Kisah Mikael Gobai, Wujudkan Pesan Mendiang Orang Tua dan Ingin Jadi Guru di Papua
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mikael Gobai namanya. Mikael lahir 22 Mei 2004 di Distrik Sinak, Kabupaten Puncak, Papua Tengah. Meski berhasil kuliah di Universitas Muhammadiyah Magelang namun dia merasakan kesedihan mendalam.
Mikael merasa sedih sekaligus bersyukur bisa melanjutkan kuliah di Pulau Jawa melalui beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) Kemendikbudristek. Kesedihannya dilatarbelakangi karena keberhasilannya kuliah di Jawa tak bisa disaksikan oleh kedua orang tuanya yang telah meninggal dunia.
Baca juga: Kisah Etik dan Like, 2 Siswi Madrasah Raih Beasiswa BIM hingga Lolos 8 Kampus Luar Negeri
“Kata-kata yang sering aku tanya ke ayah sebelum ayah saya meninggal adalah adalah: Ayah, saya nanti lanjut kuliah dimana? lalu ayah saya jawab ” harus di Jawa“,” katanya, dikutip dari laman Puslapdik Kemendikbudristek, Kamis (11/5/2023).
Tekad ayahnya itu, salah satunya dibuktikan dengan menyekolahkan Mikael di SMA YPPK Adhi Luhur di Kabupaten Nabire yang kini jadi ibukota Propinsi Papua Tengah.
“Sejak ayah meninggal, mau dan tidak mau, kakak saya saya yang harus membiayai saya dan adik saya serta ada beberapa kakak saya yang belum selesai kuliah, dengan beasiswa ADik ini, beban kakak saya berkurang, “lanjutnya.
Diakui Mikael, saat mendaftar ADik, pilihan Program Studi utamanya adalah Kesehatan Masyarakat, namun ternyata Mikael diterima di Program Studi Bimbingan dan Konseling, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Magelang.
“Demi meringankan beban keluarga, saya mau dan tidak harus mengikuti beasiswa ADik meski tidak sesuai dengan pilihan, saya yakin pasti maunya Tuhan kepada saya adalah di sini jadi saya terus bersyukur dan mengikuti proses ini semua, “ujarnya.
Kendala lain, Mikael merupakan penganut agama Katolik sementara ia kuliah di universitas Muhammadiyah yang sangat kental budaya dan ritual agama Islam.
Menghadapi berbagai kendala itu, lantas Mikael terus menyadarkan diri mengenai tujuan utama ke Magelang. Dengan kesadaran itu, Mikael terus mencoba untuk membiasakan diri dan akhirnya mulai terbiasa.
Mikael merasa sedih sekaligus bersyukur bisa melanjutkan kuliah di Pulau Jawa melalui beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) Kemendikbudristek. Kesedihannya dilatarbelakangi karena keberhasilannya kuliah di Jawa tak bisa disaksikan oleh kedua orang tuanya yang telah meninggal dunia.
Cita-cita Mendiang Ayahanda Kuliah di Pulau Jawa
Ibundanya meninggal saat Mikael duduk di kelas 2 sekolah dasar, sementara ayahandanya meninggal saat menjelang kelulusan SMA tahun 2022 lalu. Padahal, saat masih hidup, ayahnya-lah yang mencita-citakan Mikael kuliah di Jawa.Baca juga: Kisah Etik dan Like, 2 Siswi Madrasah Raih Beasiswa BIM hingga Lolos 8 Kampus Luar Negeri
“Kata-kata yang sering aku tanya ke ayah sebelum ayah saya meninggal adalah adalah: Ayah, saya nanti lanjut kuliah dimana? lalu ayah saya jawab ” harus di Jawa“,” katanya, dikutip dari laman Puslapdik Kemendikbudristek, Kamis (11/5/2023).
Tekad ayahnya itu, salah satunya dibuktikan dengan menyekolahkan Mikael di SMA YPPK Adhi Luhur di Kabupaten Nabire yang kini jadi ibukota Propinsi Papua Tengah.
Dengan Beasiswa ADik Kuliah di Universitas Muhammadiyah Magelang
Mikael juga bersyukur memperoleh beasiswa ADik karena bisa mengurangi beban kakaknya.“Sejak ayah meninggal, mau dan tidak mau, kakak saya saya yang harus membiayai saya dan adik saya serta ada beberapa kakak saya yang belum selesai kuliah, dengan beasiswa ADik ini, beban kakak saya berkurang, “lanjutnya.
Diakui Mikael, saat mendaftar ADik, pilihan Program Studi utamanya adalah Kesehatan Masyarakat, namun ternyata Mikael diterima di Program Studi Bimbingan dan Konseling, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Magelang.
“Demi meringankan beban keluarga, saya mau dan tidak harus mengikuti beasiswa ADik meski tidak sesuai dengan pilihan, saya yakin pasti maunya Tuhan kepada saya adalah di sini jadi saya terus bersyukur dan mengikuti proses ini semua, “ujarnya.
Perjuangan Mikael Beradaptasi selama Berkuliah
Sebagai orang Papua yang pertama kali ke Jawa, diakui Mikael susah sekali untuk menyesuaikan diri dengan budaya dan makanan yang ada di Magelang. Belum lagi kendala bahasa, salah satunya, saat perkuliahan, dosennya kerap menjelaskan materi perkuliahan dengan bahasa Jawa.Kendala lain, Mikael merupakan penganut agama Katolik sementara ia kuliah di universitas Muhammadiyah yang sangat kental budaya dan ritual agama Islam.
Menghadapi berbagai kendala itu, lantas Mikael terus menyadarkan diri mengenai tujuan utama ke Magelang. Dengan kesadaran itu, Mikael terus mencoba untuk membiasakan diri dan akhirnya mulai terbiasa.