UGM Jamin Tidak Ada Mahasiswa Berhenti Kuliah karena Persoalan Biaya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Universitas Gadjah Mada ( UGM ) berkomitmen mendukung para mahasiswa untuk dapat menjalani perkuliahan hingga menamatkan pendidikan tinggi. Komitmen ini ditunjukkan dengan berbagai bentuk dukungan baik dari segi pembiayaan maupun dukungan-dukungan lainnya.
“Belum pernah ada cerita mahasiswa DO (dropout) karena tidak mampu membayar UKT (Uang Kuliah Tunggal). UGM selalu berkomitmen dan akan terus berkomitmen membantu mahasiswa dari latar belakang ekonomi yang kurang menguntungkan,” tegas Wakil Rektor Bidang SDM dan Keuangan, Prof. Supriyadi, seperti dilansir dari laman resmi UGM, Rabu (15/2/2023).
Supriyadi menerangkan, berbagai capaian, prestasi, dan pengakuan yang diberikan berbagai lembaga akreditas dan pemeringkatan menunjukkan kualitas pendidikan di UGM dan sumber daya yang dimiliki. Meski demikian, menurut Supriyadi, untuk menyelenggarakan pendidikan berkualitas dengan fasilitas yang memadai memang dibutuhkan biaya operasional yang besar.
Di perguruan tinggi, besaran biaya operasional yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan pendidikan bagi seorang mahasiswa hingga lulus berbeda-beda. Besaran Biaya Kuliah Tunggal (BKT) jumlahnya tidak sama antara program studi yang satu dengan program studi yang lainnya sesuai dengan kebutuhan proses pembelajaran.
Selama ini, jumlah mahasiswa UGM yang ditarik biaya kuliah per semester berupa senilai besaran BKT relatif sedikit. Lebih dari 90 persen mahasiswa membayar biaya kuliah per semester dengan besaran UKT yang telah disubsidi atau di bawah besaran BKT di program studi tempatnya menjalani studi.
“Ketika UKT sama dengan BKT itulah BEP(break even point)-nya. Kalau kita melihat profil mahasiswa UGM, UKT yang paling tinggi yaitu UKT 8 besarannya ada yang sama dengan BKT, ada yang sedikit di bawahnya, dan hanya 9,2 persen mahasiswa UGM yang masuk mendapat UKT tertinggi ini. Kita sudah melakukan subsidi agar proses pendidikan dapat terselesaikan dengan baik,” terang Supriyadi.
Ia melanjutkan, sekitar 20 persen mahasiswa UGM masuk dalam penerima UKT 0, UKT 1 dan UKT 2 dengan biaya kuliah per semester sebesar Rp500 ribu dan Rp1 juta. “Jika di program studi tersebut BKT-nya 9 juta, dan mahasiswa hanya membayar 500 ribu, berarti subsidinya sebesar 8,5 juta,” imbuhnya.
Subsidi biaya kuliah bagi mahasiswa UGM ini, terangnya, tidak semuanya dibiayai oleh pemerintah. Untuk itu, selama ini UGM menghimpun dukungan pembiayaan dari berbagai pihak, termasuk para orang tua mahasiswa, untuk menutup kebutuhan biaya yang jumlahnya tidak sedikit.
“Belum pernah ada cerita mahasiswa DO (dropout) karena tidak mampu membayar UKT (Uang Kuliah Tunggal). UGM selalu berkomitmen dan akan terus berkomitmen membantu mahasiswa dari latar belakang ekonomi yang kurang menguntungkan,” tegas Wakil Rektor Bidang SDM dan Keuangan, Prof. Supriyadi, seperti dilansir dari laman resmi UGM, Rabu (15/2/2023).
Supriyadi menerangkan, berbagai capaian, prestasi, dan pengakuan yang diberikan berbagai lembaga akreditas dan pemeringkatan menunjukkan kualitas pendidikan di UGM dan sumber daya yang dimiliki. Meski demikian, menurut Supriyadi, untuk menyelenggarakan pendidikan berkualitas dengan fasilitas yang memadai memang dibutuhkan biaya operasional yang besar.
Di perguruan tinggi, besaran biaya operasional yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan pendidikan bagi seorang mahasiswa hingga lulus berbeda-beda. Besaran Biaya Kuliah Tunggal (BKT) jumlahnya tidak sama antara program studi yang satu dengan program studi yang lainnya sesuai dengan kebutuhan proses pembelajaran.
Selama ini, jumlah mahasiswa UGM yang ditarik biaya kuliah per semester berupa senilai besaran BKT relatif sedikit. Lebih dari 90 persen mahasiswa membayar biaya kuliah per semester dengan besaran UKT yang telah disubsidi atau di bawah besaran BKT di program studi tempatnya menjalani studi.
“Ketika UKT sama dengan BKT itulah BEP(break even point)-nya. Kalau kita melihat profil mahasiswa UGM, UKT yang paling tinggi yaitu UKT 8 besarannya ada yang sama dengan BKT, ada yang sedikit di bawahnya, dan hanya 9,2 persen mahasiswa UGM yang masuk mendapat UKT tertinggi ini. Kita sudah melakukan subsidi agar proses pendidikan dapat terselesaikan dengan baik,” terang Supriyadi.
Ia melanjutkan, sekitar 20 persen mahasiswa UGM masuk dalam penerima UKT 0, UKT 1 dan UKT 2 dengan biaya kuliah per semester sebesar Rp500 ribu dan Rp1 juta. “Jika di program studi tersebut BKT-nya 9 juta, dan mahasiswa hanya membayar 500 ribu, berarti subsidinya sebesar 8,5 juta,” imbuhnya.
Subsidi biaya kuliah bagi mahasiswa UGM ini, terangnya, tidak semuanya dibiayai oleh pemerintah. Untuk itu, selama ini UGM menghimpun dukungan pembiayaan dari berbagai pihak, termasuk para orang tua mahasiswa, untuk menutup kebutuhan biaya yang jumlahnya tidak sedikit.