Jawab Keluhan Warga, Komisi V DPRD Jabar Minta KBM Daring Dievaluasi
loading...
A
A
A
BANDUNG - Penerapan kegiatan belajar mengajar (KBM) dalam jaringan ( daring ) di masa pandemi COVID-19 mulai dikeluhkan orang tua siswa.
Anggota Komisi V DPRD Jabar, Dadan Hidayatullah menyatakan, keluhan orang tua siswa harus menjadi bahan acuan untuk mengevaluasi KBM daring. Menurut dia, banyak orang tua siswa yang tak mampu menerjemahkan bahan ajar kepada anaknya, termasuk kesulitan membagi waktu antara bekerja dan membimbing anaknya.
Diakui Dadan, KBM daring dalam dunia pendidikan di Indonesia merupakan hal yang sangat baru. Alhasil, guru yang biasanya mengajar dengan tatap muka harus mengeksplore kemampuan dan keterampilannya dalam merancang KBM daring, sedangkan siswa harus beradaptasi dengan belajar tanpa bertemu dengan guru. (Baca juga: 6 Bulan Tak Digaji, 595 Guru Madrasah di Labuhanbatu Menjerit )
"Dari hasil pengamatan saat ini, pembelajaran daring masih terfokus pada pengembangan pembelajaran pada ranah pengetahuan (kognitif) sementara ranah pengembangan sikap (afektif) dan keterampilan belum bisa dikembangkan secara efektif," ujar Dadan di Bandung, Rabu (22/7/2020).
Dia mencontohkan, dalam pembelajaran IPA, siswa perlu dilatih agar terampil menggunakan alat, misalnya mikroskop atau alat lainnya. Menurutnya, hal itu belum dapat difasilitasi dalam KBM daring. (Baca juga: FIK UI Kembangkan Buku Digital Kesehatan Ibu dan Anak )
Selain itu, kata Dadan, KBM daring juga memiliki keterbatasan dalam hal pengguna. Menurutnya, KBM daring belum efektif diterapkan pada siswa jenjang pendidikan dasar, seperti anak usia dini, TK, dan SD kelas rendah (kelas 1-3).
"Tidak hanya itu, jika dilihat dari aspek ekonomi, tidak semua orang tua memiliki kemampuan untuk membeli dan menyediakan perangkat untuk anaknya dalam belajar, apalagi dalam kondisi pandemi yang sebagian besar orang tua mengalami penurunan pendapatan/penghasilan bahkan ada yang dirumahkan," paparnya.
Meskipun menilai KBM daring sebagai cara terbaik dan aman dalam proses pendidikan di tengah pandemi, namun Dadan menilai, harus dilakukan pengkajian ulang jika KBM daring akan diterapkan dalam jangka waktu yang lama.
"Seberapapun canggihnya teknologi, namun dalam proses pendidikan kehadiran dan sentuhan guru masih sangat diperlukan, terutama dalam mengembangkan ranah sikap dan keterampilan siswa agar proses pendidikan dapat berjalan secara utuh," pungkasnya.
Sementara itu, salah seorang wali murid Desri (29) mengakui bahwa dirinya tidak mampu membantu anaknya yang kini duduk di kelas 1 SD karena keterbatasan bahan ajar. Terlebih, dia pun kesulitan membagi waktu antara bekerja dan membimbing anaknya.
"Saya sangat berharap sekolah kembali dibuka. Pasalnya, anak akan lebih pas jika belajar didampingi gurunya daripada orang tua," jelas karyawati swasta ini.
Hal senada diungkapkan Udah (30), wali murid lainnya. Dia juga meminta sekolah kembali dibuka karena dia tak bisa mengajarkan membaca anaknya yang saat ini duduk di kelas 1 SD.
"Saya berharap berharap sekolah dibuka dengan penerapan protokol pencegahan COVID-19 yang ketat. Jika perlu, lakukan swab berkala kepada guru-guru di sekolah. Jujur, kami kewalahan dalam penerapan belajar daring ini di rumah," ungkapnya.
Anggota Komisi V DPRD Jabar, Dadan Hidayatullah menyatakan, keluhan orang tua siswa harus menjadi bahan acuan untuk mengevaluasi KBM daring. Menurut dia, banyak orang tua siswa yang tak mampu menerjemahkan bahan ajar kepada anaknya, termasuk kesulitan membagi waktu antara bekerja dan membimbing anaknya.
Diakui Dadan, KBM daring dalam dunia pendidikan di Indonesia merupakan hal yang sangat baru. Alhasil, guru yang biasanya mengajar dengan tatap muka harus mengeksplore kemampuan dan keterampilannya dalam merancang KBM daring, sedangkan siswa harus beradaptasi dengan belajar tanpa bertemu dengan guru. (Baca juga: 6 Bulan Tak Digaji, 595 Guru Madrasah di Labuhanbatu Menjerit )
"Dari hasil pengamatan saat ini, pembelajaran daring masih terfokus pada pengembangan pembelajaran pada ranah pengetahuan (kognitif) sementara ranah pengembangan sikap (afektif) dan keterampilan belum bisa dikembangkan secara efektif," ujar Dadan di Bandung, Rabu (22/7/2020).
Dia mencontohkan, dalam pembelajaran IPA, siswa perlu dilatih agar terampil menggunakan alat, misalnya mikroskop atau alat lainnya. Menurutnya, hal itu belum dapat difasilitasi dalam KBM daring. (Baca juga: FIK UI Kembangkan Buku Digital Kesehatan Ibu dan Anak )
Selain itu, kata Dadan, KBM daring juga memiliki keterbatasan dalam hal pengguna. Menurutnya, KBM daring belum efektif diterapkan pada siswa jenjang pendidikan dasar, seperti anak usia dini, TK, dan SD kelas rendah (kelas 1-3).
"Tidak hanya itu, jika dilihat dari aspek ekonomi, tidak semua orang tua memiliki kemampuan untuk membeli dan menyediakan perangkat untuk anaknya dalam belajar, apalagi dalam kondisi pandemi yang sebagian besar orang tua mengalami penurunan pendapatan/penghasilan bahkan ada yang dirumahkan," paparnya.
Meskipun menilai KBM daring sebagai cara terbaik dan aman dalam proses pendidikan di tengah pandemi, namun Dadan menilai, harus dilakukan pengkajian ulang jika KBM daring akan diterapkan dalam jangka waktu yang lama.
"Seberapapun canggihnya teknologi, namun dalam proses pendidikan kehadiran dan sentuhan guru masih sangat diperlukan, terutama dalam mengembangkan ranah sikap dan keterampilan siswa agar proses pendidikan dapat berjalan secara utuh," pungkasnya.
Sementara itu, salah seorang wali murid Desri (29) mengakui bahwa dirinya tidak mampu membantu anaknya yang kini duduk di kelas 1 SD karena keterbatasan bahan ajar. Terlebih, dia pun kesulitan membagi waktu antara bekerja dan membimbing anaknya.
"Saya sangat berharap sekolah kembali dibuka. Pasalnya, anak akan lebih pas jika belajar didampingi gurunya daripada orang tua," jelas karyawati swasta ini.
Hal senada diungkapkan Udah (30), wali murid lainnya. Dia juga meminta sekolah kembali dibuka karena dia tak bisa mengajarkan membaca anaknya yang saat ini duduk di kelas 1 SD.
"Saya berharap berharap sekolah dibuka dengan penerapan protokol pencegahan COVID-19 yang ketat. Jika perlu, lakukan swab berkala kepada guru-guru di sekolah. Jujur, kami kewalahan dalam penerapan belajar daring ini di rumah," ungkapnya.
(mpw)