Mengenal Afif Kurniawan, Psikolog Unair yang Turut Berperan di Balik Mental Juara Timnas U-22
loading...
A
A
A
JAKARTA - Di balik keberhasilan Tim Nasional (Timnas) sepak bola Indonesia dalam ajang SEA Games 2023 tak lepas dari peran psikolog.
Salah satu tim psikolog yang resmi ditunjuk Kemenpora dan PSSI ialah Dosen Psikologi Unair Afif Kurniawan.
Setelah menunggu begitu lama, ini merupakan kali ketiga Timnas U-22 sepak bola Indonesia kembali meraih emas di ajang pertandingan atlet se-Asia Tenggara.
Dalam kesempatan itu, Afif Kurniawan bersama dua rekan psikolog lainnya Steven Halim dan Laksmiari Saraswati memastikan kondisi psikologis atlet dari pra-latihan, latihan, pra-pertandingan, pertandingan hingga pasca-pertandingan.
Afif sudah lama dipercaya untuk memperkuat psikologis para atlet. Sebelumnya dia adalah staf pelatih bidang pengembangan psikologi atlet Persebaya selama tiga musim berturut turut, mulai 2017 sampai 2020.
Afif banyak berkecimpung pada psikologi olahraga dan pendampingan para atlet. Salah satunya tim nasional baseball softball putri untuk ASEAN Games 2018.
Diketahui pula bahwa dia kerap menjadi observer analisis kebutuhan psikologis tim olahraga. Tak heran maka Afif kembali terpilih sebagai extra official, dalam hal ini sebagai tim pendamping psikologis Timnas Sepakbola di Kamboja Phnom Penh.
Afif menjelaskan, persiapan berlangsung sejak dua bulan menjelang perhelatan hingga berakhirnya Sea Games. Ia menyebut terdapat tiga fase, yakni fase pemetaan profil, babak penyisihan grup, serta babak final dan semi final.
Menurut Afif, pada fase itu, tantangan tim psikolog harus cepat dan tepat dalam memetakan profil lebih dari 50 pemain yang masuk dalam proses seleksi.
Tim psikolog juga harus mengetahui kondisi latar belakang, profil keluarga dan lain-lain. Sebab, tanpa data awal tersebut tidak mungkin psikolog bisa menyusun sebuah dinamika kepribadian seorang pemain.
Ia mengatakan pada fase grup, sebenarnya banyak komentar-komentar yang justru mencoba ‘melemahkan’ Timnas Indonesia. Banyak pihak berkomentar Timnas Indonesia untung sebab berada dalam grup yang mudah, dan sudah pasti lolos ke semifinal lalu akan kesulitan menghadapi Thailand atau Vietnam dari grup B.
Indonesia satu grup dengan Kamboja sebagai tuan rumah, lalu Timor leste, Myanmar dan Filipina. Bagi mereka (red:yang merendahkan Timnas) memenangkan pertandingan adalah hal seharusnya sangat mudah.
Baca juga: Anak Petani dan Penjahit Ini Wujudkan Mimpi Jadi Dokter Melalui Bidikmisi di Unsoed
“Secara tidak langsung, hal ini sebenarnya justru melemahkan sisi mental pemain terutama dari mindset. Ketika pemain menggunakan mindset ini. Maka mereka akan menganggap lawan sebagai tim yang mudah, dan cenderung meremehkan," terangnya.
Hal yang kurang sesuai dengan mindset yang terbangun di Timnas, lantaran semua tim yang berkompetisi sama-sama bagus,” katanya, dikutip dari laman Unair, Jumat (19/5/2023).
Tim pendamping psikologis kemudian mengajak pemain untuk mengelola mindset memenangkan pertandingan bukan soal mengalahkan siapa yang menjadi lawan. Di samping itu, tim juga mulai membatasi kontak pemain dengan media sosial, serta melakukan pendekatan kognitif untuk merubah mindset.
Pada tahap ini, Afif menekankan ketenangan dan pengelolaan emosi yang baik. Pasalnya semua pemain menantikan membawa emas. Namun, dalam kajian psikologi, pengelolaan semangat dan motivasi yang tidak baik akan berbanding terbalik dengan performa.
“Terlalu bersemangat bisa meningkatkan kecemasan berlebihan dan justru membuat under performance. Maka kami melakukan pendekatan individu maupun kelompok, bersamaan dengan periodisasi latihan. Agar pemain dapat menampilkan ketenangan dan kewaspadaan serta sikap mental yang ideal saat menghadapi pertandingan,” tuturnya.
