Ini Maya Nabila, Wisudawan Doktor Termuda ITB dari Jurusan Matematika
loading...
A
A
A
Meski usianya terbilang muda di antara mahasiswa magister lainnya, Maya bersyukur mendapatkan circle pertemanan yang sangat mendukung.
“Pas juga pandemi waktu itu, ketemu teman-teman yang belajarnya di waktu sembarangan gitu. Kita bisa belajar kapan aja,” tutur Maya.
Adapun saat menjalani program doktoral, banyak hal berbeda. Maya hanya mengikuti satu kelas dan banyak melakukan riset secara mandiri. “Lanjut ke S-3, tidak ada mata kuliah yang masuk kelas, kecuali Filsafat Sains,” katanya.
Selain melakukan riset, Maya berkesempatan melakukan student exchange selama empat bulan di Technical University of Košice, Slovakia, melalui program PMDSU. Disertasinya seputar kombinatorika, khususnya Ramsey Graphs.
Baca juga: Berusia 19 Tahun, Giselle Hage Jadi Wisudawan Termuda ITS dengan IPK 3,71
“Yang saya kerjakan adalah untuk melihat bahwa dalam suatu struktur yang tak teratur selalu memuat ada struktur yang teratur,” terangnya.
Salah satu bentuk penerapan dari ilmu ini adalah party problem. Pada problem ini, dicari berapa banyak orang yang dibutuhkan sehingga diperoleh x orang yang saling kenal dan y orang yang saling tidak saling kenal dalam sebuah pesta.
Khawatir beasiswa PMSDU berakhir sebelum lulus adalah tantangan yang dialaminya selama menjalani pendidikannya di ITB.
Maya sempat menambah dua semester dari program PMSDU yang seharusnya. Selain itu, lambatnya progres dalam memperoleh hasil juga menjadi salah satu penyebab bertambahnya semester dalam studinya.
Ke depannya, Maya berencana untuk mengeksplor bidang matematika lebih luas lagi. “Saya terbuka dengan kesempatan yang ada, saya juga terbuka ke industri selain berkeinginan menjadi dosen atau pengajar,” tuturnya.
Terkait capaian yang diraihnya, ia mengaku, hal itu tidak terlepas dari rasa tanggung jawab, manajemen waktu, dan tidak membandingkan diri dengan orang lain, tetapi membandingkan diri sendiri saat ini dengan yang kemarin.
“Pas juga pandemi waktu itu, ketemu teman-teman yang belajarnya di waktu sembarangan gitu. Kita bisa belajar kapan aja,” tutur Maya.
Adapun saat menjalani program doktoral, banyak hal berbeda. Maya hanya mengikuti satu kelas dan banyak melakukan riset secara mandiri. “Lanjut ke S-3, tidak ada mata kuliah yang masuk kelas, kecuali Filsafat Sains,” katanya.
Riset dan Student Exchange
Selain melakukan riset, Maya berkesempatan melakukan student exchange selama empat bulan di Technical University of Košice, Slovakia, melalui program PMDSU. Disertasinya seputar kombinatorika, khususnya Ramsey Graphs.
Baca juga: Berusia 19 Tahun, Giselle Hage Jadi Wisudawan Termuda ITS dengan IPK 3,71
“Yang saya kerjakan adalah untuk melihat bahwa dalam suatu struktur yang tak teratur selalu memuat ada struktur yang teratur,” terangnya.
Salah satu bentuk penerapan dari ilmu ini adalah party problem. Pada problem ini, dicari berapa banyak orang yang dibutuhkan sehingga diperoleh x orang yang saling kenal dan y orang yang saling tidak saling kenal dalam sebuah pesta.
Khawatir beasiswa PMSDU berakhir sebelum lulus adalah tantangan yang dialaminya selama menjalani pendidikannya di ITB.
Maya sempat menambah dua semester dari program PMSDU yang seharusnya. Selain itu, lambatnya progres dalam memperoleh hasil juga menjadi salah satu penyebab bertambahnya semester dalam studinya.
Ingin Jadi Dosen
Ke depannya, Maya berencana untuk mengeksplor bidang matematika lebih luas lagi. “Saya terbuka dengan kesempatan yang ada, saya juga terbuka ke industri selain berkeinginan menjadi dosen atau pengajar,” tuturnya.
Terkait capaian yang diraihnya, ia mengaku, hal itu tidak terlepas dari rasa tanggung jawab, manajemen waktu, dan tidak membandingkan diri dengan orang lain, tetapi membandingkan diri sendiri saat ini dengan yang kemarin.
(nnz)