Kemenkominfo-GNLD Siberkreasi Luncurkan 58 Buku Kolaborasi Seri Literasi Digital
Senin, 15 Agustus 2022 - 17:50 WIB
JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika ( Kemenkominfo ) bersama GNLD (Gerakan Nasional Literasi Digital) Siberkreasi dan mitra jejaringnya meluncurkan 58 buku kolaborasi Literasi Digital . Buku ini pun juga bisa diunduh gratis melalui laman yang disediakan.
Ada tujuh mitra jejaring yang berkolaborasi dalam peluncuran buku ini, yaitu CfDS (Center for Digital Society) Universitas Gadjah Mada, Common Room, Hipwee, Klinik Digital Universitas Indonesia, ICT Watch, MAFINDO, dan Relawan TIK.
Baca juga: Profil Webometrics, Situs Web yang Menampilkan Peringkat Kampus Terbaik di Dunia
Kegiatan tersebut diselenggarakan dengan tujuan agar masyarakat bisa menggunakan buku-buku Literasi Digital secara masif untuk pendidikan. Buku-buku Literasi Digital yang telah diluncurkan, bisa diunduh secara bebas dan gratis melalui situs literasidigital.id.
Dewan Pengarah Siberkreasi Donny Budi Utoyo menyatakan, toleransi yang ada saat ini adalah hasil dari tingkat literasi yang tinggi serta kebebasan berekspresi. Tingkat toleransi semakin tinggi jika apresiasi dan etika ini ada ketika berpendapat.
"Kebebasan berekspresi ini nggak bisa dipisahkan dengan etika dan toleransi. Mereka ini harus jadi satu. Jika tidak, bisa menimbulkan masalah bahkan bisa berujung ke ranah hukum. Alangkah indahnya jika ada perbedaan pendapat, ya diberikan juga tempat untuk berdiskusi secara baik,” ujarnya, melalui siaran pers, Senin (15/8/2022).
Amelinda Kusumaningtyas dari CfDS (Center for Digital Society) Universitas Gadjah Mada mengatakan, buku-buku yang diluncurkan merupakan bentuk dari riset tentang perubahan-perubahan sosial yang disebabkan oleh transformasi digital.
"Buku yang kami buat ada tentang ekonomi digital yang menjelaskan tentang pemanfaatannya seperti apa, implikasi ke pemberdayaan perempuan dan inovasi digital apa yang terbentuk ketika COVID-19 terjadi. Buku yang kedua membahas tentang ketidaksetujuan kami dengan doxing. Apapun alasannya, perundungan di dunia maya bukan suatu hal yang bisa dijustifikasi. Dari situlah kami membahas kira-kira langkah apa yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan awareness dan mencegah cyberbullying," jelasnya.
Baca juga: Perangi Kekerasan Seksual di Kampus, Unnes Resmikan Rumah PPKS
Erni Sulistyowati selaku perwakilan dari Common Room, menjelaskan secara singkat tentang 10 buku yang dibuat dengan tujuan untuk membantu menurunkan kesenjangan digital di Indonesia. Ada buku yang membahas tentang peningkatan kapasitas di bidang teknologi informasi, pemanfaatan digital, kebijakan dan regulasi, serta tentang pembelajaran teknologi informasi dan layanan berbasis komunitas.
"Saya harap semoga buku ini ada dan terus berkembang mengikuti dinamika yang ada dengan kebutuhan yang ada di masyarakat. Semoga buku ini juga dapat berkontribusi untuk menyelesaikan kesenjangan digital di Indonesia, khususnya pedesaan dan daerah terpencil," tambahnya.
Ada tujuh mitra jejaring yang berkolaborasi dalam peluncuran buku ini, yaitu CfDS (Center for Digital Society) Universitas Gadjah Mada, Common Room, Hipwee, Klinik Digital Universitas Indonesia, ICT Watch, MAFINDO, dan Relawan TIK.
Baca juga: Profil Webometrics, Situs Web yang Menampilkan Peringkat Kampus Terbaik di Dunia
Kegiatan tersebut diselenggarakan dengan tujuan agar masyarakat bisa menggunakan buku-buku Literasi Digital secara masif untuk pendidikan. Buku-buku Literasi Digital yang telah diluncurkan, bisa diunduh secara bebas dan gratis melalui situs literasidigital.id.
Dewan Pengarah Siberkreasi Donny Budi Utoyo menyatakan, toleransi yang ada saat ini adalah hasil dari tingkat literasi yang tinggi serta kebebasan berekspresi. Tingkat toleransi semakin tinggi jika apresiasi dan etika ini ada ketika berpendapat.
"Kebebasan berekspresi ini nggak bisa dipisahkan dengan etika dan toleransi. Mereka ini harus jadi satu. Jika tidak, bisa menimbulkan masalah bahkan bisa berujung ke ranah hukum. Alangkah indahnya jika ada perbedaan pendapat, ya diberikan juga tempat untuk berdiskusi secara baik,” ujarnya, melalui siaran pers, Senin (15/8/2022).
Amelinda Kusumaningtyas dari CfDS (Center for Digital Society) Universitas Gadjah Mada mengatakan, buku-buku yang diluncurkan merupakan bentuk dari riset tentang perubahan-perubahan sosial yang disebabkan oleh transformasi digital.
"Buku yang kami buat ada tentang ekonomi digital yang menjelaskan tentang pemanfaatannya seperti apa, implikasi ke pemberdayaan perempuan dan inovasi digital apa yang terbentuk ketika COVID-19 terjadi. Buku yang kedua membahas tentang ketidaksetujuan kami dengan doxing. Apapun alasannya, perundungan di dunia maya bukan suatu hal yang bisa dijustifikasi. Dari situlah kami membahas kira-kira langkah apa yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan awareness dan mencegah cyberbullying," jelasnya.
Baca juga: Perangi Kekerasan Seksual di Kampus, Unnes Resmikan Rumah PPKS
Erni Sulistyowati selaku perwakilan dari Common Room, menjelaskan secara singkat tentang 10 buku yang dibuat dengan tujuan untuk membantu menurunkan kesenjangan digital di Indonesia. Ada buku yang membahas tentang peningkatan kapasitas di bidang teknologi informasi, pemanfaatan digital, kebijakan dan regulasi, serta tentang pembelajaran teknologi informasi dan layanan berbasis komunitas.
"Saya harap semoga buku ini ada dan terus berkembang mengikuti dinamika yang ada dengan kebutuhan yang ada di masyarakat. Semoga buku ini juga dapat berkontribusi untuk menyelesaikan kesenjangan digital di Indonesia, khususnya pedesaan dan daerah terpencil," tambahnya.
(nnz)
tulis komentar anda