Anak Memiliki Peran Strategis dalam Mewujudkan Eksistensi Bangsa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anak memiliki peran yang strategis dalam mewujudkan eksistensi bangsa dan negara di masa mendatang. Sehingga pendidikan dan perlindungan anak pun harus diterapkan dan diperjuangkan.
Hal ini disampaikan Direktur Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI), Athor Subroto.
dalam focus group discussion (FGD) bertema “Problema Penggunaan Kekerasan dalam Mendidik Anak, Antara Norma dan Realita" yang digelar SKSG UI, belum lama ini.
Sepanjang 2022, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat ada 4.683 kasus, meliputi jumlah pengaduan 3.408 kasus, dan berdasarkan pemberitaan media terdapat 1.275 kasus.
Data dari KPAI menunjukkan adanya tindak kekerasan terhadap relasi orang tua, guru dan murid.
Sementara, banyak putusan pengadilan, dimana majelis hakim menyatakan bahwa pemberian hukum atas fisik tidak dibenarkan (konteks mendidik).
Baca juga: Jadwal Libur Sekolah Siswa SD-SMA Bulan Juni 2023 Ada 2 Long Weekend, Ini Infonya
Hal ini yang membuat kebingungan diantara para penegak hukum mengenai konteks mendidik dan kekerasan.
Wakil direktur SKSG UI, Dr. Eva Achjani Zulfa mengatakan, berdasarkan pada fakta-fakta di lapangan telah banyak kasus orangtua atau guru yang dipidana karena dianggap melakukan kekerasan terhadap anak atau muridnya, meski di satu sisi itu bertujuan untuk mendidik.
Eva Achjani yang merupakan ahli hukum pidana Fakultas Hukum UI juga mengatakan, para penegak hukum merasa kebingungan dalam mengkategorikan tindakan orang tua atau guru tersebut, apakah masih dalam kadar wajar atau sudah masuk kedalam kekerasan.
"Untuk memecahkan permasalahan tersebut, terdapat dua pertanyaan besar yang harus dijawab. Apakah penerapan hukuman masih relevan? dan sejauh mana hukuman badan dapat dilakukan dan diterima sebagai cara mendidik?", kata Eva.
Hal ini disampaikan Direktur Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI), Athor Subroto.
dalam focus group discussion (FGD) bertema “Problema Penggunaan Kekerasan dalam Mendidik Anak, Antara Norma dan Realita" yang digelar SKSG UI, belum lama ini.
Sepanjang 2022, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat ada 4.683 kasus, meliputi jumlah pengaduan 3.408 kasus, dan berdasarkan pemberitaan media terdapat 1.275 kasus.
Data dari KPAI menunjukkan adanya tindak kekerasan terhadap relasi orang tua, guru dan murid.
Sementara, banyak putusan pengadilan, dimana majelis hakim menyatakan bahwa pemberian hukum atas fisik tidak dibenarkan (konteks mendidik).
Baca juga: Jadwal Libur Sekolah Siswa SD-SMA Bulan Juni 2023 Ada 2 Long Weekend, Ini Infonya
Hal ini yang membuat kebingungan diantara para penegak hukum mengenai konteks mendidik dan kekerasan.
Wakil direktur SKSG UI, Dr. Eva Achjani Zulfa mengatakan, berdasarkan pada fakta-fakta di lapangan telah banyak kasus orangtua atau guru yang dipidana karena dianggap melakukan kekerasan terhadap anak atau muridnya, meski di satu sisi itu bertujuan untuk mendidik.
Eva Achjani yang merupakan ahli hukum pidana Fakultas Hukum UI juga mengatakan, para penegak hukum merasa kebingungan dalam mengkategorikan tindakan orang tua atau guru tersebut, apakah masih dalam kadar wajar atau sudah masuk kedalam kekerasan.
"Untuk memecahkan permasalahan tersebut, terdapat dua pertanyaan besar yang harus dijawab. Apakah penerapan hukuman masih relevan? dan sejauh mana hukuman badan dapat dilakukan dan diterima sebagai cara mendidik?", kata Eva.