Alumni IPB Ini Berbagi Resep Sukses Berkarir di Kancah Internasional
Kamis, 14 Januari 2021 - 14:54 WIB
JAKARTA - Annisa Hasanah, alumnus IPB University dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian dikenal sebagai Founder sekaligus Managing Director Ecofun Indonesia. Annisa telah meraih sedikitnya sepuluh penghargaan internasional serta dua penghargaan nasional dengan kurun waktu empat tahun. Karir yang dimulai sejak mahasiswa tersebut, telah menghantarkanya menjadi Global Winner SDGs and Her Award yang diselenggarakan World Bank, Warthon School (2020).
Ecofun sendiri telah dirintis sejak ia berstatus mahasiswa yakni Semester empat pada tahun 2009. Dalam prinsipnya berkarya, Annisa memegang dua hal yakni persistence (kegigihan/tekun) dan be experimental (berjiwa terus mencoba).
"Kita memang perlu spesifik pada satu atau dua bidang. Kuncinya adalah persistence, tekun pada hal yang dikuasai. Bisnis yang hingga hari ini saya jalani juga merupakan buah dari ketekunan yang saya lakukan terus menerus,” ujar Annisa.
Annisa melanjutkan, satu lagi prinsip yang juga dipegang adalah terus mencoba. “Ketika kita mencoba maka akan memungkinkan terbukanya peluang lain. Di dunia ini tidak semuanya berhasil, bahkan gagal itu sebenarnya memiliki peluang yang banyak sekali ketimbang berhasilnya, jadi tergantung kita menyikap kegagalan itu bagaimana, apabila kita sikapi dengan bijak maka itu akan membuat kita lebih menyenangkan untuk menghadapinya, dan dari kegagalan itulah yang akan membentuk kita," terangnya.
Meski karirnya telah teruji hingga internasional, Annisa tetap melanjutkan pendidikan akademiknya hingga jenjang tertinggi. Awalnya Annisa sempat terpikir untuk tidak melanjutkan studi kembali, namun ternyata ia menemukan laboratorium yang cocok dengan minatnya yang akhirnya ia kembali menempuh pendidikan doktoral di University Kyoto, dengan spesifikasi bidang Environmental Education.
Sejak kuliah, Annisa merasakan bahwa cara berpikirnya yang terus berubah dalam memandang kehidupan. Keputusannya untuk terus melanjutkan pendidikan berdasarkan fenomena perubahan iklim di negara berkembang dengan publikasi yang khusus membahas pendidikan lingkungan masih sedikit.
"Saya berharap dengan pendidikan yang saya tempuh di masa depan dapat memberikan riset yang bermanfaat, agar masyarakat terdorong untuk bijak terhadap lingkungan," tambah Annisa, penulis buku Student Traveler 32 Negara dalam 7 Tahun.
Baginya, dalam berkarya dibutuhkan tekad dalam mengembangkan inovasi, karena inovasi dan eksperimen itu seperti satu perahu. "Inovasi itu merupakan suatu jalan untuk beradaptasi dan menyesuaikan. Inovasi menjadi suatu yang harus, karena bila tidak maka akan mati," ungkap Annisa.
Annisa berpesan kepada generasi muda agar senantiasa memastikan setiap apa yang dilakukan memberikan manfaat bagi orang lain. Selain itu, ia mengingatkan supaya jangan takut melihat ide yang tidak sempurna serta perlu membangun keyakinan terhadap diri sendiri, karena kendali penuh pada setiap keputusan yang diambil adalah untuk diri sendiri.
"Kendali penuh ada diri kita sendiri, apakah menjalani atau tidak, hal itu akan membuat kita tekun. Namanya sukses itu ya tidak sukses terus, pun gagal itu tidak gagal terus, konsisten menghadapinya yang tidak semua orang bisa," tutup wanita 31 tahun ini.
Ecofun sendiri telah dirintis sejak ia berstatus mahasiswa yakni Semester empat pada tahun 2009. Dalam prinsipnya berkarya, Annisa memegang dua hal yakni persistence (kegigihan/tekun) dan be experimental (berjiwa terus mencoba).
"Kita memang perlu spesifik pada satu atau dua bidang. Kuncinya adalah persistence, tekun pada hal yang dikuasai. Bisnis yang hingga hari ini saya jalani juga merupakan buah dari ketekunan yang saya lakukan terus menerus,” ujar Annisa.
Annisa melanjutkan, satu lagi prinsip yang juga dipegang adalah terus mencoba. “Ketika kita mencoba maka akan memungkinkan terbukanya peluang lain. Di dunia ini tidak semuanya berhasil, bahkan gagal itu sebenarnya memiliki peluang yang banyak sekali ketimbang berhasilnya, jadi tergantung kita menyikap kegagalan itu bagaimana, apabila kita sikapi dengan bijak maka itu akan membuat kita lebih menyenangkan untuk menghadapinya, dan dari kegagalan itulah yang akan membentuk kita," terangnya.
Meski karirnya telah teruji hingga internasional, Annisa tetap melanjutkan pendidikan akademiknya hingga jenjang tertinggi. Awalnya Annisa sempat terpikir untuk tidak melanjutkan studi kembali, namun ternyata ia menemukan laboratorium yang cocok dengan minatnya yang akhirnya ia kembali menempuh pendidikan doktoral di University Kyoto, dengan spesifikasi bidang Environmental Education.
Sejak kuliah, Annisa merasakan bahwa cara berpikirnya yang terus berubah dalam memandang kehidupan. Keputusannya untuk terus melanjutkan pendidikan berdasarkan fenomena perubahan iklim di negara berkembang dengan publikasi yang khusus membahas pendidikan lingkungan masih sedikit.
"Saya berharap dengan pendidikan yang saya tempuh di masa depan dapat memberikan riset yang bermanfaat, agar masyarakat terdorong untuk bijak terhadap lingkungan," tambah Annisa, penulis buku Student Traveler 32 Negara dalam 7 Tahun.
Baginya, dalam berkarya dibutuhkan tekad dalam mengembangkan inovasi, karena inovasi dan eksperimen itu seperti satu perahu. "Inovasi itu merupakan suatu jalan untuk beradaptasi dan menyesuaikan. Inovasi menjadi suatu yang harus, karena bila tidak maka akan mati," ungkap Annisa.
Annisa berpesan kepada generasi muda agar senantiasa memastikan setiap apa yang dilakukan memberikan manfaat bagi orang lain. Selain itu, ia mengingatkan supaya jangan takut melihat ide yang tidak sempurna serta perlu membangun keyakinan terhadap diri sendiri, karena kendali penuh pada setiap keputusan yang diambil adalah untuk diri sendiri.
"Kendali penuh ada diri kita sendiri, apakah menjalani atau tidak, hal itu akan membuat kita tekun. Namanya sukses itu ya tidak sukses terus, pun gagal itu tidak gagal terus, konsisten menghadapinya yang tidak semua orang bisa," tutup wanita 31 tahun ini.
(mpw)
tulis komentar anda