Kupas Tuntas Mitos Otak Kanan Seniman VS Otak Kiri Ilmuwan, Mana yang Benar?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Saat ini berkembang mitos otak kanan itu dominan untuk seniman dan otak kiri untuk ilmuwan. Meski ada bagian-bagian otak yang bertanggung jawab atas fungsi tertentu, otak bekerja sebagai sebuah kesatuan.
Masih banyak dari kita yang selama ini membenarkan anggapan bahwa orang yang dominan menggunakan otak kiri cenderung kuat di logika, sementara orang yang dominan menggunakan otak kanan cenderung kreatif atau berbakat di bidang seni.
Anggapan yang berkembang menjadi mitos ini berawal dari seorang ilmuwan asal Prancis bernama Pierre Paul Broca yang meneliti kemampuan berbicara berhubungan dengan bagian otak depan kiri.
Dia mengidentifikasi jika area ini mengalami kerusakan, individu dapat mengalami kesulitan berkomunikasi atau bahkan mengalami stroke ringan.
Selain itu, Broca juga mencatat bahwa memutus jembatan otak (corpus callosum), yang menghubungkan otak kanan dan kiri, dapat mengurangi kejang pada penderita epilepsi.
Baca juga: Riwayat Pendidikan Anak-Anak Capres 2024, Anies, Ganjar, dan Prabowo
Akan tetapi, Pakar Neurosains ternama Indonesia dr. Roslan Yusni Hasan atau yang akrab dr. Ryu Hasan berpendapat lain bahwa persepsi ini adalah kesalahpahaman masyarakat.
Menurut dr Ryu, penelitian Broca telah memberikan manfaat besar, terutama bagi penderita epilepsi, namun, pandangan mengenai perbedaan dominasi otak perlu disesuaikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Jeffrey Anderson dari Universitas Utah pada 2013 mengungkapkan, tidak ada perbedaan dominasi otak yang signifikan.
Sedangkan pakar lainnya dari Harvars University Stephen M. Kosslyn menerangkan walaupun ada perbedaan dalam fungsi otak, kedua bagian otak bekerja sama dalam memproses detail dan bentuk.
“Meskipun ada bagian-bagian otak yang bertanggung jawab atas fungsi tertentu, otak bekerja sebagai sebuah kesatuan," kata Founder dan CEO Zenius Sabda PS, dalam siaran pers, dikutip Jumat (6/10/2023).
Sabda mencontohkan, seorang pelukis menggunakan otak kanan untuk memproses warna dan bentuk, namun otak kiri juga diperlukan untuk menggerakkan tangan dan berkoordinasi dengan kuas di atas kanvas.
Keterbatasan pandangan ini dapat mencegah seseorang dari eksplorasi berbagai keterampilan baru. Sebagai contoh, individu yang dianggap sebagai “otak kanan” mungkin enggan mempelajari matematika atau logika karena merasa bahwa hal tersebut lebih sesuai untuk otak kiri mereka.
Baca juga: Berikut Pengertian, Jenis, Struktur, dan Contoh Proposal yang Baik
Akibatnya, mitos ini juga dapat memengaruhi keputusan pendidikan seseorang, seperti menghindari mata pelajaran tertentu hanya karena dianggap tidak sesuai dengan tipe otak mereka.
“Setiap orang harus memiliki growth mindset, harus senantiasa berpikir jika otak kita sangat plastis, fleksibel. IQ bisa ditingkatkan, karakter bisa dibangun, kebiasaan bisa diperbaiki. dan segala kemampuan seperti kreativitas, seni, logika, matematika, bisa dilatih dan dipelajari. Lebih baik kita fokus pada growth mindset dari pada terperangkap dengan stereotip otak kanan dan otak kiri,” tutup Sabda.
Kesimpulannya, tidak ada perbedaan signifikan antara penggunaan otak kanan maupun otak kiri dalam hal dominasi fungsi karena otak bekerja secara bersamaan sebagai sebuah kesatuan.
