Kenapa Banyak Lulusan Perguruan Tinggi Menganggur? Ternyata Ini Biang Keroknya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ini sejumlah faktor penyebab kenapa lulusan sarjana di Indonesia banyak menganggur. Pengangguran merupakan salah satu masalah sosial dan ekonomi yang dihadapi oleh banyak negara, termasuk Indonesia.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Agustus 2022, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia mencapai 6,26%, atau sekitar 8,8 juta orang. Dari jumlah tersebut, sekitar 3,5 juta orang adalah lulusan perguruan tinggi (sarjana dan diploma).
Ini berarti bahwa sekitar 40% dari pengangguran di Indonesia adalah sarjana. Jumlah ini persentasennya menurun setidaknya hingga awal 2023. Data BPS per Februari 2023 menyebutkan, pengangguran yang berasal dari perguruan tinggi mencapai 5,59%.
Meski mengalami penurunan, namun angka pengangguran yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi ini tetap menjadi persoalan yang harus dicarikan solusinya. Artikel kali ini akan membahas faktor-faktor apa saja yang menyebabkan pengangguran dari jenjang sarjana atau perguruan tinggi.
Menurut penelitian McKinsey, Unesco (badan pendidikan dan kebudayaan PBB) dan ILO (lembaga buruh internasional) tahun 2008, lulusan yang dihasilkan perguruan tinggi tidak sesuai dengan yang dibutuhkan pengguna kerja. Hal ini berkaitan dengan kurikulum, metode pembelajaran, kualitas dosen, fasilitas, dan lain-lain. Akibatnya, banyak sarjana yang tidak memiliki keterampilan (skill) dan kompetensi yang dibutuhkan oleh pasar kerja12.
Kondisi ekonomi yang tidak stabil dan fluktuasi global menyebabkan kesempatan kerja produktif menjadi terbatas. Di sisi lain, jumlah lulusan perguruan tinggi terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini menyebabkan persaingan mendapatkan pekerjaan menjadi semakin ketat.
Di era internet seperti sekarang ini, mencari lowongan kerja seharusnya menjadi lebih mudah. Namun, banyak sarjana yang tidak memanfaatkan media-media online yang tersedia untuk mencari informasi lowongan kerja yang sesuai dengan bidang dan minatnya. Selain itu, banyak juga modus penipuan berkedok lowongan kerja yang harus diwaspadai
Banyak sarjana yang bermimpi untuk bekerja di perusahaan-perusahaan besar dan bonafit dengan gaji tinggi dan fasilitas menarik. Namun, mereka tidak realistis dengan kondisi pasar kerja yang ada. Mereka juga tidak mau bekerja jika tidak sesuai dengan keinginan dan harapannya. Hal ini menyebabkan mereka menolak atau melewatkan peluang-peluang kerja yang sebenarnya bisa dimanfaatkan
CV atau curriculum vitae adalah salah satu dokumen penting yang digunakan untuk melamar pekerjaan. CV harus mampu menunjukkan kualifikasi, pengalaman, prestasi, dan kepribadian pelamar secara menarik dan profesional. Namun, banyak sarjana yang membuat CV secara asal-asalan, tidak rapi, tidak informatif, dan tidak sesuai dengan standar perusahaan.
Banyak sarjana yang kuliah hanya karena ikut-ikutan orang tua, teman, atau tren. Mereka tidak memiliki tujuan dan minat yang jelas terhadap bidang studi yang dipilihnya. Akibatnya, mereka tidak memiliki motivasi dan semangat untuk belajar dan mengembangkan diri. Mereka juga tidak memiliki visi dan misi tentang kariernya di masa depan.
Banyak sarjana yang belum memiliki gambaran yang jelas tentang apa yang ingin mereka lakukan setelah lulus. Mereka bingung dan ragu-ragu dalam menentukan pilihan pekerjaan yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Mereka juga tidak memiliki rencana dan strategi yang matang untuk mencapai tujuan karirnya
Sarjana yang menganggur tentu tidak memiliki pendapatan yang tetap dan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini menyebabkan mereka mengalami kesulitan ekonomi, kemiskinan, dan ketergantungan. Mereka juga tidak bisa menikmati hak-hak sosial seperti kesehatan, pendidikan, dan perumahan
Sarjana yang menganggur merupakan potensi sumber daya manusia yang terbuang sia-sia. Mereka tidak bisa berkontribusi secara optimal bagi pembangunan dan kemajuan bangsa. Mereka juga tidak bisa mengembangkan keterampilan dan kompetensi yang dimilikinya.