Alhasil, pemain mampu melakukan game plan, kemudian memanfaatkan peluang termasuk di fase injury time (tambahan waktu yang diberikan wasit atas waktu yang hilang selama pertandingan berlangsung). Kondisi tersebut tidak mudah dan membutuhkan ketenangan yang luar biasa dalam menghadapi tekanan pertandingan.
Khusus menjelang final, mereka pun sempat berbincang santai dengan pemain. Kemudian pemain dengan tenang menyampaikan jika Indonesia bisa menaklukkan Vietnam dengan baik, mengapa hal sama tidak bisa, pemain lakukan saat melawan Thailand
Baca juga: Berkat Beasiswa Bidikmisi, Mahasiswa Program Profesi Ners ini Jadi Wisudawan Terbaik Unpad
“Saat itulah kami menyadari bahwa tim ini sudah memiliki mentalitas yang ideal untuk menghadapi final, dan itu terbukti dengan ketenangan mereka saat menghadapi situasi sulit," ucapnya.
"Pemain menyamakan score 2-2 pada menit akhir waktu normal, hingga akhirnya Irfan Jauhari mencetak gol saat perpanjangan waktu kemudian oleh Fajar Fathurrahman serta Beckham Putra untuk menyudahi permainan,” lanjutnya.
Afif menyampaikan gelaran SEA Games itu merupakan bentuk nyata kesehatan mental yang memengaruhi kemampuan atlet untuk unjuk diri di lapangan. Untuk penonton yang menyaksikan pertandingan semifinal Indonesia melawan Vietnam 3-2, lalu final Indonesia melawan Thailand meraup score 5-2.
Baginya, proses seluruh pemain dalam dua pertandingan tersebut merupakan gambaran bagaimana pemain mampu menampilkan versi terbaik dari dirinya, yang berkaitan dengan stabilitas emosi dan ketangguhan yang baik.
Sebuah penampilan yang menggambarkan efek kesejahteraan psikologis pada penampilan pemain di lapangan.
“Pemain memiliki kontrol yang bagus, bisa mengelola banyak aspek dalam kondisi tertekan, bahkan saat rekannya dikeluarkan wasit karena melakukan kartu merah di semifinal, mereka tetap mengelola diri dengan baik dan fokus pada tujuan,” pungkasnya.
Salah satu tim psikolog yang resmi ditunjuk Kemenpora dan PSSI ialah Dosen Psikologi Unair Afif Kurniawan.
Setelah menunggu begitu lama, ini merupakan kali ketiga Timnas U-22 sepak bola Indonesia kembali meraih emas di ajang pertandingan atlet se-Asia Tenggara.
Dalam kesempatan itu, Afif Kurniawan bersama dua rekan psikolog lainnya Steven Halim dan Laksmiari Saraswati memastikan kondisi psikologis atlet dari pra-latihan, latihan, pra-pertandingan, pertandingan hingga pasca-pertandingan.
Rekam Jejak
Afif sudah lama dipercaya untuk memperkuat psikologis para atlet. Sebelumnya dia adalah staf pelatih bidang pengembangan psikologi atlet Persebaya selama tiga musim berturut turut, mulai 2017 sampai 2020.
Afif banyak berkecimpung pada psikologi olahraga dan pendampingan para atlet. Salah satunya tim nasional baseball softball putri untuk ASEAN Games 2018.
Diketahui pula bahwa dia kerap menjadi observer analisis kebutuhan psikologis tim olahraga. Tak heran maka Afif kembali terpilih sebagai extra official, dalam hal ini sebagai tim pendamping psikologis Timnas Sepakbola di Kamboja Phnom Penh.
Afif menjelaskan, persiapan berlangsung sejak dua bulan menjelang perhelatan hingga berakhirnya Sea Games. Ia menyebut terdapat tiga fase, yakni fase pemetaan profil, babak penyisihan grup, serta babak final dan semi final.
Fase Pemetaan Profil
Menurut Afif, pada fase itu, tantangan tim psikolog harus cepat dan tepat dalam memetakan profil lebih dari 50 pemain yang masuk dalam proses seleksi.
Tim psikolog juga harus mengetahui kondisi latar belakang, profil keluarga dan lain-lain. Sebab, tanpa data awal tersebut tidak mungkin psikolog bisa menyusun sebuah dinamika kepribadian seorang pemain.
