Mahasiswa UMM Ceritakan Susah Senang Belajar di Liverpool Inggris
loading...
A
A
A
JAKARTA - Salah satu manfaat kuliah di luar negeri adalah lebih memahami makna toleransi dan menerima hal yang berbeda. Bukan hanya bertukar ilmu, tapi juga bertukar budaya.
Hal tersebut disampaikan oleh Fasha Tiara Meilena, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang berhasil meraih beasiswa program Indonesian International Student Mobility Awards ( IISMA ).
Feya, sapaan akrabnya, beberapa waktu lalu terbang ke Inggris untuk menjalani perkuliahan selama satu semester di University of Liverpool. Semua berawal dari rasa penasarannya untuk menimba ilmu di negeri orang. Apalagi dengan kemudahan dan akses infromasi program beasiswa yang diberi oleh Kampus UMM .
“Saat awal kuliah, aku sempat mampir ke International Relation Office (IRO) dan bertanya mengenai kesempatan beasiswa. Alhamdulillah IRO UMM menjelaskan banyak hal. Salah satunya IISMA yang merupakan program dari Kemendikbud,” katanya.
Feya berangkat ke Liverpool untuk memulai perkuliahan pada September hingga Januari lalu. Di sana ia mengikuti sistem perkuliahan dengan modul. Adapun modul yang diambil adalah Media Self Society, Music in Context: Why Music Matters dan Deviance Youth and Culture.
Feya menceritakan perbedaan yang ia alami selama di Inggris. Pertama adalah kurikulum perkuliahan. Jika di Indonesia lebih mengedepankan praktek, maka di sana lebih memberikan porsi pada teori. Tiap minggu ia mau tidak mau harus membaca dua jurnal dengan rata-rata 50 lembar. Sementara penilaiannya melalui kualitas essay, bacaan jurnal dan buku.
“Di sana semua harus baca jurnal. Setiap minggu diberi bacaan wajib oleh dosen. Itu yang bikin aku agak kesulitan. Mau tidak mau harus fokus baca tiap minggu,” ungkap perempuan asal Probolinggo.
Mengenai makanan, ia menilai jika makanan di Inggris kebanyakan lebih hambar, sekalipun di restoran Asia. Untuk mengakali hal tersebut, Feya lebih memilih masak sendiri dibandingkan beli di luar, sebab dia juga membawa bumbu khas Indonesia selama di Inggris.
“Cuaca juga jadi masalah sendiri bagi saya. Saya sering kedinginan dan harus memakai berlapis-lapis pakaian. Tapi alhamdulillah, semua lancar dan saya mendapat banyak pengalaman dan pelajaran selama di Liverpool,” katanya.
Ada satu pengalaman menarik selama di sana, yakni mengadakan pengenalan budaya dari masing-masing negara bersama teman-teman internasional lain. Ia juga mengenalkan budaya Indonesia, salah satunya tari kecak.
“Beruntung, UMM sangat terbuka dan mendorong mahasiswanya untuk berkontribusi dan mendapat banyak ilmu. Tidak hanya di tempat lokal, tapi juga di lokasi internasonal seperti di kesempatan ke Inggris ini. Semoga akan ada banyak anak muda yang berkesempatan belajar di luar negeri, dan membagikan kesan positifnya ketika kembali ke tanai air,” pungkasnya.
Hal tersebut disampaikan oleh Fasha Tiara Meilena, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang berhasil meraih beasiswa program Indonesian International Student Mobility Awards ( IISMA ).
Feya, sapaan akrabnya, beberapa waktu lalu terbang ke Inggris untuk menjalani perkuliahan selama satu semester di University of Liverpool. Semua berawal dari rasa penasarannya untuk menimba ilmu di negeri orang. Apalagi dengan kemudahan dan akses infromasi program beasiswa yang diberi oleh Kampus UMM .
“Saat awal kuliah, aku sempat mampir ke International Relation Office (IRO) dan bertanya mengenai kesempatan beasiswa. Alhamdulillah IRO UMM menjelaskan banyak hal. Salah satunya IISMA yang merupakan program dari Kemendikbud,” katanya.
Feya berangkat ke Liverpool untuk memulai perkuliahan pada September hingga Januari lalu. Di sana ia mengikuti sistem perkuliahan dengan modul. Adapun modul yang diambil adalah Media Self Society, Music in Context: Why Music Matters dan Deviance Youth and Culture.
Feya menceritakan perbedaan yang ia alami selama di Inggris. Pertama adalah kurikulum perkuliahan. Jika di Indonesia lebih mengedepankan praktek, maka di sana lebih memberikan porsi pada teori. Tiap minggu ia mau tidak mau harus membaca dua jurnal dengan rata-rata 50 lembar. Sementara penilaiannya melalui kualitas essay, bacaan jurnal dan buku.
“Di sana semua harus baca jurnal. Setiap minggu diberi bacaan wajib oleh dosen. Itu yang bikin aku agak kesulitan. Mau tidak mau harus fokus baca tiap minggu,” ungkap perempuan asal Probolinggo.
Mengenai makanan, ia menilai jika makanan di Inggris kebanyakan lebih hambar, sekalipun di restoran Asia. Untuk mengakali hal tersebut, Feya lebih memilih masak sendiri dibandingkan beli di luar, sebab dia juga membawa bumbu khas Indonesia selama di Inggris.
“Cuaca juga jadi masalah sendiri bagi saya. Saya sering kedinginan dan harus memakai berlapis-lapis pakaian. Tapi alhamdulillah, semua lancar dan saya mendapat banyak pengalaman dan pelajaran selama di Liverpool,” katanya.
Ada satu pengalaman menarik selama di sana, yakni mengadakan pengenalan budaya dari masing-masing negara bersama teman-teman internasional lain. Ia juga mengenalkan budaya Indonesia, salah satunya tari kecak.
“Beruntung, UMM sangat terbuka dan mendorong mahasiswanya untuk berkontribusi dan mendapat banyak ilmu. Tidak hanya di tempat lokal, tapi juga di lokasi internasonal seperti di kesempatan ke Inggris ini. Semoga akan ada banyak anak muda yang berkesempatan belajar di luar negeri, dan membagikan kesan positifnya ketika kembali ke tanai air,” pungkasnya.
(mpw)