Sarjana yang menganggur cenderung mengalami stres, depresi, frustrasi, dan rendah diri. Mereka juga mudah terpengaruh oleh hal-hal negatif seperti narkoba, kekerasan, kriminalitas, radikalisme, dan lain-lain.
2. Meningkatkan kesempatan kerja
Pemerintah dan perusahaan harus berusaha untuk menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak dan beragam bagi sarjana.
3. Meningkatkan informasi kerja
Pemerintah dan perusahaan harus berusaha untuk menyediakan informasi lowongan kerja yang akurat, terpercaya, dan mudah diakses oleh sarjana. .
4. Meningkatkan keterampilan dan kompetensi
Sarjana harus berusaha untuk meningkatkan keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan oleh pasar kerja.
5. Meningkatkan kreativitas dan profesionalisme
Sarjana harus berusaha untuk meningkatkan kreativitas dan profesionalisme dalam melamar pekerjaan.
6. Meningkatkan fleksibilitas dan adaptabilitas
Sarjana harus berusaha untuk meningkatkan fleksibilitas dan adaptabilitas dalam menghadapi pasar kerja yang dinamis dan kompetitif.
7. Meningkatkan motivasi dan visi
Sarjana harus berusaha untuk meningkatkan motivasi dan visi dalam mengejar kariernya.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Agustus 2022, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia mencapai 6,26%, atau sekitar 8,8 juta orang. Dari jumlah tersebut, sekitar 3,5 juta orang adalah lulusan perguruan tinggi (sarjana dan diploma).
Ini berarti bahwa sekitar 40% dari pengangguran di Indonesia adalah sarjana. Jumlah ini persentasennya menurun setidaknya hingga awal 2023. Data BPS per Februari 2023 menyebutkan, pengangguran yang berasal dari perguruan tinggi mencapai 5,59%.
Meski mengalami penurunan, namun angka pengangguran yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi ini tetap menjadi persoalan yang harus dicarikan solusinya. Artikel kali ini akan membahas faktor-faktor apa saja yang menyebabkan pengangguran dari jenjang sarjana atau perguruan tinggi.
Sejumlah Penyebab Pengangguran Lulusan Sarjana di Indonesia
1. Kesenjangan antara sistem pendidikan dengan dunia kerja
Menurut penelitian McKinsey, Unesco (badan pendidikan dan kebudayaan PBB) dan ILO (lembaga buruh internasional) tahun 2008, lulusan yang dihasilkan perguruan tinggi tidak sesuai dengan yang dibutuhkan pengguna kerja. Hal ini berkaitan dengan kurikulum, metode pembelajaran, kualitas dosen, fasilitas, dan lain-lain. Akibatnya, banyak sarjana yang tidak memiliki keterampilan (skill) dan kompetensi yang dibutuhkan oleh pasar kerja12.
2. Jumlah pencari kerja lebih banyak daripada jumlah lowongan kerja
Kondisi ekonomi yang tidak stabil dan fluktuasi global menyebabkan kesempatan kerja produktif menjadi terbatas. Di sisi lain, jumlah lulusan perguruan tinggi terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini menyebabkan persaingan mendapatkan pekerjaan menjadi semakin ketat.
3. Kurang aktif dalam mencari informasi
Di era internet seperti sekarang ini, mencari lowongan kerja seharusnya menjadi lebih mudah. Namun, banyak sarjana yang tidak memanfaatkan media-media online yang tersedia untuk mencari informasi lowongan kerja yang sesuai dengan bidang dan minatnya. Selain itu, banyak juga modus penipuan berkedok lowongan kerja yang harus diwaspadai
4. Terlalu pilih-pilih pekerjaan
Banyak sarjana yang bermimpi untuk bekerja di perusahaan-perusahaan besar dan bonafit dengan gaji tinggi dan fasilitas menarik. Namun, mereka tidak realistis dengan kondisi pasar kerja yang ada. Mereka juga tidak mau bekerja jika tidak sesuai dengan keinginan dan harapannya. Hal ini menyebabkan mereka menolak atau melewatkan peluang-peluang kerja yang sebenarnya bisa dimanfaatkan
5. Kurang kreatif dalam membuat CV.
CV atau curriculum vitae adalah salah satu dokumen penting yang digunakan untuk melamar pekerjaan. CV harus mampu menunjukkan kualifikasi, pengalaman, prestasi, dan kepribadian pelamar secara menarik dan profesional. Namun, banyak sarjana yang membuat CV secara asal-asalan, tidak rapi, tidak informatif, dan tidak sesuai dengan standar perusahaan.
6. Orientasi yang keliru
Banyak sarjana yang kuliah hanya karena ikut-ikutan orang tua, teman, atau tren. Mereka tidak memiliki tujuan dan minat yang jelas terhadap bidang studi yang dipilihnya. Akibatnya, mereka tidak memiliki motivasi dan semangat untuk belajar dan mengembangkan diri. Mereka juga tidak memiliki visi dan misi tentang kariernya di masa depan.
7. Belum mengerti betul apa yang diinginkannya
Banyak sarjana yang belum memiliki gambaran yang jelas tentang apa yang ingin mereka lakukan setelah lulus. Mereka bingung dan ragu-ragu dalam menentukan pilihan pekerjaan yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Mereka juga tidak memiliki rencana dan strategi yang matang untuk mencapai tujuan karirnya
Beberapa Dampak Negatif Banyaknya Lulusan Sarjana Menganggur
1. Menurunnya kesejahteraan dan kualitas hidup
Sarjana yang menganggur tentu tidak memiliki pendapatan yang tetap dan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini menyebabkan mereka mengalami kesulitan ekonomi, kemiskinan, dan ketergantungan. Mereka juga tidak bisa menikmati hak-hak sosial seperti kesehatan, pendidikan, dan perumahan
2. Menurunnya produktivitas dan daya saing
Sarjana yang menganggur merupakan potensi sumber daya manusia yang terbuang sia-sia. Mereka tidak bisa berkontribusi secara optimal bagi pembangunan dan kemajuan bangsa. Mereka juga tidak bisa mengembangkan keterampilan dan kompetensi yang dimilikinya.
3. Meningkatnya masalah sosial
Sarjana yang menganggur cenderung mengalami stres, depresi, frustrasi, dan rendah diri. Mereka juga mudah terpengaruh oleh hal-hal negatif seperti narkoba, kekerasan, kriminalitas, radikalisme, dan lain-lain.
Alternatif Solusi Atasi Pengangguran Lulusan Sarjana
1. Pemerintah dan perguruan tinggi harus berusaha untuk meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan tinggi dengan kebutuhan dunia kerja.2. Meningkatkan kesempatan kerja
Pemerintah dan perusahaan harus berusaha untuk menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak dan beragam bagi sarjana.
3. Meningkatkan informasi kerja
Pemerintah dan perusahaan harus berusaha untuk menyediakan informasi lowongan kerja yang akurat, terpercaya, dan mudah diakses oleh sarjana. .
4. Meningkatkan keterampilan dan kompetensi
Sarjana harus berusaha untuk meningkatkan keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan oleh pasar kerja.
5. Meningkatkan kreativitas dan profesionalisme
Sarjana harus berusaha untuk meningkatkan kreativitas dan profesionalisme dalam melamar pekerjaan.
6. Meningkatkan fleksibilitas dan adaptabilitas
Sarjana harus berusaha untuk meningkatkan fleksibilitas dan adaptabilitas dalam menghadapi pasar kerja yang dinamis dan kompetitif.
7. Meningkatkan motivasi dan visi
Sarjana harus berusaha untuk meningkatkan motivasi dan visi dalam mengejar kariernya.
(wyn)