Cerita Dokter Dhani, Survivor Kanker Penerima Beasiswa LPDP ke Jerman

Jum'at, 20 Oktober 2023 - 10:09 WIB
loading...
Cerita Dokter Dhani, Survivor Kanker Penerima Beasiswa LPDP ke Jerman
Penerima beasiswa LPDP ke Jerman Mochamad Nur Ramadhani. Foto/YouTube LPDP.
A A A
JAKARTA - Cerita penerima beasiswa LPDP banyak yang menginspirasi. Salah satunya Dhani, dokter difabel peraih beasiswa LPDP ke Jerman.

Mochamad Nur Ramadhani adalah penyandang disabilitas fisik. Sehari-hari dokter muda jebolanS1 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran (Unpad) ini mesti berjalan dengan menggunakan kaki palsu atau prostesis.

Terdiagnosa Kanker Tulang


Dhani menghabiskan masa kecilnya di Jerman karena ayahnya yang berstatus sebagai PNS ini bertugas di sana selama tujuh tahun. Namun pada kelas tujuh Dhani dan keluarganya kembali pulang ke Indonesia.

Namun kepulangannya ke Indonesia malah disambut dengan sesuatu yang tak diinginka terjadi dalam dirinya. Setahun dia kembali ke Tanah Air, pria yang gemar bermain bola ini didiagnosa kanker tulang.

Baca juga: Berkah Doa Ibu, Ini Kisah Mujab, Alumnus UI Penerima Beasiswa LPDP ke Inggris

Sel-sel ganas kanker osteosarkoma itu pertama muncul di atas lutut kanannya dan cepat menyebar ke kakinya. Dhani tak habis pikir kenapa kanker itu bisa hinggap di dirinya.

Hanya dugaan-dugaan saja yang menjadi tanya. Apakah karena mutasi gen, iklim yang berbeda antara Jerman dan Indonesia, atau apakah karena seringnya aktivitas fisik dan benturan mengingat selama di Jerman dia menghabiskan waktu luang dengan bermain sepak bola.

Dhani berniat untuk sembuh. Namun jalan satu-satunya agar kanker itu tidak menjalar ke seluruh tubuhnya adalah dengan amputasi kaki. Dhani butuh waktu enam bulan apakah dia harus kehilangan kakinya.

“Karena kalau misalkan diamputasi, mungkin aktivitas akan terbatas. Tapi saya yakin menyelamatkan satu nyawa ya, ini (kaki) nanti akan bisa digantikan dibandingkan harus mempertahankan satu kaki dan belum tentu terselamatkan juga,” katanya, dikutip dari laman LPDP, Jumat (20/10/2023).

Akhirnya pada 2008, Dhani harus berpisah dengan kaki kanannya. Mulai paha bagian atas hingga ujung kaki harus dikorbankan untuk menghentikan ganasnya sel jahat itu. Kemoterapi dilakukan setelahnya untuk memastikan sel kanker benar-benar hilang dari tubuh Dhani.

Masa Remaja, Beradaptasi dengan Satu Kaki


Pasca amputasi Dhani pun kemana-mana harus berkursi roda. Orang tuanya setia menemani masa-masa pertama Dhani yang sulit itu. Berangsur saat tubuh mulai bugar dan berisi kembali, dia mulai belajar berjalan menggunakan tongkat kaki.

Baginya, saat berusia 14 tahun itu adalah ujian besar baik fisik dan psikis karena terpaksa mengarungi masa-masa remaja dengan menjadi penyandang disabilitas.

Baca juga: Kisah Arip Muttaqien, Alumni Generasi Pertama Beasiswa LPDP Kini Berkarier di Sekretariat ASEAN

"Umur (baru) 14 tahun, minder pasti ada. Secara pribadi awalnya masih belum siap, tapi hidup harus terus berjalan dan ini adalah ujian yang akan membuat saya lebih kuat", kata anak pertama dari empat bersaudara ini.

Saat proses amputasi dan penyembuhan di tahun 2008 itu, dia harus melewatkan Ujian Nasional tingkat SMP. Namun tak kenal menyerah, Dhani pun mengulang kelas 9 agar bisa mengikuti ujian dengan baik.

Masuk Unpad Jurusan Dokter Gigi


Hari-hari dengan hidup barunya terus berjalan dengan luar biasa. Prestasi akademiknya muncul saat nilainya di SMA menjadi yang tertinggi dan berhak mengikuti Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur undangan. Sayangnya saat mengambil jurusan kedokteran umum di jalur undangan tersebut, ia belum berhasil.

Cerita Dokter Dhani, Survivor Kanker Penerima Beasiswa LPDP ke Jerman

Foto/YouTube LPDP

Banyak kampus yang mensyaratkan mahasiswanya tidak boleh tuna daksa. Sampai akhirnya ia berjodoh dengan Universitas Padjajaran yang tak mempermasalahkan tuna daksa untuk menempuh kuliah di jurusan pendidikan dokter gigi.

Namun sebelum perkuliahan dimulai, dia sempat dipanggil oleh dekan yang memberitahu bahwa menyelesaikan studi kedokteran dengan status tunadaksa bukanlah segampang membalikkan kedua tangan. Kakak tingkatnya yang tuna daksa menggunakan kursi roda ada yang menyerah dengan tak bisa menyelesaikan studi.

Hal itu justru menambah lecutan pada diri Dhani agar kampus tak perlu mengkhawatirkan kemampuannya untuk merampungkan pendidikan dokter gigi.

Dhani yang berjalan dengan tongkat ini berhasil menyelesaikan studi dan mendapat gelar spesialis dokter gigi pada 2018. Ia kemudian bekerja di klinik dokter gigi dan di Puskesmas di Gorontalo, Sulawesi Utara. Di saat itulah Dhani juga mulai menggunakan kaki palsu atau prostesis untuk lebih mempermudah aktivitasnya.

Raih Beasiswa LPDP ke Jerman


Dhani yang menghabiskan masa kecilnya di Negeri Panzer itu pun ingin kembali ke Jerman melalui program beasiswa LPDP. Dhani menyasar Humboldt Universitaet di Berlin, Jerman dan mengambil International Health.

"Awalnya kampus saya tidak ada dalam list LPDP Jerman, tetapi karena saya (jalur) afirmasi dan di afirmasi ada nama Humboldt Universitaet dan saya melamar disitu", ungkap Dhani.

Dhani pun mendapat beasiswa dari Kemenkeu ini dan mulai berkuliah di Jerman pada 2020. Dhani berhasil meraih gelar Master of Science in International Health dua tahun setelahnya. Pulang ke Indonesia, jalan karier Dhani ternyata mengikuti ayahnya, yaitu sebagai abdi negara. Dhani hingga saat ini tercatat bekerja di Direktorat Jenderal Tenaga Kesehatan di Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Perjalanan Dhani dapat menjadi salah satu contoh inspiratif sekaligus motivasi terutama bagi para penyandang disabilitas. Bahwa keterbatasan fisik tak selalu membatasi semangat dan cita-cita untuk meraih masa depan yang lebih baik.

“Di dunia ini banyak sekali kesempatan kita untuk berprestasi, melakukan ibadah, beramal berkreasi, berprestasi membanggakan orang tua membanggakan keluarga membanggakan negara,” pesan Dhani ke seluruh penyandang disabilitas.
(nnz)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1950 seconds (0.1#10.140)