Pemerintah Kembali Diingatkan Harus Hati-hati Buka Sekolah di Zona Kuning
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah mewacanakan membuka sekolah di zona kuning. Langkah ini dinilai terlalu berisiko mengingat pagebluk COVID-19 belum berakhir. Pengamat Pendidikan, Budi Trikorayanto mengkritik rencana pemerintah untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka. Zona kuning merupakan wilayah yang ada kasus tetapi jumlahnya sedikit.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Agama (Kemenag), dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sepertinya akan meninjau surat keputusan bersama (SKB) empat menteri tentang panduan penyelenggaraan pembelajaran. Pemerintah sedang menimbang untuk melebarkan lagi zona yang bisa dibuka selain hijau. (Baca juga: Merancang Strategi Jitu Sekolah Tatap Muka)
“Susah dibicarakan karena pemerintah mendapatkan tekanan dari orang tua murid yang mungkin bosan dan malas mengajari anak-anaknya. Dari guru banyak mengeluh beli pulsa dan sebagainya, pemerintah cenderung mengambil kebijakan yang populer,” ujar Budi kepada SINDOnews , Rabu (5/7/2020).
Kemendikbud sendiri belum banyak bicara dan memastikan akan kebijakan pembukaan zona kuning dilakukan. SINDOnews mencoba mengkonfirmasi kepada Dirjen PAUD, Pendidikan Dasar, dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud Jumeri tentang hal ini.
Namun, mantan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah (Jateng) irit bicara. “Sabar dulu, sedang proses,” kata pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) Bawen, Kabupaten Semarang itu.
Budi meminta pemerintah tidak membuka sekolah di zona kuning. Siswa-siswi, guru, dan staf-staf sekolah yang dibuka belum tentu berasal dari zona hijau dan kuning. Bisa ada di antara mereka yang berasal dari zona orange dan merah. “Itu perlu disikapi dengan hati-hatian karena menyangkut keselamatan hidup anak-anak,” ucapnya. (Baca juga: Israel Bombardir Damaskus, Sistem Rudal Suriah Beraksi)
Indonesia harus belajar dari peristiwa di Finlandia, Korea Selatan (Korsel), dan Perancis. Di ketiga negara yang penyebaran virus Sars Cov-II sudah bisa dikendalikan malah terjadi kasus di sekolah. Pemerintah setempat langsung menutup kembali sekolah-sekolah.
Kasus yang bisa dijadikan rujukan lagi itu di Sekolah Calon Perwira (Secapa) TNI AD di Bandung. Tak tanggung-tanggung, saat terdeteksi sudah 1.280 orang yang positif COVID-19. Budi menerangkan Finlandia, Korsel, dan Perancis, itu padahal jauh lebih bersih dari COVID-19 dibandingkan Indonesia.
Namun, tetap saja kecolongan ketika membuka sekolah yang memang menjadi tempat kerumunan. “Mereka punya sistem sehingga yang tertular langsung diketahui. Kalau di kita mungkin berhari-hari tidak tahu sudah terjadi penularan. (Tiba-tiba) banyak yang kena saja, seperti di sekolah tentara di Bandung,” tuturnya.
Dia memprediksi akan banyak orang tua yang tidak mau melepas anaknya sekolah tatap muka di zona kuning. Jika pemerintah keukeuh membuka, tentu perlu protokol kesehatan COVID-19 yang lebih ketat.
