Kisah Mahasiswa Termuda Unair Diterima di Imperial College London, Universitas Terbaik Dunia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Zamzam Multazam adalah mahasiswa termuda Unair angkatan 2017 yang diterima di jalur SNMPTN. Kini lulus dari Unair , Zamzam menjadi mahasiswa Master of Science in Cardiovascular and Respiratory Healthcare di Imperial College London.
Zamzam adalah alumnus Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) yang baru saja menjalani Sumpah Dokter pada Mei 2023 lalu. Zamzam menjadi mahasiswa kedokteran di usia yang masih sangat belia, usia 15 tahun.
Zamzam mengaku dirinya sangat bersyukur dan bahagia karena bisa menjadi mahasiswa di salah satu kampus terbaik dunia tersebut. Imperial College London masuk posisi ke-10 di Times Higher Education World University Rankings 2023.
“Rasanya nggak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Alhamdulillah, sangat bersyukur, akhirnya perjuangan yang penuh peluh keringat bisa berbuah indah,” katanya, dikutip dari laman Unair, Rabu (13/7/2023).
Bukan sesuatu hal yang mudah untuk memutuskan kuliah di luar negeri. Begitupula yang dialami oleh Zamzam. Butuh pertimbangan matang untuk menentukan bidang ilmu yang ingin dia tempuh.
Baca juga: Berusia 26 Tahun, Naini Raih Gelar Doktor Unpad dan Hasilkan 13 Publikasi Internasional
Setelah melewati proses panjang, Zamzam pun berlabuh ke bidang Cardiovascular Healthcare. Ini juga bidang yang dia pilih karena dia telah tertarik dengan ilmu kardiovaskular sejak berkuliah.
Selain itu, ia juga melihat bahwa ilmu tentang jantung ini sebagai salah satu ilmu yang sangat penting bagi kehidupan manusia. “Sejak pertama kali bertemu dengan ilmu kardiovaskular waktu kuliah, aku langsung jatuh hati," katanya.
"Dalam ilmu kardiologi ini everything can be explained. Jadi, aku suka dengan cara berpikirnya yang analitik. Selain itu, ilmu ini sangatlah relevan bagi kehidupan manusia. Orang yang jantungnya sehat Insya Allah seluruh tubuhnya juga sehat,” ujarnya.
Keinginan untuk berkontribusi pada bangsa dan negara semakin memantapkan keputusannya untuk menempuh studi lanjut. Zamzam bercerita, keinginan itu muncul berawal dari pengalamannya ketika terjun langsung di masyarakat saat ia menemui sejumlah hambatan khususnya dalam penanganan penyakit kardiovaskular.
“Saat aku jaga di puskesmas, aku bertemu dengan pasien kegawatdaruratan jantung. Karena keterbatasan, pasien nggak diberikan treatment sesuai standar, kondisi memburuk, sehingga dirujuk dalam kondisi tidak stabil," terangnya.
Baca juga: Kisah Arifin, Anak Korban Tsunami Aceh yang Tembus Prodi HI UGM dan Ingin Jadi Diplomat
"Di situ aku menyadari bahwa ada gap antara tatalaksana sesuai panduan dengan realita, mulai dari segi obat-obatan, peralatan, SDM, dan sistem rujukan,” jelas awardee beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) itu.
Bermula dari masalah tersebut, Zamzam menyadari perlu adanya terobosan baru dalam sistem penanganan penyakit jantung di Indonesia. Karena itu, ia menjadikan Eropa sebagai tempatnya belajar sebab di sana merupakan tempatnya para ahli pembuat panduan penanganan penyakit jantung.
“Dari situlah aku bercita-cita supaya kita (Indonesia, red) punya panduan dalam menangani penyakit jantung, terutama di fasilitas kesehatan primer yang serba terbatas seperti puskesmas. Aku memilih Eropa karena di sanalah tempatnya para ahli pembuat panduan penanganan jantung. Sehingga nanti aku bisa mendapat banyak ilmu untuk diaplikasikan di sini,” imbuhnya.
Zamzam menyampaikan bahwa ia ingin memberikan kontribusi pada Indonesia. Usai menuntaskan studinya nanti, besar harapannya untuk dapat kembali ke Indonesia dan menjalin kolaborasi dengan berbagai stakeholders dengan tujuan untuk mengatasi masalah-masalah pada dunia kardiovaskular di Indonesia.
“Aku yakin masalah yang kompleks ini nggak akan bisa diatasi oleh segelintir orang. Sehingga, besar harapanku untuk bisa membangun kolaborasi bersama orang-orang dengan visi misi yang sama, termasuk para pemangku kebijakan. Semoga aku sendiri juga bisa belajar lebih, meningkatkan kapasitas diri, dan bisa mengaplikasikan ilmu ini untuk Indonesia,” pungkasnya.
