Omicron Melonjak, Komisi X DPR: Keputusan PTM di Sekolah Harus Libatkan Daerah
Sabtu, 29 Januari 2022 - 10:26 WIB
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih mengatakan, dengan melonjaknya kasus Omicron di dalam negeri, pengambilan keputusan dalam pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di sekolah sebaiknya melibatkan otoritas pemerintah daerah (pemda) dan satuan pendidikan setempat.
“Termasuk apakah suatu daerah mau diterapkan 100%, 50% atau bahkan dihentikan sama sekali, bila memang kondisinya tidak memungkinkan,” kata Fikri kepada wartawan, Jumat (28/1/2022).
Menurut Fikri, dengan meningkatnya angka infeksi Covid-19 terutama varian Omicron di tanah air, maka pentingnya evaluasi pelaksanaan PTM di setiap sekolah di berbagai daerah.
“Klaster-klaster baru bermunculan di sekolah, namun yang paling tahu kondisi real di lapangan tentu satuan pendidikan setempat,” ungkapnya.
Apalagi, kata politikus PKS ini, bila pada akhirnya PTM mengakibatkan gangguan kesehatan dan ancaman keselamatan jiwa karena terpapar Covid-19. Maka pemerintah harus memperhatikan masukan-masukan dari berbagai pihak , terutama dari sisi keilmuan dan kiprah di dunia pendidikan. Seperti masukan dari IDAI, KPAI dan lainnya.
Selain itu, Fikri meminta agar semua pihak harus membantu memfasilitasi PTM yang taat terhadap protokol kesehatan (prokes).
“Mari semua pihak saling membantu memfasilitasi agar PTM ini terlaksana dengan baik. Sekali lagi pendekatannya fasilitasi, bukan instruksi apalagi sanksi,” imbau Fikri.
Fikri mengungkap, selama dua tahun pandemi, berbagai pihak meyakini bahwa PTM belum tergantikan dalam kegiatan belajar mengajar. Karena kegiatan belajar mengajar memang tidak hanya transfer ilmu, tetapi juga membangun karakter. Maka tidak mudah bila hanya dengan daring.
Apalagi, dia menambahkan, ada mata pelajaran praktik yang tentu tidak mungkin hanya memperlihatkan tutorial lewat media virtual. Sehingga PTM adalah sebuah kebutuhan yang sangat ditunggu semua pihak siswa, guru maupun tenaga kependidikan.
"Diakui, pembelajaran daring selama pandemi Covid-19 menurut laporan Kemendikbudristek efektifitasnya mengalami fluktuasi dan paling rendah hanya sekitar 46%. Wajar bila learning loss ini bila terakumulasi dalam kurun waktu lama bisa mengakibatkan generasi yang hilang (lost generation),” pungkasnya.
“Termasuk apakah suatu daerah mau diterapkan 100%, 50% atau bahkan dihentikan sama sekali, bila memang kondisinya tidak memungkinkan,” kata Fikri kepada wartawan, Jumat (28/1/2022).
Menurut Fikri, dengan meningkatnya angka infeksi Covid-19 terutama varian Omicron di tanah air, maka pentingnya evaluasi pelaksanaan PTM di setiap sekolah di berbagai daerah.
“Klaster-klaster baru bermunculan di sekolah, namun yang paling tahu kondisi real di lapangan tentu satuan pendidikan setempat,” ungkapnya.
Apalagi, kata politikus PKS ini, bila pada akhirnya PTM mengakibatkan gangguan kesehatan dan ancaman keselamatan jiwa karena terpapar Covid-19. Maka pemerintah harus memperhatikan masukan-masukan dari berbagai pihak , terutama dari sisi keilmuan dan kiprah di dunia pendidikan. Seperti masukan dari IDAI, KPAI dan lainnya.
Selain itu, Fikri meminta agar semua pihak harus membantu memfasilitasi PTM yang taat terhadap protokol kesehatan (prokes).
“Mari semua pihak saling membantu memfasilitasi agar PTM ini terlaksana dengan baik. Sekali lagi pendekatannya fasilitasi, bukan instruksi apalagi sanksi,” imbau Fikri.
Fikri mengungkap, selama dua tahun pandemi, berbagai pihak meyakini bahwa PTM belum tergantikan dalam kegiatan belajar mengajar. Karena kegiatan belajar mengajar memang tidak hanya transfer ilmu, tetapi juga membangun karakter. Maka tidak mudah bila hanya dengan daring.
Apalagi, dia menambahkan, ada mata pelajaran praktik yang tentu tidak mungkin hanya memperlihatkan tutorial lewat media virtual. Sehingga PTM adalah sebuah kebutuhan yang sangat ditunggu semua pihak siswa, guru maupun tenaga kependidikan.
"Diakui, pembelajaran daring selama pandemi Covid-19 menurut laporan Kemendikbudristek efektifitasnya mengalami fluktuasi dan paling rendah hanya sekitar 46%. Wajar bila learning loss ini bila terakumulasi dalam kurun waktu lama bisa mengakibatkan generasi yang hilang (lost generation),” pungkasnya.
(mpw)
tulis komentar anda