Daripada terperangkap dengan otak kanan atau otak kiri, lebih baik fokus ke growth mindset, sehingga kita bisa meraih potensi penuh dari diri kita dan menjadi apa pun yang kita mau.
Masih banyak dari kita yang selama ini membenarkan anggapan bahwa orang yang dominan menggunakan otak kiri cenderung kuat di logika, sementara orang yang dominan menggunakan otak kanan cenderung kreatif atau berbakat di bidang seni.
Anggapan yang berkembang menjadi mitos ini berawal dari seorang ilmuwan asal Prancis bernama Pierre Paul Broca yang meneliti kemampuan berbicara berhubungan dengan bagian otak depan kiri.
Dia mengidentifikasi jika area ini mengalami kerusakan, individu dapat mengalami kesulitan berkomunikasi atau bahkan mengalami stroke ringan.
Selain itu, Broca juga mencatat bahwa memutus jembatan otak (corpus callosum), yang menghubungkan otak kanan dan kiri, dapat mengurangi kejang pada penderita epilepsi.
Baca juga: Riwayat Pendidikan Anak-Anak Capres 2024, Anies, Ganjar, dan Prabowo
Akan tetapi, Pakar Neurosains ternama Indonesia dr. Roslan Yusni Hasan atau yang akrab dr. Ryu Hasan berpendapat lain bahwa persepsi ini adalah kesalahpahaman masyarakat.
Menurut dr Ryu, penelitian Broca telah memberikan manfaat besar, terutama bagi penderita epilepsi, namun, pandangan mengenai perbedaan dominasi otak perlu disesuaikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Jeffrey Anderson dari Universitas Utah pada 2013 mengungkapkan, tidak ada perbedaan dominasi otak yang signifikan.
Sedangkan pakar lainnya dari Harvars University Stephen M. Kosslyn menerangkan walaupun ada perbedaan dalam fungsi otak, kedua bagian otak bekerja sama dalam memproses detail dan bentuk.
“Meskipun ada bagian-bagian otak yang bertanggung jawab atas fungsi tertentu, otak bekerja sebagai sebuah kesatuan," kata Founder dan CEO Zenius Sabda PS, dalam siaran pers, dikutip Jumat (6/10/2023).
Sabda mencontohkan, seorang pelukis menggunakan otak kanan untuk memproses warna dan bentuk, namun otak kiri juga diperlukan untuk menggerakkan tangan dan berkoordinasi dengan kuas di atas kanvas.
Keterbatasan pandangan ini dapat mencegah seseorang dari eksplorasi berbagai keterampilan baru. Sebagai contoh, individu yang dianggap sebagai “otak kanan” mungkin enggan mempelajari matematika atau logika karena merasa bahwa hal tersebut lebih sesuai untuk otak kiri mereka.
Baca juga: Berikut Pengertian, Jenis, Struktur, dan Contoh Proposal yang Baik
Akibatnya, mitos ini juga dapat memengaruhi keputusan pendidikan seseorang, seperti menghindari mata pelajaran tertentu hanya karena dianggap tidak sesuai dengan tipe otak mereka.
“Setiap orang harus memiliki growth mindset, harus senantiasa berpikir jika otak kita sangat plastis, fleksibel. IQ bisa ditingkatkan, karakter bisa dibangun, kebiasaan bisa diperbaiki. dan segala kemampuan seperti kreativitas, seni, logika, matematika, bisa dilatih dan dipelajari. Lebih baik kita fokus pada growth mindset dari pada terperangkap dengan stereotip otak kanan dan otak kiri,” tutup Sabda.
Kesimpulannya, tidak ada perbedaan signifikan antara penggunaan otak kanan maupun otak kiri dalam hal dominasi fungsi karena otak bekerja secara bersamaan sebagai sebuah kesatuan.
Daripada terperangkap dengan otak kanan atau otak kiri, lebih baik fokus ke growth mindset, sehingga kita bisa meraih potensi penuh dari diri kita dan menjadi apa pun yang kita mau.
(nnz)