunan SDM yang unggul. Program ini dinilai tepat karena Indonesia masih kalah dari negara lain.
Salah satu alat ukur untuk membuktikan label itu dengan menggunakan programme for international student assessment (PISA). PISA adalah studi internasional tentang prestasi literasi membaca, matematika, dan sains siswa sekolah berusia 15 tahun yang menjadi patokan dunia pendidikan internasional.
“Sejak PISA pertama kali diluncurkan di tahun 2000, Indonesia belum pernah sekalipun menunjukkan keunggulannya. Pada PISA tahun 2018 yang lalu, untuk literasi Indonesia mendapatkan skor 371 sedangkan rerata negara-negara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) mendapatkan skor 487,” pungkasnya.
Dia mengungkapkan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebenarnya telah memiliki peta jalan (road map) pendidikan Indonesia. Namun, peta jalannya cukup membingungkan. (Baca juga: Perhimpunan Pendidikan Meminta Asesmen Nasional pada 2021 Ditunda )
Indra mengatakan, seharusnya dalam membuat peta jalan belajar dari pengemudi ojek online (ojol). Peta jalan di aplikasi ojol itu selalu dimulai dari dimana titik penjemputan, kemana titik tujuan, dan berapa biaya yang dibutuhkan.
“Peta jalan yang telah dibuat oleh Kemendikbud tidak ada kejelasan dimana titik mulai program, seperti apa target yang akan dicapai, dan berapa biaya yang dibutuhkan agar tujuan tersebut tercapai,” ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Selasa (20/10/2020).
Direktur Eksekutif Center for Education Regulations and Development Analysis (CERDAS) menjelaskan, jika ingin belajar dari Universitas Harvard, ada konsep SMART goals, yakni specific, measurable, attainable, realistic, dan time-bound. (Baca juga: Asah Kemampuan Siswa, Kemendikbud Kembali Gelar 2 Kompetisi Debat untuk SMA )
Lalu, bisa juga melihat konsep perencanaan dari universitas terkemuka di Amerika Serikat itu, tempat Nadiem menempuh pendidikannya. Harvard mempopulerkan FAST goals, yakni frequent discussions; ambitious in scope; measured by specific metrics and milestones; and transparent for everyone in the organization to see.
Indra menegaskan, sebuah tujuan itu harus sering didiskusikan, termasuk kepada publik. Sebab urusan pemerintah adalah urusan publik. “Tujuan harus mencakup ambisi-ambisi yang tinggi. Tujuan harus dapat diukur dengan alat ukur yang akurat dan dijadikan tonggak sejarah. Tujuan harus transparan untuk seluruh pemangku kepentingan,” tuturnya.
Satu tahun lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyatakan prioritas pembangunan dalam lima tahun ke depan adalah pembangunan SDM yang unggul. Program ini dinilai tepat karena Indonesia masih kalah dari negara lain.
Salah satu alat ukur untuk membuktikan label itu dengan menggunakan programme for international student assessment (PISA). PISA adalah studi internasional tentang prestasi literasi membaca, matematika, dan sains siswa sekolah berusia 15 tahun yang menjadi patokan dunia pendidikan internasional.
“Sejak PISA pertama kali diluncurkan di tahun 2000, Indonesia belum pernah sekalipun menunjukkan keunggulannya. Pada PISA tahun 2018 yang lalu, untuk literasi Indonesia mendapatkan skor 371 sedangkan rerata negara-negara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) mendapatkan skor 487,” pungkasnya.
(mpw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda