SKB 3 Menteri Tak Mengatur Sanksi, FSGI Minta Dilakukan Revisi

Senin, 08 Februari 2021 - 10:25 WIB
(tengah) Wasekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Mansur dalam jumpa pers. Foto/Dok/SINDOnews
JAKARTA - Surat Keputusan Bersama 3 Menteri Tentang Seragam dan Atribut Sekolah dinilai memiliki kelemahan dari sisi tidak adanya pengaturan mengenai pengawasan. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyebut SKB ini seolah-olah mengharapkan adanya laporan dari korban, baik peserta didik, orang tua, maupun pendidik yang mengadu.

Wasekjen FSGI Mansur menerangkan pemerintah daerah (pemda) dan sekolah diberikan waktu 30 hari untuk mencabut peraturan yang bertentangan dengan SKB itu. Dia pesimistis itu akan terpenuhi karena SKB 3 Menteri itu sendiri belum tersosialisasi dengan baik.





Efektivitas SKB ini juga belum bisa dilihat mengingat sekolah-sekolah sebagai besar masih melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ). “Pengawasan tidak mungkin dilakukan walaupun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sudah menyediakan layanan pengaduan,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Senin (8/2/2021).

Mansur mengkritik SKB 3 Menteri itu tidak jelas menyebutkan sanksi yang akan diberikan terhadap pihak-pihak yang melanggar. Contohnya, sanksi bagi kepala sekolah dan guru itu apakah menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin PNS, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah, atau Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

Untuk itu, FSGI memberikan rekomendasi kepada pemerintah. Pertama, pemerintah harus melakukan sosialisasi tentang SKB 3 Menteri ini secara masif. Mininal selama 1 tahun atau setidaknya sampai dengan PJJ selesai.

Baca juga: DPR Minta SKB 3 Menteri soal Seragam dan Atribut Sekolah Disosialisasi Masif


“Batasan waktu 30 hari untuk mencabut aturan tertulis penggunaan seragam sekolah yang intoleran terlalu terburu-buru. Sosialisasi SKB harus diberikan secara berjenjang, yakni Kemendikbud kepada pemda, pemda melalui dinas pendidikan kepada kepala sekolah, kepala sekolah kepada guru, siswa, dan orang tua,” tutur Mansur.

FSGI meminta adanya pelibatan tokoh masyarakat dalam sosialisasi SKB ini. Alasannya, saat ini di lapangan terjadi pro dan kontra. Mansur mengungkapkan SKB ini telah berubah menjadi pertentangan dan perdebatan antar agama, bukan hanya sekedar urusan seragam sekolah.

Kemendikbud, menurutnya, harus melindungi guru, siswa, dan pegawai sekolah yang memilih berbeda (menggunakan atau tidak seragam khas keagamaan tertentu). FSGI menyebut implementasi SKB ini akan terlihat setelah pembelajaran tatap muka (PTM) dimulai.

“Disinilah proses pengawasan baru dapat berjalan. FSGI mendorong siswa, guru, pegawai sekolah, dan orang tua agar berani melaporkan tindakan intoleran dalam penggunaan seragam,” ucap Mansur.

FSGI mendorong adanya revisi SKB itu, terutama terkait batas waktu pencabutan aturan tertulis penggunaan seragam yang intoleran. “Setidaknya ada aturan tambahan yang memperjelas batas waktu pencabutan dan sanksi yang akan diberikan kepada kepala sekolah dan guru,” pungkasnya.
(mpw)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More