Masih Banyak Catatan dari Simulasi Belajar Tatap Muka
loading...
A
A
A
SURABAYA - Pembelajaran tatap muka mulai dilakukan simulasi di tengah pandemi COVID-19 . Berbagai catatan masih ditemui untuk bisa menerapkan secara resmi pembelajaran di sekolah .
Pada tahap awal simulasi dimulai di 21 SMP, baik itu swasta maupun negeri yang mewakili 5 wilayah sekolah di Surabaya sebagai pilot project. Namun, sebelum pembelajaran tatap muka di sekolah diputuskan, terlebih dahulu masing-masing sekolah itu melaksanakan simulasi terkait protokol kesehatan.
Seperti yang dilakukan di SMPN 15 dan SMPN 3 Surabaya melaksanakan simulasi protokol kesehatan di sekolah. Simulasi yang berlangsung di kedua sekolah tersebut, diperankan oleh karyawan serta para guru. (Baca juga: Mahasiswa Keluhkan Kuota Internet untuk PJJ, Ini Langkah Kemendikbud )
Kepala Bidang Sekolah Menengah Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Sudarminto mengatakan, sebelum pembelajaran tatap muka di sekolah diputuskan, masing-masing sekolah yang ditunjuk sebagai pilot project itu menyerahkan SOP (Standar Operasional Prosedur) protokol kesehatan. Selanjutnya, tim dari Dinas Pendidikan melakukan monitoring kesiapan di lapangan dan dilanjutkan dengan simulasi protokol kesehatan.
“Simulasi itu memberikan gambaran ketika anak (peserta didik) mulai masuk ke sekolah, proses pembelajaran di sekolah, hingga pulang ke rumah,” kata Sudarminto saat ditemui di sela kegiatan simulasi di SMPN 15 Surabaya, Senin (3/8/2020).
Sudarminto pun menjelaskan gambaran simulasi protokol kesehatan di sekolah. Pertama, sebelum masuk gerbang sekolah peserta didik wajib di-cek suhu tubuhnya menggunakan thermo gun. Kemudian, mereka diarahkan petugas untuk cuci tangan dengan sabun dan masuk antrean ke bilik disinfektan. (Baca juga: Gandeng Kemendikbud dan Kemenag, Stafsus Presiden Luncurkan #temanKIP )
“Sebelum anak-anak mengikuti action materi pelajaran itu sendiri, maka yang dilakukan guru adalah mengingatkan protokol kesehatan terlebih dahulu baru dilakukan pembelajaran,” katanya.
Menurutnya, SOP protokol kesehatan tak hanya diterapkan saat peserta didik mengikuti pembelajaran tatap muka di kelas. SOP juga telah dirancang ketika peserta didik ingin ke toilet atau melakukan aktivitas lain. “Bahkan ketika mereka peserta didik pulang sekolah juga di SOP kan,” terangnya.
Selain itu pula, Sudarminto menyebut, ketika pembelajaran tatap muka di sekolah itu berjalan, kapasitas jumlah peserta didik setiap kelas beserta jam pelajaran juga dikurangi. Terlebih lagi, pihaknya juga mengimbau pihak sekolah agar mengutamakan mata pelajaran yang dinilai esensial.
“Tidak harus seluruh mata pelajaran, dan jam pelajaran tidak harus 45 menit, bisa 25 menit. Kemudian yang masuk (peserta didik) tidak perlu 100 persen, mungkin bisa 25 persen atau 50 persen tergantung kesiapan sarana prasarana sekolah,” ungkapnya.
Pihak sekolah juga wajib memberlakukan protokol ketat bagi warga yang masuk ke lingkungan sekolah. Tak hanya bagi peserta didik, guru maupun karyawan yang memiliki penyakit penyerta dilarang masuk ke sekolah. Hal ini semata-mata untuk mengantisipasi terjadinya kasus COVID-19 di lingkungan sekolah.
“Jadi anak nanti yang punya penyakit bawaan ya tidak perlu masuk, termasuk orang tuanya tidak mengizinkan tidak perlu masuk. Faktornya banyak, jadi gurunya harus sehat, sekolahnya harus komplet protokolnya, anaknya juga harus sehat,” jelasnya.
Ia menambahkan, simulasi yang berlangsung hari ini selanjutnya dilakukan evaluasi dengan tim ahli beserta Gugus Tugas. Hasil simulasi tersebut akan dibahas bersama sebelum sekolah itu diputuskan boleh melaksanakan proses belajar mengajar melalui tatap muka. “Menunggu hasil rapat evaluasi bersama tim ahli, komite sekolah, Dinas Pendidikan, serta Gugus Tugas,” jelasnya.
Kepala SMPN 15 Surabaya, Shahibur Rachman menambahkan, pihaknya bersama 20 sekolah lain ditunjuk sebagai pilot project terkait kesiapan PBM di sekolah. Termasuk kesiapan sarana prasarana, SOP protokol kesehatan, hingga Sumber Daya Manusia (SDM). “Jadi itu kita sudah siapkan lebih awal. Hari ini simulasi, jadi itu gambarannya secara umum,” kata Rachman.
Rachman menyatakan, jika nantinya SMPN 15 Surabaya diputuskan boleh melaksanakan PBM di sekolah, pihaknya akan menerapkan mekanisme kuota peserta didik 25 persen. Artinya, peserta didik kelas 7, 8 dan 9 masuk, tetapi jumlah kuotanya masing-masing 25 persen. “Itu yang nanti kita tata sesuai dengan kapasitas yang ada di kelas,” katanya.
