Menteri Agama Bolehkan Madrasah Belajar Tatap Muka
loading...
A
A
A
SERANG - Keinginan sejumlah madrasah atau sekolah membuka pembelajaran dengan model tatap muka langsung di tengah wabah pandemi corona (Covid-19) saat ini mendapat persetujuan dari pemerintah pusat. Menteri Agama (Menag) Fahcrul Razi mengatakan dirinya membolehkan madrasah dari di tingkat dasar (ibtidaiyah) hingga menengah atas (aliyah) dibuka dengan catatan menerapkan protokol kesehatan secara tepat.
Mengenai pembukaan sekolah atau madrasah tersebut Menag mengaku telah bersepakat dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Selain protokol kesehatan Covid-19 , sebelum dibuka pihak sekolah juga perlu berkoordinasi dengan pihak terkait seperti pemerintah daerah.
“Untuk sekolah madrasah maupun umum yang akan buka, silakan buka. Tentu saja dengan memperhitungkan, lingkungan aman Covid, guru-guru aman Covid, muridnya aman Covid, kemudian membentuk protokol yang ketat,” ungkapnya di Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin (SMH), Serang, Banten, kemarin.
Menag mengungkapkan, selama ini sudah ada ribuan pesantren yang dibuka dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Dari ratusan ribu santri yang sudah kembali ke pesantren, pihaknya baru menerima laporan hanya ada tiga santri yang diketahui positif Covid-19. (Baca: Indonesia Peringkat 20 Kematian Covid-19 di Kawasan Asia)
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Waryono mengatakan, di antara kasus santri yang positif terpapar Covid-19 adalah di Pondok Pesantren Gontor di Ponorogo, Jawa Timur. Namun dari penelusuran, kasus di Gontor tersebut bukan berasal dari santri, tetapi dari orang tua yang mengantar anaknya.
“Makanya pondok-pondok tidak boleh ditengok oleh orang tua dan yang mengantar tidak boleh sampai masuk. Gontor sudah menerapkan protokol kesehatan yang ketat,” ujarnya.
Kasus di Gontor patut menjadi pelajaran bagi ponpes yang akan membuka pembelajaran tatap langsung kembali. Sebab selama ini Gontor juga menerapkan standar kesehatan yang ketat. Sebelum masuk ke pondok, santri harus menjalani karantina terlebih dahulu di luar. Setelah dipastikan sehat baru boleh masuk ke asrama.
“Itu Gontor yang fasilitasnya bagus. Kalau pondok-pondok yang fasilitasnya kurang, saya memahami sangat potensial. Tapi sekali lagi kiai-kiai itu pasti hati-hati,” tuturnya. (Baca juga: Jangan Pernah Putus Asa di tengah Pandemi Corona)
Para kiai dan pengelola pondok pesantren , katanya, pasti mengutamakan keselamatan anak-anak bila dibandingkan proses belajar. Mereka akan bekerja sama dengan pemerintah daerah dan gugus tugas setempat dalam pembukaan pelaksanaan pendidikan di pondok.
Dorongan dibukanya sekolah tatap langsung kemarin juga disampaikan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas. Menurut Hemas, tidak semua desa atau kabupaten bisa menangkap sinyal dengan cukup baik saat sekolah online.
Mengenai pembukaan sekolah atau madrasah tersebut Menag mengaku telah bersepakat dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Selain protokol kesehatan Covid-19 , sebelum dibuka pihak sekolah juga perlu berkoordinasi dengan pihak terkait seperti pemerintah daerah.
“Untuk sekolah madrasah maupun umum yang akan buka, silakan buka. Tentu saja dengan memperhitungkan, lingkungan aman Covid, guru-guru aman Covid, muridnya aman Covid, kemudian membentuk protokol yang ketat,” ungkapnya di Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin (SMH), Serang, Banten, kemarin.
Menag mengungkapkan, selama ini sudah ada ribuan pesantren yang dibuka dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Dari ratusan ribu santri yang sudah kembali ke pesantren, pihaknya baru menerima laporan hanya ada tiga santri yang diketahui positif Covid-19. (Baca: Indonesia Peringkat 20 Kematian Covid-19 di Kawasan Asia)
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Waryono mengatakan, di antara kasus santri yang positif terpapar Covid-19 adalah di Pondok Pesantren Gontor di Ponorogo, Jawa Timur. Namun dari penelusuran, kasus di Gontor tersebut bukan berasal dari santri, tetapi dari orang tua yang mengantar anaknya.
“Makanya pondok-pondok tidak boleh ditengok oleh orang tua dan yang mengantar tidak boleh sampai masuk. Gontor sudah menerapkan protokol kesehatan yang ketat,” ujarnya.
Kasus di Gontor patut menjadi pelajaran bagi ponpes yang akan membuka pembelajaran tatap langsung kembali. Sebab selama ini Gontor juga menerapkan standar kesehatan yang ketat. Sebelum masuk ke pondok, santri harus menjalani karantina terlebih dahulu di luar. Setelah dipastikan sehat baru boleh masuk ke asrama.
“Itu Gontor yang fasilitasnya bagus. Kalau pondok-pondok yang fasilitasnya kurang, saya memahami sangat potensial. Tapi sekali lagi kiai-kiai itu pasti hati-hati,” tuturnya. (Baca juga: Jangan Pernah Putus Asa di tengah Pandemi Corona)
Para kiai dan pengelola pondok pesantren , katanya, pasti mengutamakan keselamatan anak-anak bila dibandingkan proses belajar. Mereka akan bekerja sama dengan pemerintah daerah dan gugus tugas setempat dalam pembukaan pelaksanaan pendidikan di pondok.
Dorongan dibukanya sekolah tatap langsung kemarin juga disampaikan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas. Menurut Hemas, tidak semua desa atau kabupaten bisa menangkap sinyal dengan cukup baik saat sekolah online.