Seleksi Masuk SD tanpa Calistung, Ini Tanggapan Dosen UMM

Kamis, 11 Mei 2023 - 15:22 WIB
loading...
Seleksi Masuk SD tanpa...
Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Dyah Worowirastri Ekowati S.Pd., M.Pd. Foto/Dok/UMM
A A A
JAKARTA - Tahun ajaran baru sebentar lagi tiba. Para orang tua juga sibuk mempersiapkan sekolah terbaik untuk putra-putrinya. Menariknya, muncul isu penghapusan tes baca tulis hitung ( calistung ) sebagai syarat masuk sekolah dasar.

Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi ( Mendikbudristek ) Nadiem Makarim menegaskan bahwa seleksi calon peserta didik baru kelas 1 SD tidak boleh dilakukan berdasarkan tes membaca, menulis, dan atau berhitung.



Melihat fenomena tersebut, dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Malang ( UMM ) Dyah Worowirastri Ekowati S.Pd., M.Pd. ikut angkat bicara.

Ia menilai, penghapusan tes calistung pada calon siswa SD merupakan hal yang baik. Hal itu mengingat hakikat sekolah adalah tempat bermain yang berasal dari bahasa Yunani, “skhole”, yang memiliki arti waktu sengggang untuk bersenang senang.

“Jika tes calistung dijadikan salah satu seleksi masuk sekolah dasar, tentu akan memberikan batasan pada calon siswa untuk mahir dan pintar dalam bidangnya. Ini juga berpotensi membebani anak yang sebenarnya memiliki potensi dan keahlian di bidang lain. Selain itu, dapat menggeser fitrah anak di usia PAUD dan TK yang seharusnya datang ke sekolah untuk bermain dan bernenang-senang,” ujar Dyah.



Lebih lanjut, pemberian materi calistung tidak perlu masuk kurikulum wajib, melainkan cukup di tataran aktivitas alamiyah. Calistung juga bukan sebuah tuntutan formal dan menjadi syarat naik atau tidak naik kelas.

Meski demikian, meninggalkan calistung juga bukan sesuatu yang tepat. Ini bahkan dapat menjadi berbahaya dan mengancam masa depan anak jika mereka sama sekali tidak dikenalkan. Maka perlu adanya metode khusus yang diberikan ke anak usia dini. Metode yang tidak menimbulkan tuntutan besar bagi anak.

“Adanya tes saat awal masuk sekolah itu bertujuan untuk mengenal potensi dan kemampuan anak. Sehingga nantinya proses dan metode belajar yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang anak senangi dan minati,” tambahnya.

Di akhir, Dyah menyampaikan, pendidikan karakter akan jauh lebih penting dan bermakna bagi anak usia dini dibandingkan dengan pendidikan kognitif. Budi pekerti dan akhlak yang baik akan menjadi kebiasaan yang bagus jika dilakukan sejak kecil. Misalnya saja latihan tertib mengantre, meminta maaf ketika salah, mengucapkan terima kasih saat mendapatkan bantuan dari orang lain, dan lainnya.

“Yang penting, jangan biarkan beban mendidik anak itu hanya pada lembaga formal sekolah saja. Perlu adanya penyeimbang dan dukungan dari lingkungan sekitar seperti keluarga dan masyarakat. Segala strategi dan sistem yang direncanakan pemerintah adalah untuk kemajuan bangsa dibidang pendidikan. Ini akan sia sia jika tidak dilakukan secara masif dan berbarengan oleh seluruh elemen,” pungkasnya.
(mpw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1909 seconds (0.1#10.140)