Pada tahap awal simulasi dimulai di 21 SMP, baik itu swasta maupun negeri yang mewakili 5 wilayah sekolah di Surabaya sebagai pilot project. Namun, sebelum pembelajaran tatap muka di sekolah diputuskan, terlebih dahulu masing-masing sekolah itu melaksanakan simulasi terkait protokol kesehatan.
Seperti yang dilakukan di SMPN 15 dan SMPN 3 Surabaya melaksanakan simulasi protokol kesehatan di sekolah. Simulasi yang berlangsung di kedua sekolah tersebut, diperankan oleh karyawan serta para guru. (Baca juga: Mahasiswa Keluhkan Kuota Internet untuk PJJ, Ini Langkah Kemendikbud )
Kepala Bidang Sekolah Menengah Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Sudarminto mengatakan, sebelum pembelajaran tatap muka di sekolah diputuskan, masing-masing sekolah yang ditunjuk sebagai pilot project itu menyerahkan SOP (Standar Operasional Prosedur) protokol kesehatan. Selanjutnya, tim dari Dinas Pendidikan melakukan monitoring kesiapan di lapangan dan dilanjutkan dengan simulasi protokol kesehatan.
“Simulasi itu memberikan gambaran ketika anak (peserta didik) mulai masuk ke sekolah, proses pembelajaran di sekolah, hingga pulang ke rumah,” kata Sudarminto saat ditemui di sela kegiatan simulasi di SMPN 15 Surabaya, Senin (3/8/2020).
Sudarminto pun menjelaskan gambaran simulasi protokol kesehatan di sekolah. Pertama, sebelum masuk gerbang sekolah peserta didik wajib di-cek suhu tubuhnya menggunakan thermo gun. Kemudian, mereka diarahkan petugas untuk cuci tangan dengan sabun dan masuk antrean ke bilik disinfektan. (Baca juga: Gandeng Kemendikbud dan Kemenag, Stafsus Presiden Luncurkan #temanKIP )
“Sebelum anak-anak mengikuti action materi pelajaran itu sendiri, maka yang dilakukan guru adalah mengingatkan protokol kesehatan terlebih dahulu baru dilakukan pembelajaran,” katanya.
Menurutnya, SOP protokol kesehatan tak hanya diterapkan saat peserta didik mengikuti pembelajaran tatap muka di kelas. SOP juga telah dirancang ketika peserta didik ingin ke toilet atau melakukan aktivitas lain. “Bahkan ketika mereka peserta didik pulang sekolah juga di SOP kan,” terangnya.
Selain itu pula, Sudarminto menyebut, ketika pembelajaran tatap muka di sekolah itu berjalan, kapasitas jumlah peserta didik setiap kelas beserta jam pelajaran juga dikurangi. Terlebih lagi, pihaknya juga mengimbau pihak sekolah agar mengutamakan mata pelajaran yang dinilai esensial.
“Tidak harus seluruh mata pelajaran, dan jam pelajaran tidak harus 45 menit, bisa 25 menit. Kemudian yang masuk (peserta didik) tidak perlu 100 persen, mungkin bisa 25 persen atau 50 persen tergantung kesiapan sarana prasarana sekolah,” ungkapnya.
Pihak sekolah juga wajib memberlakukan protokol ketat bagi warga yang masuk ke lingkungan sekolah. Tak hanya bagi peserta didik, guru maupun karyawan yang memiliki penyakit penyerta dilarang masuk ke sekolah. Hal ini semata-mata untuk mengantisipasi terjadinya kasus COVID-19 di lingkungan sekolah.
“Jadi anak nanti yang punya penyakit bawaan ya tidak perlu masuk, termasuk orang tuanya tidak mengizinkan tidak perlu masuk. Faktornya banyak, jadi gurunya harus sehat, sekolahnya harus komplet protokolnya, anaknya juga harus sehat,” jelasnya.
Ia menambahkan, simulasi yang berlangsung hari ini selanjutnya dilakukan evaluasi dengan tim ahli beserta Gugus Tugas. Hasil simulasi tersebut akan dibahas bersama sebelum sekolah itu diputuskan boleh melaksanakan proses belajar mengajar melalui tatap muka. “Menunggu hasil rapat evaluasi bersama tim ahli, komite sekolah, Dinas Pendidikan, serta Gugus Tugas,” jelasnya.
Kepala SMPN 15 Surabaya, Shahibur Rachman menambahkan, pihaknya bersama 20 sekolah lain ditunjuk sebagai pilot project terkait kesiapan PBM di sekolah. Termasuk kesiapan sarana prasarana, SOP protokol kesehatan, hingga Sumber Daya Manusia (SDM). “Jadi itu kita sudah siapkan lebih awal. Hari ini simulasi, jadi itu gambarannya secara umum,” kata Rachman.
Rachman menyatakan, jika nantinya SMPN 15 Surabaya diputuskan boleh melaksanakan PBM di sekolah, pihaknya akan menerapkan mekanisme kuota peserta didik 25 persen. Artinya, peserta didik kelas 7, 8 dan 9 masuk, tetapi jumlah kuotanya masing-masing 25 persen. “Itu yang nanti kita tata sesuai dengan kapasitas yang ada di kelas,” katanya.
(mpw)