Bamsoet Rampungkan Penelitian Disertasi Doktoral tentang PPHN
Sabtu, 17 September 2022 - 17:24 WIB
Baca juga: Pendidikan dan Pelatihan Vokasi Harus Diperkuat untuk Generasi Emas 2045
"Pilihan mana yang akan dipilih, kita serahkan sepenuhnya kepada keputusan Sidang Paripurna MPR sebagai tindak lanjut dari keputusan Rapat Gabungan MPR RI yang telah menerima hasil Badan Pengkajian MPR beberapa waktu lalu. Termasuk pengambilan keputusan terkait pembentukan Panitia AdHoc yang akan diambil keputusan dalam sidang paripurna MPR Oktober mendatang," jelas Bamsoet.
Ketua DPR RI ke-20 ini lebih lanjut menjelaskan, bahwa UU tentang PPHN dibuat oleh Presiden dan DPR RI sebagai bagian dari melaksanakan amanat konsensus tentang PPHN yang dituangkan dalam Ketetapan MPR RI. Karena bersifat lex specialis, jika di kemudian hari ada perubahan atas UU PPHN, maka harus didahului konsensus terlebih dulu. Model legislasi seperti ini tidak memerlukan amandemen konstitusi. Model ini lebih merupakan implementasi konstitusi.
Mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, pada dasarnya setiap negara di dunia memiliki rencana pembangunan jangka panjang. Ada yang 8 tahun, 10 tahun, 15 tahun, bahkan 100 tahun. Jepang dan Irlandia, misalnya, PPHN-nya bersifat fleksibel dan dinamis. Sementara RRT yang memiliki PPHN dengan perencanaan jangka panjang hingga 100 tahun, memiliki sifat yang tegas dengan sanksi apabila pemerintahannya tidak menjalankan PPHN yang telah ditetapkan.
"Sejak awal kemerdekaan, para pendiri bangsa secara sadar telah menyiapkan haluan negara sebagai perencanaan jangka panjang. Bung Hatta yang hadir dalam Sidang Komite Nasional Pusat (KNP), mengeluarkan Maklumat Wakil Presiden Nomor X (nomor eks, karena belum diberi nomor) 16 Oktober 1945. Di dalamnya menegaskan bahwa KNP, sebelum terbentuknya MPR dan DPR, diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan haluan negara yang kemudian dikenal dengan Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana. Walaupun belum berjalan dengan baik karena situasi perang mempertahankan kemerdekaan, namun keberadaan haluan negara tersebut telah menjadi awalan yang baik bagi perjalanan pembangunan di Indonesia," jelas Bamsoet.
Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menambahkan, di masa pemerintahan Presiden Soeharto, pada era Orde Baru, Indonesia memiliki Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dengan jangka waktu 25 tahun, yang kemudian diturunkan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Hasil pembangunan Orde Baru selama 32 tahun secara konsisten dan berkesinambungan juga telah dirasakan bersama.
"Namun sayangnya, sejak era reformasi, pola pembangunan justru berubah karena Indonesia tidak lagi memiliki haluan negara. Pola pembangunan dilakukan berdasarkan visi-misi presiden, visi-misi gubernur, dan visi-misi bupati/walikota terpilih. Dampak negatifnya, menjadikan tidak adanya kesinambungan pembangunan antara satu periode pemerintahan ke pemerintahan penggantinya, serta tidak ada keselarasan antara pembangunan pusat dengan daerah, maupun antara daerah yang satu dengan daerah lainnya," terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila sekaligus Wakil Ketua Umum FKPPI ini menerangkan, keberadaan PPHN sangat penting mengingat RPJP (rencana pembangunan jangka panjang) Indonesia akan berakhir pada tahun 2025, sehingga Indonesia membutuhkan haluan negara untuk mengantar Indonesia Emas menuju 2045. PPHN akan menjadi payung hukum yang transformatif dalam menjamin keberlangsungan pembangunan, khususnya dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0, Society 5.0, dan berbagai tantangan global lainnya. Sehingga bisa mewujudkan Indonesia Emas 2045, dan bukan malah menjadi Indonesia Perunggu, apalagi Indonesia Perak.
"Keberadaan PPHN sebagai visi dan misi negara akan menjadi acuan bagi calon presiden, calon gubernur, hingga calon bupati/walikota dalam menyusun visi dan misinya saat maju dalam Pemilu 2024 dan Pilkada Serentak 2024. Sehingga menjamin adanya kesinambungan pembangunan yang dilakukan Presiden Jokowi terhadap penggantinya, serta keselarasan antara pembangunan pusat dan daerah, maupun antara daerah yang satu dengan daerah lainnya. Dengan demikian tidak ada proyek mangkrak, tidak ada uang rakyat yang terbuang sia-sia," pungkas Bamsoet.