Zamzam adalah alumnus Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) yang baru saja menjalani Sumpah Dokter pada Mei 2023 lalu. Zamzam menjadi mahasiswa kedokteran di usia yang masih sangat belia, usia 15 tahun.
Zamzam mengaku dirinya sangat bersyukur dan bahagia karena bisa menjadi mahasiswa di salah satu kampus terbaik dunia tersebut. Imperial College London masuk posisi ke-10 di Times Higher Education World University Rankings 2023.
“Rasanya nggak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Alhamdulillah, sangat bersyukur, akhirnya perjuangan yang penuh peluh keringat bisa berbuah indah,” katanya, dikutip dari laman Unair, Rabu (13/7/2023).
Jatuh Hati dengan Ilmu Kardiovaskular
Bukan sesuatu hal yang mudah untuk memutuskan kuliah di luar negeri. Begitupula yang dialami oleh Zamzam. Butuh pertimbangan matang untuk menentukan bidang ilmu yang ingin dia tempuh.
Baca juga: Berusia 26 Tahun, Naini Raih Gelar Doktor Unpad dan Hasilkan 13 Publikasi Internasional
Setelah melewati proses panjang, Zamzam pun berlabuh ke bidang Cardiovascular Healthcare. Ini juga bidang yang dia pilih karena dia telah tertarik dengan ilmu kardiovaskular sejak berkuliah.
Selain itu, ia juga melihat bahwa ilmu tentang jantung ini sebagai salah satu ilmu yang sangat penting bagi kehidupan manusia. “Sejak pertama kali bertemu dengan ilmu kardiovaskular waktu kuliah, aku langsung jatuh hati," katanya.
"Dalam ilmu kardiologi ini everything can be explained. Jadi, aku suka dengan cara berpikirnya yang analitik. Selain itu, ilmu ini sangatlah relevan bagi kehidupan manusia. Orang yang jantungnya sehat Insya Allah seluruh tubuhnya juga sehat,” ujarnya.
Ingin Membuat Terobosan untuk Atasi Penyakit Jantung
Keinginan untuk berkontribusi pada bangsa dan negara semakin memantapkan keputusannya untuk menempuh studi lanjut. Zamzam bercerita, keinginan itu muncul berawal dari pengalamannya ketika terjun langsung di masyarakat saat ia menemui sejumlah hambatan khususnya dalam penanganan penyakit kardiovaskular.
“Saat aku jaga di puskesmas, aku bertemu dengan pasien kegawatdaruratan jantung. Karena keterbatasan, pasien nggak diberikan treatment sesuai standar, kondisi memburuk, sehingga dirujuk dalam kondisi tidak stabil," terangnya.
Baca juga: Kisah Arifin, Anak Korban Tsunami Aceh yang Tembus Prodi HI UGM dan Ingin Jadi Diplomat
"Di situ aku menyadari bahwa ada gap antara tatalaksana sesuai panduan dengan realita, mulai dari segi obat-obatan, peralatan, SDM, dan sistem rujukan,” jelas awardee beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) itu.
Bermula dari masalah tersebut, Zamzam menyadari perlu adanya terobosan baru dalam sistem penanganan penyakit jantung di Indonesia. Karena itu, ia menjadikan Eropa sebagai tempatnya belajar sebab di sana merupakan tempatnya para ahli pembuat panduan penanganan penyakit jantung.
“Dari situlah aku bercita-cita supaya kita (Indonesia, red) punya panduan dalam menangani penyakit jantung, terutama di fasilitas kesehatan primer yang serba terbatas seperti puskesmas. Aku memilih Eropa karena di sanalah tempatnya para ahli pembuat panduan penanganan jantung. Sehingga nanti aku bisa mendapat banyak ilmu untuk diaplikasikan di sini,” imbuhnya.
Zamzam menyampaikan bahwa ia ingin memberikan kontribusi pada Indonesia. Usai menuntaskan studinya nanti, besar harapannya untuk dapat kembali ke Indonesia dan menjalin kolaborasi dengan berbagai stakeholders dengan tujuan untuk mengatasi masalah-masalah pada dunia kardiovaskular di Indonesia.
“Aku yakin masalah yang kompleks ini nggak akan bisa diatasi oleh segelintir orang. Sehingga, besar harapanku untuk bisa membangun kolaborasi bersama orang-orang dengan visi misi yang sama, termasuk para pemangku kebijakan. Semoga aku sendiri juga bisa belajar lebih, meningkatkan kapasitas diri, dan bisa mengaplikasikan ilmu ini untuk Indonesia,” pungkasnya.
(nnz)