Fase Babak Penyisihan Grup
Ia mengatakan pada fase grup, sebenarnya banyak komentar-komentar yang justru mencoba ‘melemahkan’ Timnas Indonesia. Banyak pihak berkomentar Timnas Indonesia untung sebab berada dalam grup yang mudah, dan sudah pasti lolos ke semifinal lalu akan kesulitan menghadapi Thailand atau Vietnam dari grup B.
Indonesia satu grup dengan Kamboja sebagai tuan rumah, lalu Timor leste, Myanmar dan Filipina. Bagi mereka (red:yang merendahkan Timnas) memenangkan pertandingan adalah hal seharusnya sangat mudah.
Baca juga: Anak Petani dan Penjahit Ini Wujudkan Mimpi Jadi Dokter Melalui Bidikmisi di Unsoed
“Secara tidak langsung, hal ini sebenarnya justru melemahkan sisi mental pemain terutama dari mindset. Ketika pemain menggunakan mindset ini. Maka mereka akan menganggap lawan sebagai tim yang mudah, dan cenderung meremehkan," terangnya.
Hal yang kurang sesuai dengan mindset yang terbangun di Timnas, lantaran semua tim yang berkompetisi sama-sama bagus,” katanya, dikutip dari laman Unair, Jumat (19/5/2023).
Tim pendamping psikologis kemudian mengajak pemain untuk mengelola mindset memenangkan pertandingan bukan soal mengalahkan siapa yang menjadi lawan. Di samping itu, tim juga mulai membatasi kontak pemain dengan media sosial, serta melakukan pendekatan kognitif untuk merubah mindset.
Fase Final dan Semi Final
Pada tahap ini, Afif menekankan ketenangan dan pengelolaan emosi yang baik. Pasalnya semua pemain menantikan membawa emas. Namun, dalam kajian psikologi, pengelolaan semangat dan motivasi yang tidak baik akan berbanding terbalik dengan performa.
“Terlalu bersemangat bisa meningkatkan kecemasan berlebihan dan justru membuat under performance. Maka kami melakukan pendekatan individu maupun kelompok, bersamaan dengan periodisasi latihan. Agar pemain dapat menampilkan ketenangan dan kewaspadaan serta sikap mental yang ideal saat menghadapi pertandingan,” tuturnya.
Alhasil, pemain mampu melakukan game plan, kemudian memanfaatkan peluang termasuk di fase injury time (tambahan waktu yang diberikan wasit atas waktu yang hilang selama pertandingan berlangsung). Kondisi tersebut tidak mudah dan membutuhkan ketenangan yang luar biasa dalam menghadapi tekanan pertandingan.
Khusus menjelang final, mereka pun sempat berbincang santai dengan pemain. Kemudian pemain dengan tenang menyampaikan jika Indonesia bisa menaklukkan Vietnam dengan baik, mengapa hal sama tidak bisa, pemain lakukan saat melawan Thailand
Baca juga: Berkat Beasiswa Bidikmisi, Mahasiswa Program Profesi Ners ini Jadi Wisudawan Terbaik Unpad
“Saat itulah kami menyadari bahwa tim ini sudah memiliki mentalitas yang ideal untuk menghadapi final, dan itu terbukti dengan ketenangan mereka saat menghadapi situasi sulit," ucapnya.
"Pemain menyamakan score 2-2 pada menit akhir waktu normal, hingga akhirnya Irfan Jauhari mencetak gol saat perpanjangan waktu kemudian oleh Fajar Fathurrahman serta Beckham Putra untuk menyudahi permainan,” lanjutnya.
Bentuk Nyata Kesehatan Mental
Afif menyampaikan gelaran SEA Games itu merupakan bentuk nyata kesehatan mental yang memengaruhi kemampuan atlet untuk unjuk diri di lapangan. Untuk penonton yang menyaksikan pertandingan semifinal Indonesia melawan Vietnam 3-2, lalu final Indonesia melawan Thailand meraup score 5-2.
Baginya, proses seluruh pemain dalam dua pertandingan tersebut merupakan gambaran bagaimana pemain mampu menampilkan versi terbaik dari dirinya, yang berkaitan dengan stabilitas emosi dan ketangguhan yang baik.
Sebuah penampilan yang menggambarkan efek kesejahteraan psikologis pada penampilan pemain di lapangan.
“Pemain memiliki kontrol yang bagus, bisa mengelola banyak aspek dalam kondisi tertekan, bahkan saat rekannya dikeluarkan wasit karena melakukan kartu merah di semifinal, mereka tetap mengelola diri dengan baik dan fokus pada tujuan,” pungkasnya.
(nnz)