Menggagas Pengganti Terbaik UN

Kamis, 19 November 2020 - 08:09 WIB
"Di daerah sudah banyak yang mengartikan sebagai pengganti UN. Itu harus dijelaskan. Apalagi sudah ada yang (menjual) tryout (AN). Kan itu berarti balik lagi ke UN," ucapnya. (Baca juga: Jerman Tuduh Rusia dan China Mengulur-ulur Sanksi untuk Korut)

Tidak adanya sosialisasi juga akan mengancam implementasi AN itu sendiri. Alih-alih meningkatkan kualitas pendidikan, AN bisa saja justru menjadi berantakan. "Segala sesuatu kebijakan itu harus disosialisasikan, jelas dasarnya, dan dikomunikasikan. Komunikasi publik itu harus diperbaiki," desak Unifah.

Deputi Bidang Pendidikan dan Agama Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Agus Sartono, menilai rencana pelaksanaan AN tersebut belum matang. Karena itu, pihaknya menyarankan agar pelaksanaan AN ditunda hingga 2022 mendatang. “Kalau saya sarankan realisasinya mundur Oktober 2021 atau di 2022 kalau memang belum siap," katanya.

Menurut Agus, pembahasan pelaksanaan AN hingga saat ini belum tuntas. Karena itu penundaan pelaksanaan menjadi solusi yang tepat. "Sekarang ujian kesetaraan bagaimana yang paket A, B, C. Kan dengan UN tidak ada? Kita kan kesulitan juga. Orang yang mau nyalon jadi anggota DPRD perlu ijazah kesetaraan SMA bagaimana caranya?," gugatnya.

Karena itu, pelaksanaan AN harus dipersiapkan secara matang karena banyak pihak yang akan terkait dalam pelaksanaan tersebut. Meski begitu, Agus akan menemui pihak Kemendikbud, membahas kelanjutan pelaksanaan AN ini. "Saya mau ketemu Pak Totok sebentar lagi. Kami sudah rapat sekali, kan perencanaan tentang bagaimana kesiapannya, kalau akan dilakukan tahun depan kan seharusnya sudah matang konsep itu dan harus segera disosialisasikan," ujarnya. (Baca juga: Ekonomi Dunia Berangsur Membaik, Investasi Lari ke Negara Berkembang)

Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan, secara substansi, P2G memberikan apresiasi kepada Mendikbud yang sudah berani menghapus UN yang selalu menjadi beban dan momok bagi siswa selama belasan tahun.

"Namun, P2G menilai kebijakan Kemendikbud melaksanakan AN yang dijadwalkan Maret 2021 nanti dirasa sangat tidak bijak, terkesan tergesa-gesa, dan tidak tepat momentumnya di masa pandemi dan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang masih banyak kendala," katanya melalui siaran pers.

Satriwan menjelaskan, ada beberapa alasan P2G meminta AN ditunda pelaksanaannya. Pertama, walaupun AN sudah menjadi kebijakan resmi Kemendikbud, faktanya di kalangan guru, siswa, dan orang tua masih banyak yang belum memahami format dan esensi dari AN. Bahkan masih ada guru dan orang tua yang menganggap sama saja antara AN dan UN.

Dia mengatakan, ada persoalan kendala sosialisasi oleh Kemendikbud yang jauh dari kata maksimal dalam konteks ini. Hal yang mesti diingat kembali adalah kondisi siswa masih dalam pembelajaran metode PJJ, yang pelaksanaannya jauh dari kata optimal dalam konteks kualitas pembelajarannya.

Satriwan melanjutkan program AN terlalu dipaksakan karena tidak sesuai kebutuhan siswa yang masih terkendala melaksanakan PJJ. Kebutuhan siswa selama PJJ (daring) dengan luring itu berbeda. Meskipun pemerintah sudah menganggarkan subsidi pulsa selama PJJ sebesar Rp7,2 triliun, ini hanya membantu untuk PJJ daring, bukan PJJ luring. Bahkan masih banyak guru dan siswa yang tidak dapat bantuan kuota internet pada bulan pertama September lalu. (Lihat videonya: Pemerintah Austria Kembali Putuskan untuk Lockdown Kedua)
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More