Unika Atma Jaya Kukuhkan 2 Guru Besar, Soroti Penerapan Ilmu di Era Digital
loading...
A
A
A
“Dalam energi dan utilitas dapat digunakan untuk memodelkan dan menganalisis pola produksi dan konsumsi energi, untuk mengevaluasi dampak sumber energi baru, dan untuk merencanakan permintaan energi masa depan.” ucap Profesor dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Unika Atma Jaya.
Pada orasi ilmiahnya Prof. Dorien mengemukakan pentingnya komunikasi dalam konvergensi simbolik dalam interaksi dan kolaborasi. Dalam perjalanan karir akademiknya, Prof. Dorien telah mengembangkan dua model komunikasi yang menjadi perhatian dan dikembangkan oleh akademisi lain.
Model collaborative social responsibility, merupakan model komunikasi oleh Prof. Dorien yang telah memeroleh hak kekayaan intelektual banyak digunakan oleh peneliti lain untuk mengembangkan kajiannya, dan oleh praktisi untuk menyusun strategi dan implementasi program komunikasi organisasi maupun perusahaannya.
Model kedua yang dikembangkan adalah Cross-cultural Communication Competencies Model yang merupakan hasil penelitian bersama Dr. Yohanes Temaluru dan Drs. Domi Dolet Unaradjan, M.A. pada tahun 2015 dalam konteks komunikasi organisasi.
Model ini pertama kali dipresentasikan pada International Conference of Cross Cultural Communication di Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand. Seiring dengan perkembangan lingkungan digital yang juga melahirkan budaya digital, model tersebut saat ini dalam proses pengembangan lebih lanjut.
“Kolaborasi lintas disiplin ilmu juga telah dilakukan dengan pembelajaran yang memperkaya pemahaman peran signifikan komunikasi dalam berbagai persoalan, utamanya ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan isu global, seperti perubahan iklim, lingkungan, serta keberlanjutan.” ujar Prof Dorien.
Konteks yang lebih makro juga diungkapkan mencakup peran komunikasi dalam memahami knowledge management secara lebih luas, social capital, dan social engineering untuk dapat menjelaskan interaksi rumit dan simpang siur di ranah digital dan tantangan etika yang menyertainya.
“Ketersediaan big data sebagai bentuk jejak digital (digital trace), pentingnya analisis jaringan sosial dan komunikasi (social and communication network analysis) untuk meningkatkan partisipasi sosial (social participation) yang lebih positif, stakeholder mapping, pengelolaan isu, dan identifikasi krisis, menjadi tren kajian komunikasi yang harus terus didalami untuk kontribusi solusi pada persoalan nasional dan global dengan tetap mendasarkan pada etika komunikasi dalam interaksi yang terjadi.” ucap Prof. Dorien.
Lebih lanjut, Prof. Dorien yang merupakan Guru Besar ilmu Komunikasi dari Fakultas Ilmu Administrasi Bisnis dan Ilmu Komunikasi, Unika Atma Jaya, menyoroti persoalan Equality, Diversity, dan Inclusion (EDI) yang memastikan keadilan penyelenggaraan dan kesamaan kesempatan bagi semua.
Prof. Dorien menekankan bagaimana peran sentral komunikasi dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) yang menjadi payung dari upaya penanganan isu global. “Komunikasi dalam persoalan ini bertujuan untuk mengurangi, kalau tidak menghapus, kecurigaan, dan diskriminasi berbasis individual atau kelompok.”
Dalam tataran organisasi, Prof. Dorien merujuk The 2023 Edelman Trust Barometer yang menunjukkan tantangan terbesar saat ini adalah mengidentifikasi peluang untuk membangun trust, unity, dan tujuan bersama, serta menyiapakan panduan bagi CEO dan pemimpin sosial lainnya untuk membangun kerjasama di dunia yang terpolarisasi dan terfragmentasi. “Memahami hal ini maka komunikasi menjadi kunci.” ungkap Prof. Dorien
Konvergensi Simbolik dalam Interaksi dan Kolaborasi
Pada orasi ilmiahnya Prof. Dorien mengemukakan pentingnya komunikasi dalam konvergensi simbolik dalam interaksi dan kolaborasi. Dalam perjalanan karir akademiknya, Prof. Dorien telah mengembangkan dua model komunikasi yang menjadi perhatian dan dikembangkan oleh akademisi lain.
Model collaborative social responsibility, merupakan model komunikasi oleh Prof. Dorien yang telah memeroleh hak kekayaan intelektual banyak digunakan oleh peneliti lain untuk mengembangkan kajiannya, dan oleh praktisi untuk menyusun strategi dan implementasi program komunikasi organisasi maupun perusahaannya.
Model kedua yang dikembangkan adalah Cross-cultural Communication Competencies Model yang merupakan hasil penelitian bersama Dr. Yohanes Temaluru dan Drs. Domi Dolet Unaradjan, M.A. pada tahun 2015 dalam konteks komunikasi organisasi.
Model ini pertama kali dipresentasikan pada International Conference of Cross Cultural Communication di Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand. Seiring dengan perkembangan lingkungan digital yang juga melahirkan budaya digital, model tersebut saat ini dalam proses pengembangan lebih lanjut.
“Kolaborasi lintas disiplin ilmu juga telah dilakukan dengan pembelajaran yang memperkaya pemahaman peran signifikan komunikasi dalam berbagai persoalan, utamanya ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan isu global, seperti perubahan iklim, lingkungan, serta keberlanjutan.” ujar Prof Dorien.
Konteks yang lebih makro juga diungkapkan mencakup peran komunikasi dalam memahami knowledge management secara lebih luas, social capital, dan social engineering untuk dapat menjelaskan interaksi rumit dan simpang siur di ranah digital dan tantangan etika yang menyertainya.
“Ketersediaan big data sebagai bentuk jejak digital (digital trace), pentingnya analisis jaringan sosial dan komunikasi (social and communication network analysis) untuk meningkatkan partisipasi sosial (social participation) yang lebih positif, stakeholder mapping, pengelolaan isu, dan identifikasi krisis, menjadi tren kajian komunikasi yang harus terus didalami untuk kontribusi solusi pada persoalan nasional dan global dengan tetap mendasarkan pada etika komunikasi dalam interaksi yang terjadi.” ucap Prof. Dorien.
Lebih lanjut, Prof. Dorien yang merupakan Guru Besar ilmu Komunikasi dari Fakultas Ilmu Administrasi Bisnis dan Ilmu Komunikasi, Unika Atma Jaya, menyoroti persoalan Equality, Diversity, dan Inclusion (EDI) yang memastikan keadilan penyelenggaraan dan kesamaan kesempatan bagi semua.
Prof. Dorien menekankan bagaimana peran sentral komunikasi dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) yang menjadi payung dari upaya penanganan isu global. “Komunikasi dalam persoalan ini bertujuan untuk mengurangi, kalau tidak menghapus, kecurigaan, dan diskriminasi berbasis individual atau kelompok.”
Dalam tataran organisasi, Prof. Dorien merujuk The 2023 Edelman Trust Barometer yang menunjukkan tantangan terbesar saat ini adalah mengidentifikasi peluang untuk membangun trust, unity, dan tujuan bersama, serta menyiapakan panduan bagi CEO dan pemimpin sosial lainnya untuk membangun kerjasama di dunia yang terpolarisasi dan terfragmentasi. “Memahami hal ini maka komunikasi menjadi kunci.” ungkap Prof. Dorien