Mahasiswa ITS Sabet Emas Berkat RS Kontainer COVID-19
loading...
A
A
A
SURABAYA - Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil merancang rumah sakit kontainer pasien COVID-19 . Karya bertajuk Rancang Bangun Integrated Smart and Sustainable Container Hospital sebagai fasilitas karantina pasien COVID-19 membawa mereka menyabet Gold Medal pada kategori Physics and Engineering di ajang Young National Scientist Fair (YNSF) 2020.
Tim yang berasal dari Departemen Teknik Fisika ini beranggotakan Robert Ciputra Hermantara, Handy Suryowicaksono, Syaharussajali, Akbar Anugrah Putra, Aulia Rayimas Tinkar dan Bagas Hani Pradipta memberikan nuansa baru dalam penanganan COVID-19. Berangkat dari permasalahan bertambahnya jumlah orang yang terjangkit virus COVID-19 menyebabkan rumah sakit maupun fasilitas kesehatan mengalami kelebihan kapasitas. (Baca juga: Dirjen Dikti: Masih Ada Broken Link Antara Kampus dan Industri )
Ketua Tim Tiksna Falcata, Robert Ciputra Hermantara menuturkan, timnya melihat tempat penanganan pasien sudah over capacity. Dampaknya banyak pasien yang tidak tertangani dengan baik dan tingkat penularan virus juga semakin tinggi. “Kami menggunakan kontainer dengan memanfaatkan sifat portable-nya, sehingga mudah untuk dipindahkan dan dilengkapi fitur smart system,” katanya, Jumat (21/8/2020).
Ia melanjutkan, terdapat beberapa fitur untuk ruang isolasi dan juga pembatasan fisik di dalamnya yang tentunya sudah disesuaikan dengan standar dan protokol kesehatan dari Kementerian Kesehatan dan WHO, sehingga aman untuk digunakan sebagai fasilitas karantina. “Maka harapannya rumah sakit kontainer cerdas ini dapat menjadi solusi dari permasalahan yang ada,” ucapnya. (Baca juga: ITS Gandeng Industri Kembangkan Teknologi, Ini Capaiannya )
Rancangan rumah sakit kontainer yang juga mendapatkan MIICA Special Award Road to IIIC 2020 ini mempunyai desain rumah sakit berkapasitas 25 kontainer, dengan masing-masing kontainer terdiri dari dua ruang kamar pasien beserta toilet masing-masing, dan satu control room untuk tenaga medis memonitor kondisi pasien dan bangunan kontainer.
Robert menambahkan, adanya Human Machine Interface (HMI) yang ada di control room berfungsi bagi tenaga medis atau operator terkait untuk dapat melakukan pengendalian dan monitoring kondisi bangunan kontainer baik temperatur, kelembaban, pencahayaan, penggunaan energi, maupun monitoring kondisi pasien.
“Selain di ruang kontrol, pihak rumah sakit dapat melakukan monitoring kondisi bangunan dan info pasien melalui aplikasi yang dihubungkan secara langsung dengan gawai terkait.” kata mahasiswa yang juga menjadi anggota Tim Barunastra ITS ini.
Tak hanya itu, Robert juga menjelaskan kelebihan dari container hospital. Yaitu rancangan ini lebih concern ke pembatasan fisik dengan penggunaan isolation box dalam kamar pasien dan teknologi smart system yang mengandalkan sensor dan alat medis yang dipasang baik pada pasien maupun bangunan kontainer.
“Sehingga cukup mudah dalam melakukan pengawasan dan penanganan pasien melalui control room maupun aplikasi di gawai,” ungkapnya.
Namun Robert menyebutkan, ada beberapa kendala saat merancang container hospital ini. Salah satunya, tim sulit untuk berkomunikasi dan hanya mengandalkan aplikasi konferensi video saja karena kondisi pandemi saat ini. Untungnya, ada beberapa anggota yang kebetulan sedang di Surabaya dan bisa berkoordinasi secara langsung. “Paling sering secara keseluruhan kami tetap menggunakan sistem daring untuk berdiskusi,” jelasnya.
Untuk mengatasinya, lanjut Robert, timnya menerapkan sistem kerja yang terjadwal dan terbagi tiap minggunya. Selain itu juga dievaluasi tiap minggu. Jadi semacam logbook, sehingga semua anggota tim mengerti dan dapat melihat jobdesk apa saja yang akan dilakukan di minggu tersebut. “Juga dalam seminggu, kami melakukan 2-3 kali rapat untuk progres dan evaluasi progres,” ucapnya.
