Kemendikbudristek Salurkan Beasiswa untuk Anak Korban Pelanggaran HAM di Aceh
loading...
A
A
A
Baca juga: Beasiswa APERTI BUMN Siapkan Rp1,2 Miliar untuk Siswa Terbaik, Buruan Daftar
Kahar menambahkan, sembilan anak yang mendapatkan Beasiswa Pendidikan berasal dari berbagai jenjang, antara lain tujuh siswa Sekolah Dasar (SD), siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan satu siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Sementara 34 siswa lagi yang masih usia sekolah tapi tidak terdata dalam Dapodik, sudah dilakukan rapat koordinasi dengan Dinas Pendidikan agar menelusuri keberadaan anak tersebut, kalau dia putus di tengah jalan sedapat mungkin dimasukkan kembali ke satuan pendidikan baik formal maupun nonformal, sedangkan yang sudah taman dalam satu jenjang agar didorong supaya melanjutkan ke jenjang berikutnya sampai ke perguruan tinggi.
Program bantuan yang diberikan oleh Kemendikbudristek kepada korban dan anak-anak korban merupakan program yang bersifat tindakan afirmatif untuk masyarakat di Aceh, demikian juga di titik titik lokasi lainnya yang masuk ke dalam identifikasi pelanggaran HAM berat yang butuh penanganan non-yudisial. “Secara nasional ada 12 lokasi,” ungkap Kahar.
Provinsi Aceh dipilih sebagai awal dimulainya realisasi rekomendasi tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat lebih didasarkan pada tiga hal, yang pertama, kontribusi penting dan bersejarah rakyat dan Provinsi Aceh terhadap kemerdekaan Republik Indonesia; yang kedua, ada penghormatan negara terhadap bencana kemanusiaan tsunami tahun 2004; dan yang ketiga, rasa hormat pemerintah yang begitu tinggi terhadap proses perdamaian yang berlangsung di Aceh.
Pada peluncuran program Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat di Indonesia, Presiden Jokowi menyerahkan secara simbolis bantuan dan hak-hak korban maupun ahli waris kepada delapan perwakilan penerima.
Kahar menambahkan, sembilan anak yang mendapatkan Beasiswa Pendidikan berasal dari berbagai jenjang, antara lain tujuh siswa Sekolah Dasar (SD), siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan satu siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Sementara 34 siswa lagi yang masih usia sekolah tapi tidak terdata dalam Dapodik, sudah dilakukan rapat koordinasi dengan Dinas Pendidikan agar menelusuri keberadaan anak tersebut, kalau dia putus di tengah jalan sedapat mungkin dimasukkan kembali ke satuan pendidikan baik formal maupun nonformal, sedangkan yang sudah taman dalam satu jenjang agar didorong supaya melanjutkan ke jenjang berikutnya sampai ke perguruan tinggi.
Program bantuan yang diberikan oleh Kemendikbudristek kepada korban dan anak-anak korban merupakan program yang bersifat tindakan afirmatif untuk masyarakat di Aceh, demikian juga di titik titik lokasi lainnya yang masuk ke dalam identifikasi pelanggaran HAM berat yang butuh penanganan non-yudisial. “Secara nasional ada 12 lokasi,” ungkap Kahar.
Provinsi Aceh dipilih sebagai awal dimulainya realisasi rekomendasi tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat lebih didasarkan pada tiga hal, yang pertama, kontribusi penting dan bersejarah rakyat dan Provinsi Aceh terhadap kemerdekaan Republik Indonesia; yang kedua, ada penghormatan negara terhadap bencana kemanusiaan tsunami tahun 2004; dan yang ketiga, rasa hormat pemerintah yang begitu tinggi terhadap proses perdamaian yang berlangsung di Aceh.
Pada peluncuran program Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat di Indonesia, Presiden Jokowi menyerahkan secara simbolis bantuan dan hak-hak korban maupun ahli waris kepada delapan perwakilan penerima.
(nnz)