Jelang Hari Kesaktian Pancasila, Ini Profil 10 Pahlawan Revolusi Korban Kekejaman PKI
loading...
A
A
A
Kariernya terus melesat. Tahun 1961, dia diserahi tugas sebagai Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat. Akan tetapi, Sutoyo yang menentang pembentukan angkatan kelima harus ikut gugur dalam peristiwa G30S PKI.
Katamso dilahirkan pada 5 Februari 1923 di Sragen, Jawa Tengah. Dia meninggal di usia 42 tahun. Pada masa pendudukan Jepang, dia mengikuti pendidikan militer pada PETA di Bogor. Kemudian diangkat menjadi Shodanco Peta di Solo.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, dia masuk TKR yang kemudian menjadi TNI. Dia terus berkiprah bersama militer Indonesia. Tahun 1958, Katamso dikirim ke Sumatera Barat untuk menumpas pemberontakan PRRl sebagai Komandan Batalion A Komando Operasi 17 Agustus.
Piere Tendean adalah yang termuda. Dia lahir pada 21 Februari 1939 di Jakarta dan meninggal pada usia 26 tahun. Pada April 1965, perwira muda ini diangkat sebagai ajudan Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Nasution. Ketika bertugas, Pierre Tendean tertangkap oleh kelompok G30S PKI. Dia pun mengaku sebagai A. H. Nasution,
Karel Satsuit Tubun dilahirkan di Tual, Maluku Tenggara pada 14 Oktober 1928. Dia tewas pada usia 37 tahun. Ketika meletus pemberontakan G30S PKI, dia termasuk salah seorang korban keganasan pemberontakan tersebut.
K. S. Tubun waktu itu sedang bertugas sebagai pengawal di kediaman Dr. Y. Leimena yang berdampingan dengan rumah Jenderal A. H. Nasution. K. S. Tubun melawan dan terjadi pergulatan dan akhirnya ditembak hingga gugur.
Sugiyono lahir pada 12 Agustus 1926 di Desa Gendaran, daerah Gunung Kidul, Yogyakarta. Dia meninggal pada usia 38 tahun. Pada masa pendudukan Jepang Sugiyono mendapat pendidikan militer pada Pembela Tanah Air (PETA). Kemudian, dia diangkat menjadi Budanco di Wonosari.
Pada 1 Oktober 1965 Sugiyono yang baru saja kembali dari Pekalongan ditangkap di Markas Korem 072 yang telah dikuasai gerombolan PKI. Dia dibunuh di Kentungan, sebelah Utara Yogyakarta dan jenazahnya ditemukan pada 22 Oktober 1965. Lalu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.
Lihat Juga: Riwayat Pendidikan DN Aidit, Khatam Alquran Sejak Kecil, Gandrung Marxisme Ketika Dewasa
7. Brigjen (Anumerta) Katamso
Katamso dilahirkan pada 5 Februari 1923 di Sragen, Jawa Tengah. Dia meninggal di usia 42 tahun. Pada masa pendudukan Jepang, dia mengikuti pendidikan militer pada PETA di Bogor. Kemudian diangkat menjadi Shodanco Peta di Solo.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, dia masuk TKR yang kemudian menjadi TNI. Dia terus berkiprah bersama militer Indonesia. Tahun 1958, Katamso dikirim ke Sumatera Barat untuk menumpas pemberontakan PRRl sebagai Komandan Batalion A Komando Operasi 17 Agustus.
8. Kapten (Anumerta) Pierre Tendean
Piere Tendean adalah yang termuda. Dia lahir pada 21 Februari 1939 di Jakarta dan meninggal pada usia 26 tahun. Pada April 1965, perwira muda ini diangkat sebagai ajudan Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Nasution. Ketika bertugas, Pierre Tendean tertangkap oleh kelompok G30S PKI. Dia pun mengaku sebagai A. H. Nasution,
9. A.I.P. II (Anumerta) K. S. Tubun
Karel Satsuit Tubun dilahirkan di Tual, Maluku Tenggara pada 14 Oktober 1928. Dia tewas pada usia 37 tahun. Ketika meletus pemberontakan G30S PKI, dia termasuk salah seorang korban keganasan pemberontakan tersebut.
K. S. Tubun waktu itu sedang bertugas sebagai pengawal di kediaman Dr. Y. Leimena yang berdampingan dengan rumah Jenderal A. H. Nasution. K. S. Tubun melawan dan terjadi pergulatan dan akhirnya ditembak hingga gugur.
10. Kolonel (Anumerta) Sugiyono
Sugiyono lahir pada 12 Agustus 1926 di Desa Gendaran, daerah Gunung Kidul, Yogyakarta. Dia meninggal pada usia 38 tahun. Pada masa pendudukan Jepang Sugiyono mendapat pendidikan militer pada Pembela Tanah Air (PETA). Kemudian, dia diangkat menjadi Budanco di Wonosari.
Pada 1 Oktober 1965 Sugiyono yang baru saja kembali dari Pekalongan ditangkap di Markas Korem 072 yang telah dikuasai gerombolan PKI. Dia dibunuh di Kentungan, sebelah Utara Yogyakarta dan jenazahnya ditemukan pada 22 Oktober 1965. Lalu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.
Lihat Juga: Riwayat Pendidikan DN Aidit, Khatam Alquran Sejak Kecil, Gandrung Marxisme Ketika Dewasa
(wyn)