Keren! 4 Mahasiswa ITS Juarai Kompetisi Desain Berskala Internasional di Bali
Senin, 22 Agustus 2022 - 16:02 WIB
Karya ini dibangun dengan lapisan bambu yang menyatu dengan sekitarnya sebagai kamuflase agar tidak mengganggu lingkungan burung.
Susuh Angin mengeksplorasi ketidakaturan struktur bambu yang mewakili alam. Bentuknya yang bebas dan melengkung dapat memberikan ruang nyaman untuk berbagai posisi bird watching.
Pengunjung dapat berdiri, duduk, berbaring, serta bersantai sambil berinteraksi dengan burung. “Konstruksi ini juga dipastikan aman dari paparan matahari, hujan, dan angin,” terangnya.
Setiap sambungan bilah bambu difiksasi secara tradisional dengan liana, sebuah tali dari serat alami atau dari kulit yang dibasahi kemudian dikencangkan saat mengering.
Selain itu, penutup berbahan logam dipasang untuk mencegah bilah terbelah dan melindungi bagian dasar dari kelembaban.
“Penutup logam ini juga dijangkarkan ke tanah untuk menjaga lengkungan bambu,” urai Fahmi.
Dalam kompetisi ini, tim Narantaka ITS harus menyiapkan tiga materi presentasi, yaitu maket, poster, dan sampel objek untuk detail konstruksi skala 1:1. Fahmi menambahkan, terdapat dua jenis penjurian dalam Bamboo Competition ini.
Pertama adalah penjurian internal oleh dosen Universitas Warmadewa, sedangkan penjurian yang kedua dilakukan oleh 11 tokoh kondang dari Indonesia dan Tiongkok.
Tak hanya Indonesia, Bamboo Competition juga digelar di lima negara lainnya, yakni Malaysia, Thailand, Vietnam, Laos, dan Tiongkok (Guangzhou).
Nantinya, timpal Fahmi, para pemenang Bamboo Competition di tiap negara akan menyuguhkan karyanya dalam pameran internasional di Guangzhou Nansha Bird Park, Tiongkok pada 15 September hingga 10 Desember mendatang.
Susuh Angin mengeksplorasi ketidakaturan struktur bambu yang mewakili alam. Bentuknya yang bebas dan melengkung dapat memberikan ruang nyaman untuk berbagai posisi bird watching.
Pengunjung dapat berdiri, duduk, berbaring, serta bersantai sambil berinteraksi dengan burung. “Konstruksi ini juga dipastikan aman dari paparan matahari, hujan, dan angin,” terangnya.
Setiap sambungan bilah bambu difiksasi secara tradisional dengan liana, sebuah tali dari serat alami atau dari kulit yang dibasahi kemudian dikencangkan saat mengering.
Selain itu, penutup berbahan logam dipasang untuk mencegah bilah terbelah dan melindungi bagian dasar dari kelembaban.
“Penutup logam ini juga dijangkarkan ke tanah untuk menjaga lengkungan bambu,” urai Fahmi.
Dalam kompetisi ini, tim Narantaka ITS harus menyiapkan tiga materi presentasi, yaitu maket, poster, dan sampel objek untuk detail konstruksi skala 1:1. Fahmi menambahkan, terdapat dua jenis penjurian dalam Bamboo Competition ini.
Pertama adalah penjurian internal oleh dosen Universitas Warmadewa, sedangkan penjurian yang kedua dilakukan oleh 11 tokoh kondang dari Indonesia dan Tiongkok.
Tak hanya Indonesia, Bamboo Competition juga digelar di lima negara lainnya, yakni Malaysia, Thailand, Vietnam, Laos, dan Tiongkok (Guangzhou).
Nantinya, timpal Fahmi, para pemenang Bamboo Competition di tiap negara akan menyuguhkan karyanya dalam pameran internasional di Guangzhou Nansha Bird Park, Tiongkok pada 15 September hingga 10 Desember mendatang.
tulis komentar anda