"Pilihan mana yang akan dipilih, kita serahkan sepenuhnya kepada keputusan Sidang Paripurna MPR sebagai tindak lanjut dari keputusan Rapat Gabungan MPR RI yang telah menerima hasil Badan Pengkajian MPR beberapa waktu lalu. Termasuk pengambilan keputusan terkait pembentukan Panitia AdHoc yang akan diambil keputusan dalam sidang paripurna MPR Oktober mendatang," jelas Bamsoet.
Ketua DPR RI ke-20 ini lebih lanjut menjelaskan, bahwa UU tentang PPHN dibuat oleh Presiden dan DPR RI sebagai bagian dari melaksanakan amanat konsensus tentang PPHN yang dituangkan dalam Ketetapan MPR RI. Karena bersifat lex specialis, jika di kemudian hari ada perubahan atas UU PPHN, maka harus didahului konsensus terlebih dulu. Model legislasi seperti ini tidak memerlukan amandemen konstitusi. Model ini lebih merupakan implementasi konstitusi.
Mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, pada dasarnya setiap negara di dunia memiliki rencana pembangunan jangka panjang. Ada yang 8 tahun, 10 tahun, 15 tahun, bahkan 100 tahun. Jepang dan Irlandia, misalnya, PPHN-nya bersifat fleksibel dan dinamis. Sementara RRT yang memiliki PPHN dengan perencanaan jangka panjang hingga 100 tahun, memiliki sifat yang tegas dengan sanksi apabila pemerintahannya tidak menjalankan PPHN yang telah ditetapkan.
"Sejak awal kemerdekaan, para pendiri bangsa secara sadar telah menyiapkan haluan negara sebagai perencanaan jangka panjang. Bung Hatta yang hadir dalam Sidang Komite Nasional Pusat (KNP), mengeluarkan Maklumat Wakil Presiden Nomor X (nomor eks, karena belum diberi nomor) 16 Oktober 1945. Di dalamnya menegaskan bahwa KNP, sebelum terbentuknya MPR dan DPR, diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan haluan negara yang kemudian dikenal dengan Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana. Walaupun belum berjalan dengan baik karena situasi perang mempertahankan kemerdekaan, namun keberadaan haluan negara tersebut telah menjadi awalan yang baik bagi perjalanan pembangunan di Indonesia," jelas Bamsoet.
Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menambahkan, di masa pemerintahan Presiden Soeharto, pada era Orde Baru, Indonesia memiliki Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dengan jangka waktu 25 tahun, yang kemudian diturunkan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Hasil pembangunan Orde Baru selama 32 tahun secara konsisten dan berkesinambungan juga telah dirasakan bersama.
"Namun sayangnya, sejak era reformasi, pola pembangunan justru berubah karena Indonesia tidak lagi memiliki haluan negara. Pola pembangunan dilakukan berdasarkan visi-misi presiden, visi-misi gubernur, dan visi-misi bupati/walikota terpilih. Dampak negatifnya, menjadikan tidak adanya kesinambungan pembangunan antara satu periode pemerintahan ke pemerintahan penggantinya, serta tidak ada keselarasan antara pembangunan pusat dengan daerah, maupun antara daerah yang satu dengan daerah lainnya," terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila sekaligus Wakil Ketua Umum FKPPI ini menerangkan, keberadaan PPHN sangat penting mengingat RPJP (rencana pembangunan jangka panjang) Indonesia akan berakhir pada tahun 2025, sehingga Indonesia membutuhkan haluan negara untuk mengantar Indonesia Emas menuju 2045. PPHN akan menjadi payung hukum yang transformatif dalam menjamin keberlangsungan pembangunan, khususnya dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0, Society 5.0, dan berbagai tantangan global lainnya. Sehingga bisa mewujudkan Indonesia Emas 2045, dan bukan malah menjadi Indonesia Perunggu, apalagi Indonesia Perak.
"Keberadaan PPHN sebagai visi dan misi negara akan menjadi acuan bagi calon presiden, calon gubernur, hingga calon bupati/walikota dalam menyusun visi dan misinya saat maju dalam Pemilu 2024 dan Pilkada Serentak 2024. Sehingga menjamin adanya kesinambungan pembangunan yang dilakukan Presiden Jokowi terhadap penggantinya, serta keselarasan antara pembangunan pusat dan daerah, maupun antara daerah yang satu dengan daerah lainnya. Dengan demikian tidak ada proyek mangkrak, tidak ada uang rakyat yang terbuang sia-sia," pungkas Bamsoet.
Lihat Juga :
tulis komentar anda