Ini Ulasan dan Rekomendasi Terkait Erupsi Gunung Semeru dari Pakar ITS
Kamis, 09 Desember 2021 - 08:02 WIB
JAKARTA - Erupsi Gunung Semeru pada 4 Desember lalu berdampak hingga beberapa wilayah di sekitarnya tertutup material vulkanik dan menelan korban jiwa. Menanggapi kejadian bencana ini, pakar geologi dari ITS M Haris Miftakhul Fajar mengungkapkan guguran material tersebut sebagian besar merupakan akumulasi hasil erupsi hari-hari sebelumnya.
Sebagai informasi, erupsi merupakan proses alami yang berkaitan dengan proses endogenik dan disebabkan oleh ketidakstabilan dapur magma. Menurut dosen Departemen Teknik Geofisika ini, rekaman aktivitas seismik Gunung Semeru saat itu diketahui tidak menunjukkan adanya gempa karena erupsi yang besar. Tetapi terekam data seismisitas akibat aktivitas guguran yang meningkat tajam dan gempa erupsi intensitas kecil.
Bila merujuk pada data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), sejak November lalu, terjadi adanya peningkatan aktivitas vulkanik berupa gempa erupsi Gunung Semeru.
“Maka, bersamaan dengan adanya peningkatan aktivitas erupsi, terindikasi pula adanya peningkatan jumlah material vulkanik yang terkumpul di sekitar kawah,” papar Haris melalui siaran pers, Rabu (8/12/2021).
Penumpukan jumlah material di tudung Gunung Semeru ini mengakibatkan puncak semakin tinggi. Di sisi lain, ketidakstabilan lereng menjadi bertambah pula.
“Apalagi, material erupsi keluaran Gunung Semeru masih berupa material vulkanik yang tidak terkonsolidasi,” terangnya. Karakteristik material itu sangat mudah tergerus dan dapat mengakibatkan terjadinya runtuhan.
Cuaca ekstrem di akhir tahun 2021 kali ini, turut mendorong proses pengikisan semakin meningkat. Alhasil, di tengah hujan deras Sabtu (4/12) lalu, guguran material vulkanik berdampak sangat masif di beberapa lereng Gunung Semeru. Hal ini terlihat dari adanya hujan abu yang disertai awan panas guguran (APG).
Sebagai informasi, erupsi merupakan proses alami yang berkaitan dengan proses endogenik dan disebabkan oleh ketidakstabilan dapur magma. Menurut dosen Departemen Teknik Geofisika ini, rekaman aktivitas seismik Gunung Semeru saat itu diketahui tidak menunjukkan adanya gempa karena erupsi yang besar. Tetapi terekam data seismisitas akibat aktivitas guguran yang meningkat tajam dan gempa erupsi intensitas kecil.
Bila merujuk pada data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), sejak November lalu, terjadi adanya peningkatan aktivitas vulkanik berupa gempa erupsi Gunung Semeru.
“Maka, bersamaan dengan adanya peningkatan aktivitas erupsi, terindikasi pula adanya peningkatan jumlah material vulkanik yang terkumpul di sekitar kawah,” papar Haris melalui siaran pers, Rabu (8/12/2021).
Penumpukan jumlah material di tudung Gunung Semeru ini mengakibatkan puncak semakin tinggi. Di sisi lain, ketidakstabilan lereng menjadi bertambah pula.
“Apalagi, material erupsi keluaran Gunung Semeru masih berupa material vulkanik yang tidak terkonsolidasi,” terangnya. Karakteristik material itu sangat mudah tergerus dan dapat mengakibatkan terjadinya runtuhan.
Cuaca ekstrem di akhir tahun 2021 kali ini, turut mendorong proses pengikisan semakin meningkat. Alhasil, di tengah hujan deras Sabtu (4/12) lalu, guguran material vulkanik berdampak sangat masif di beberapa lereng Gunung Semeru. Hal ini terlihat dari adanya hujan abu yang disertai awan panas guguran (APG).
Lihat Juga :
tulis komentar anda