Simposium Nasional AGSI Tegaskan Sejarah Sebagai Keterampilan Berpikir

Rabu, 16 Desember 2020 - 16:25 WIB
Presiden AGSI Sumardiansyah Perdana Kusuma (tengah) saat membacakan pandangan para pakar dan guru sejarah usai acara Simposium Nasional Pengajaran Sejarah II di Surabaya, Jawa Timur. Foto/Dok/AGSI
JAKARTA - Simposium Nasional Pengajaran Sejarah yang digelar Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) menghasilkan rekomendasi dan kesimpulan penting bagi perkembangan pembelajaran sejarah di Indonesia. Salah satunya adalah sejarah tidak sekadar materi hafalan akan masa lalu namun sebagai keterampilan berpikir.

Symposium yang digelar luring dan daring (12/12) ini mengangkat tema Sejarah Pemikiran Kritis Untuk Merawat Kebhinekaan. 1700 peserta hadir di symposium ini. Secara khusus Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid pun membuka symposium ini.(Baca juga: Ini Catatan Penting Agar Sukses Mendaftar pada SNMPTN-SBMPTN )

Turut hadir juga para pakar sejarah seperti Said Hamid Hasan (Guru Besar Pendidikan Sejarah), Anhar Gonggong (Sejarawan), Ari Sapto (Universitas Malang), dan Agus Suprijono (Universitas Negeri Surabaya).



Presiden AGSI Sumardiansyah Perdana Kusuma membacakan pandangan para pakar dan guru sejarah yang menghasilkan kesimpulan dan rekomendasi penting. Sumardiansyah mengatakan, symposium ini menyimpulkan sejarah adalah imajinasi kebangsaan yang dibangun dari bacaan terhadap masa lalu.

‘’Selain itu sejarah juga tampil sebagai referensi dikehidupan kekinian sekaligus sebagai bahan proyeksi untuk berjalan menuju masa depan,” katanya melalui siaran pers yang diterima SINDONews, Rabu (16/12). (Baca juga: Jangan Sampai Terlewat, Begini Tahapan Pendaftaran SBMPTN 2021 )

Dia melanjutkan, pemahaman dan kesadaran mengenai keindonesiaan wajib diketahui oleh segenap bangsa Indonesia. Generasi muda pun, ujarnya, jangan sampai amnesia akan sejarah. Bahkan lupa dari mana dirinya berasal, terkikis jati diri sehingga gagal menjadi manusia yang berkarakter dan berbudaya.

Dia melanjutkan, secara progresif pembelajaran sejarah harus mampu mengkontekstualisasikan berbagai peristiwa yang terjadi dimasa lalu dengan berbagai peristiwa yang dialami sekarang.

‘’Untuk kita bisa saling merenungi, mengevaluasi, membandingkan, atau mengambil keputusan, sekaligus sebagai orientasi untuk kehidupan masa depan yang lebih baik,” terangnya. (Baca juga: AGSI Harap Pengangkatan Guru Honorer Pertimbangkan Kriteria Lain )

Kesimpulan berikutnya, urai Sumardiansyah, yakni sejarah bukanlah sebatas hafalan atas fakta masa lalu, melainkan sebagai keterampilan berpikir. Dia menjelaskan, muara dari pembelajaran sejarah yang berorientasi pada keterampilan berpikir secara alamiah akan mendorong pembentukan manusia merdeka yang memiliki kesadaran sejarah dan sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila.

Symposium ini juga merekomendasikan akan adanya peningkatan kapasitas guru sejarah secara professional dan penempatan mata pelajaran sejarah dalam kelompok wajib/dasar di semua kelas. Baik kelas X, XI, XII dan jenjang SMA/SMK/MA/MAK dengan jumlah jam proporsional adalah sebuah keharusan bagi pemerintah dan/atau seluruh stake holder terkait.
(mpw)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More