Polban Kembangkan Mesin Enkapsulasi untuk Dukung Industri Halal di Indonesia
Rabu, 04 Januari 2023 - 16:46 WIB
JAKARTA - Tim Riset Enkapsulasitek dari Politeknik Negeri Bandung (Polban) berhasil mengembangkan inovasi mesin enkapsulasi nongelatin yang ramah vegetarian dan juga halal. Ini merupakan terobosan dari pendidikan vokasi yang turut berkontribusi untuk industri halal di Tanah Air.
Mesin enkapsulasi bisa dimanfaatkan oleh lembaga riset, industri kecil, maupun UMKM bidang obat modern asli Indonesia (OMAI). Selain Budi Triyono, tim periset Enkapsulasitek, Polban lainnya adalah Undiana Bambang, Edi Wahyu Sri Mulyono, Dadan Nurdin Bagenda, Albert Daniel Saragih, dan Aqil Mubarak Suherman.
Ketua tim periset Enkapsulasitek Polban Budi Triyono mengatakan, ide pengembangan mesin enkapsulasi nongelatin ini berawal dari penggunaan kapsul lunak yang terus meningkat. Kapsul-kapsul lunak tersebut biasanya diaplikasikan pada produk-produk farmasi, seperti obat -obatan, vitamin, suplemen, dan mineral.
Baca juga: Dosen UII Raih Penghargaan Top-cited Indonesian Scientist in 2022, Ini Profilnya
Namun sayangnya, material yang digunakan pada kapsul lunak biasanya menggunakan gelatin. Gelatin merupakan produk hidrolisis kolagen yang berasal dari kulit, jaringan, dan tulang sapi/kerbau atau babi.
Di negara-negara nonmuslim, gelatin biasanya menggunakan tulang babi.
Sementara itu, untuk konsumsi negara muslim, gelatin umumnya menggunakan tulang sapi. “Selain rentan dengan isu halal, kapsul lunak gelatin ini juga tidak ramah untuk kalangan vegetarian karena mereka memang tidak mengonsumsi produk hewani,” katanya, dikutip dari laman Ditjen Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek, Rabu (4/1/2023).
Oleh karena itu, Polban pun berinovasi dengan mengembangkan mesin enkapsulasi menggunakan material nongelatin yang ramah untuk vegetarian dan terjamin kehalalannya. Material yang digunakan berasal dari karaginan yang berasal dari ekstrak rumput laut. Bahan tersebut merupakan hasil penelitian Institut Teknologi Bandung (ITB) yang telah didaftarkan patennya tahun lalu.
“Sebenarnya potensi tanaman Indonesia yang bisa dikembangkan menjadi material nongelatin cukup banyak, tetapi memang belum banyak yang meneliti,” tambah Budi.
Mesin enkapsulasi bisa dimanfaatkan oleh lembaga riset, industri kecil, maupun UMKM bidang obat modern asli Indonesia (OMAI). Selain Budi Triyono, tim periset Enkapsulasitek, Polban lainnya adalah Undiana Bambang, Edi Wahyu Sri Mulyono, Dadan Nurdin Bagenda, Albert Daniel Saragih, dan Aqil Mubarak Suherman.
Ketua tim periset Enkapsulasitek Polban Budi Triyono mengatakan, ide pengembangan mesin enkapsulasi nongelatin ini berawal dari penggunaan kapsul lunak yang terus meningkat. Kapsul-kapsul lunak tersebut biasanya diaplikasikan pada produk-produk farmasi, seperti obat -obatan, vitamin, suplemen, dan mineral.
Baca juga: Dosen UII Raih Penghargaan Top-cited Indonesian Scientist in 2022, Ini Profilnya
Namun sayangnya, material yang digunakan pada kapsul lunak biasanya menggunakan gelatin. Gelatin merupakan produk hidrolisis kolagen yang berasal dari kulit, jaringan, dan tulang sapi/kerbau atau babi.
Di negara-negara nonmuslim, gelatin biasanya menggunakan tulang babi.
Sementara itu, untuk konsumsi negara muslim, gelatin umumnya menggunakan tulang sapi. “Selain rentan dengan isu halal, kapsul lunak gelatin ini juga tidak ramah untuk kalangan vegetarian karena mereka memang tidak mengonsumsi produk hewani,” katanya, dikutip dari laman Ditjen Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek, Rabu (4/1/2023).
Oleh karena itu, Polban pun berinovasi dengan mengembangkan mesin enkapsulasi menggunakan material nongelatin yang ramah untuk vegetarian dan terjamin kehalalannya. Material yang digunakan berasal dari karaginan yang berasal dari ekstrak rumput laut. Bahan tersebut merupakan hasil penelitian Institut Teknologi Bandung (ITB) yang telah didaftarkan patennya tahun lalu.
“Sebenarnya potensi tanaman Indonesia yang bisa dikembangkan menjadi material nongelatin cukup banyak, tetapi memang belum banyak yang meneliti,” tambah Budi.
Lihat Juga :
tulis komentar anda