Budi memaparkan jumlah siswa per kelas yang masuk setiap harinya harus dibatasi. Guru, siswa-siswi, dan para staf harus menjaga jarak, serta menggunakan face shield dan masker. Ancaman penyebaran virus Sars Cov-II akan datang dari ketidakpatuhan seluruh stakeholder. (Baca: Pembukaan Sekolah Berisiko, DPR Minta PJJ Diperbaiki)
“Tapi kita tahu yang namanya anak sekolah itu suka kangen-kangenan. Kita ini bukan bangsa yang terlalu penurut (patuh). Bodo saja karena virusnya enggak kelihatan. Kalau virus segede macan baru mereka takut. Ini enggak kelihatan tapi mematikan. Kita tidak bisa lari dari virus,” tegasnya.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Agama (Kemenag), dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sepertinya akan meninjau surat keputusan bersama (SKB) empat menteri tentang panduan penyelenggaraan pembelajaran. Pemerintah sedang menimbang untuk melebarkan lagi zona yang bisa dibuka selain hijau. (Baca juga: Merancang Strategi Jitu Sekolah Tatap Muka)
“Susah dibicarakan karena pemerintah mendapatkan tekanan dari orang tua murid yang mungkin bosan dan malas mengajari anak-anaknya. Dari guru banyak mengeluh beli pulsa dan sebagainya, pemerintah cenderung mengambil kebijakan yang populer,” ujar Budi kepada SINDOnews , Rabu (5/7/2020).
Kemendikbud sendiri belum banyak bicara dan memastikan akan kebijakan pembukaan zona kuning dilakukan. SINDOnews mencoba mengkonfirmasi kepada Dirjen PAUD, Pendidikan Dasar, dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud Jumeri tentang hal ini.
Namun, mantan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah (Jateng) irit bicara. “Sabar dulu, sedang proses,” kata pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) Bawen, Kabupaten Semarang itu.
Budi meminta pemerintah tidak membuka sekolah di zona kuning. Siswa-siswi, guru, dan staf-staf sekolah yang dibuka belum tentu berasal dari zona hijau dan kuning. Bisa ada di antara mereka yang berasal dari zona orange dan merah. “Itu perlu disikapi dengan hati-hatian karena menyangkut keselamatan hidup anak-anak,” ucapnya. (Baca juga: Israel Bombardir Damaskus, Sistem Rudal Suriah Beraksi)
Indonesia harus belajar dari peristiwa di Finlandia, Korea Selatan (Korsel), dan Perancis. Di ketiga negara yang penyebaran virus Sars Cov-II sudah bisa dikendalikan malah terjadi kasus di sekolah. Pemerintah setempat langsung menutup kembali sekolah-sekolah.
Kasus yang bisa dijadikan rujukan lagi itu di Sekolah Calon Perwira (Secapa) TNI AD di Bandung. Tak tanggung-tanggung, saat terdeteksi sudah 1.280 orang yang positif COVID-19. Budi menerangkan Finlandia, Korsel, dan Perancis, itu padahal jauh lebih bersih dari COVID-19 dibandingkan Indonesia.
Namun, tetap saja kecolongan ketika membuka sekolah yang memang menjadi tempat kerumunan. “Mereka punya sistem sehingga yang tertular langsung diketahui. Kalau di kita mungkin berhari-hari tidak tahu sudah terjadi penularan. (Tiba-tiba) banyak yang kena saja, seperti di sekolah tentara di Bandung,” tuturnya.
Dia memprediksi akan banyak orang tua yang tidak mau melepas anaknya sekolah tatap muka di zona kuning. Jika pemerintah keukeuh membuka, tentu perlu protokol kesehatan COVID-19 yang lebih ketat.
Budi memaparkan jumlah siswa per kelas yang masuk setiap harinya harus dibatasi. Guru, siswa-siswi, dan para staf harus menjaga jarak, serta menggunakan face shield dan masker. Ancaman penyebaran virus Sars Cov-II akan datang dari ketidakpatuhan seluruh stakeholder. (Baca: Pembukaan Sekolah Berisiko, DPR Minta PJJ Diperbaiki)
“Tapi kita tahu yang namanya anak sekolah itu suka kangen-kangenan. Kita ini bukan bangsa yang terlalu penurut (patuh). Bodo saja karena virusnya enggak kelihatan. Kalau virus segede macan baru mereka takut. Ini enggak kelihatan tapi mematikan. Kita tidak bisa lari dari virus,” tegasnya.
(kri)