Kisah Gesang Nugroho, 12 Tahun Kembangkan Pesawat Tanpa Awak Kini Raih Guru Besar UGM

Rabu, 22 Mei 2024 - 10:46 WIB
loading...
Kisah Gesang Nugroho,...
UGM mengukuhkan status Guru Besar pada dosen Fakultas Teknik Mesin Prof Gesang Nugroho. Foto/UGM.
A A A
JAKARTA - UGM mengukuhkan status Guru Besar pada dosen Fakultas Teknik Mesin Prof Gesang Nugroho. Gesang memiliki inovasi pesawat tanpa awak yang ia kembangkan 12 tahun lamanya.

Gesang pada pidato pengukuhannya berjudul Membangun Industri Pesawat Tanpa Awak Indonesia menyampaikan, teknologi Pesawat Tanpa Awak atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV) saat ini semakin maju dan berkembang.

Saat ini, lanjutnya, UAV tidak hanya merupakan perangkat teknologi canggih semata, tetapi juga merupakan sebuah gebrakan revolusioner yang mengubah perspektif kita terhadap dunia.

Baca juga: Unik, Pasutri Ini Kompak Sandang Guru Besar UGM setelah Rela Menunggu 10 Tahun

Mulai dari kegunaan di sektor militer hingga penerapannya dalam berbagai bidang sipil, UAV telah melangkah masuk ke setiap aspek kehidupan masyarakat dengan kecepatan yang menakjubkan.

Daya Jelajah


Dua pesawat tanpa awak yang ia kembangkan bernama UAV Palapa S-1 dan Palapa S-2. Dua pesawat ini memiliki panjang 2 meter dan 3,3 meter dan sudah dilengkapi sistem autopilot dan kemampuan jelajah terbang sesuai dengan titik koordinat yng dipasangkan.

“Selama terbang akan mampu mengambil foto dan video yang akan dikirim pada ground control station. Bedanya Palapa S-1 mampu terbang 6 jam nonstop, palapa S-2 bisa terbang 10 jam nonstop," ujarnya, dikutip dari laman UGM, Rabu (22/5/2024).

Palapa S-1 yang ia kembangkan selama 2,5 tahun memiliki kemampuan waktu terbang 6 jam tanpa henti dn Palapa S-2 daya terbangnya 10 jam dengan jarak jangkau yang bisa dicapai keduanya hingga 50-300 kilometer.

Sistem Autopilot


Pesawat tanpa awak buatan Gesang memiliku fungsi untuk pemetaan, pemantauan bencana, hingga surveilans. Dengan pangan 2 meter dan 3,3 meter kedua pesawatnya sudah memiliki sistem autopilot dan kemampuan jelajah terbang sesuai titik koordinat yang dipasangkan.

“Selama terbang akan mampu mengambil foto dan video yang akan dikirim pada ground control station. Bedanya Palapa S-1 mampu terbang 6 jam nonstop, palapa S-2 bisa terbang 10 jam nonstop," terangnya.

Untuk UAV S-1, kata Gesang sudah menggunakan telemetri wifi internet dengan jarak tempuh hingga 50 kilometer. Menurutnya, Palapa S-1 sebenarnya memiliki kemampuan daya terbang hingga 300 km namun komunikasi foto dan video terputus untuk jarak sejauh itu. Sedangkan pada Palapa S-2 menggunakan telemetri satelit sehingga memiliki kemampuan daya jangkauan tak terbatas.Baca juga: 20 Jurusan Sepi Peminat di UGM pada SNBT 2023, Nomor Berapa Pilihanmu?

Namun pesawat yang kedua ini, belum selesai dikembangkan. “Belum selesai, nantinya akan dilengkapi sistem autopilot dan sistem komunikasinya menggunakan telemetri satelit sehingga tak terbatas jangkauannya. Saat ini baru tahap fase membuat bodinya,” jelasnya.

Meski masih menggunakan tingkat komponen dalam negeri besar 25-30 persen namun Gesang optimis pengembangan pesawat tanpa awak di tanah air nantiya akan terus berkembang karena sangat diperlukan, selain untuk kepentingan militer namun juga bisa digunakan untuk kepentingan pemetaan, surveilans, dan pemantauan bencana bahkan untuk kepentingan pemeliharaan tanaman pertanian dan perkebunan. “Kita mendorong perkembangan industri komponen pesawat dan industri pembuatan bodi pesawat dari komposit,” tegasnya.

Harga


Gesang mengungkapkan, pesawat tanpa awak yang dikembangkannya harganya jauh lebih murah dibanding dengan pesawat UAV dari luar. Tidak hanya lebih murah, bahkan untuk pemeliharaan dan perawatan pesawat pun bisa dilakukan di dalam negeri.

“Harganya jauh lebih ekonomis, pesawat sekelas ini dijual di Indonesia bisa sampai Rp 3 miliar. Untuk pesawat kita harganya bisa di bawah Rp 1 miliar,” bebernya.

Penelitian selama 12 Tahun


Setelah 12 tahun mengembangkan pesawat tanpa awak, selain berhasil meraih Guru Besar, Gesang juga telah berhasil meraih dua paten terkait pencetakan komposit dengan batuan tekanan balon yang diberi nama Bladder Compression Moulding (BCM).

Ia menghimbau agar masyarakat dan pemerintah mau menggunakan produk produk hasil riset bangsa sendiri. Apabila kerja sama saling mendukung sudah berjalan dengan baik, maka konsep Invention, Application and Utilization (IAU) akan berjalan berkesinambungan sehingga industri manufaktur akan tumbuh dan berkembang di Indonesia.
(nnz)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1862 seconds (0.1#10.140)