Tim yang berasal dari Departemen Teknik Fisika ini beranggotakan Robert Ciputra Hermantara, Handy Suryowicaksono, Syaharussajali, Akbar Anugrah Putra, Aulia Rayimas Tinkar dan Bagas Hani Pradipta memberikan nuansa baru dalam penanganan COVID-19. Berangkat dari permasalahan bertambahnya jumlah orang yang terjangkit virus COVID-19 menyebabkan rumah sakit maupun fasilitas kesehatan mengalami kelebihan kapasitas. (Baca juga: Dirjen Dikti: Masih Ada Broken Link Antara Kampus dan Industri )
Ketua Tim Tiksna Falcata, Robert Ciputra Hermantara menuturkan, timnya melihat tempat penanganan pasien sudah over capacity. Dampaknya banyak pasien yang tidak tertangani dengan baik dan tingkat penularan virus juga semakin tinggi. “Kami menggunakan kontainer dengan memanfaatkan sifat portable-nya, sehingga mudah untuk dipindahkan dan dilengkapi fitur smart system,” katanya, Jumat (21/8/2020).
Ia melanjutkan, terdapat beberapa fitur untuk ruang isolasi dan juga pembatasan fisik di dalamnya yang tentunya sudah disesuaikan dengan standar dan protokol kesehatan dari Kementerian Kesehatan dan WHO, sehingga aman untuk digunakan sebagai fasilitas karantina. “Maka harapannya rumah sakit kontainer cerdas ini dapat menjadi solusi dari permasalahan yang ada,” ucapnya. (Baca juga: ITS Gandeng Industri Kembangkan Teknologi, Ini Capaiannya )
Rancangan rumah sakit kontainer yang juga mendapatkan MIICA Special Award Road to IIIC 2020 ini mempunyai desain rumah sakit berkapasitas 25 kontainer, dengan masing-masing kontainer terdiri dari dua ruang kamar pasien beserta toilet masing-masing, dan satu control room untuk tenaga medis memonitor kondisi pasien dan bangunan kontainer.
Robert menambahkan, adanya Human Machine Interface (HMI) yang ada di control room berfungsi bagi tenaga medis atau operator terkait untuk dapat melakukan pengendalian dan monitoring kondisi bangunan kontainer baik temperatur, kelembaban, pencahayaan, penggunaan energi, maupun monitoring kondisi pasien.
“Selain di ruang kontrol, pihak rumah sakit dapat melakukan monitoring kondisi bangunan dan info pasien melalui aplikasi yang dihubungkan secara langsung dengan gawai terkait.” kata mahasiswa yang juga menjadi anggota Tim Barunastra ITS ini.
Tak hanya itu, Robert juga menjelaskan kelebihan dari container hospital. Yaitu rancangan ini lebih concern ke pembatasan fisik dengan penggunaan isolation box dalam kamar pasien dan teknologi smart system yang mengandalkan sensor dan alat medis yang dipasang baik pada pasien maupun bangunan kontainer.
“Sehingga cukup mudah dalam melakukan pengawasan dan penanganan pasien melalui control room maupun aplikasi di gawai,” ungkapnya.
Namun Robert menyebutkan, ada beberapa kendala saat merancang container hospital ini. Salah satunya, tim sulit untuk berkomunikasi dan hanya mengandalkan aplikasi konferensi video saja karena kondisi pandemi saat ini. Untungnya, ada beberapa anggota yang kebetulan sedang di Surabaya dan bisa berkoordinasi secara langsung. “Paling sering secara keseluruhan kami tetap menggunakan sistem daring untuk berdiskusi,” jelasnya.
Untuk mengatasinya, lanjut Robert, timnya menerapkan sistem kerja yang terjadwal dan terbagi tiap minggunya. Selain itu juga dievaluasi tiap minggu. Jadi semacam logbook, sehingga semua anggota tim mengerti dan dapat melihat jobdesk apa saja yang akan dilakukan di minggu tersebut. “Juga dalam seminggu, kami melakukan 2-3 kali rapat untuk progres dan evaluasi progres,” ucapnya.
(mpw)