Kritisi Merdeka Belajar 4 dan 5, FSGI: Terminologi Penggerak Berdampak Negatif ke Guru
loading...
A
A
A
JAKARTA - FSG I menyampaikan catatan terkait implementasi 26 episode Merdeka Belajar. Salah satu yang disorot adalah Merdeka Belajar Episode 4 dan 5 tentang Organisasi Penggerak dan Guru Penggerak.
Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo mengatakan, terminologi Penggerak berdampak negatif pada polarisasi guru di Indonesia.
"Belum pernah dalam sejarah dunia pendidikan Indonesia, profesi guru bisa terbelah seperti yang terjadi di era 5 tahun terakhir dengan sebutan Guru Penggerak dan Guru Biasa," katanya, melalui siaran pers, dikutip Rabu (23/10/2024).
Baca juga: 3 Alasan Nadiem Makarim Bubarkan BSNP yang Diketuai Prof Abdul Muti Tahun 2021
Dia melanjutkan, adanya Guru Penggerak dan guru biasa telah menimbulkan ketidakadilan dalam perlakuan kepada para pendidik.
"Guru Penggerak dikarbit dan mendapatkan perlakuan yang sangat istimewa. Mereka diberi banyak dana dan berprospek untuk dipromosikan menjadi kepala sekolah dan atau Pengawas Sekolah, Sedangkan guru biasa yang sudah bagus nyaris tidak terurus bahkan terpinggirkan," ungkapnya.
Baca juga: 26 Episode Merdeka Belajar Era Nadiem Makarim, Akankah Dilanjutkan oleh Menteri Baru?
Perpecahan sebutan kepada para guru ini, ujar Heru, tidak hanya berdampak pada moral dan semangat para guru, tetapi juga pada kualitas pendidikan di Indonesia.
"Guru biasa mungkin merasa kurang termotivasi untuk memberikan yang terbaik karena merasa tidak ada penghargaan atau pengakuan terhadap kerja keras mereka," ujarnya.
Fakta di lapangan, kata dia, sistem Pendidikan Guru Penggerak, baik yang sembilan bulan apalagi tiga bulan tidak dapat mengubah karakter guru dan tidak mampu memberikan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran.
Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo mengatakan, terminologi Penggerak berdampak negatif pada polarisasi guru di Indonesia.
"Belum pernah dalam sejarah dunia pendidikan Indonesia, profesi guru bisa terbelah seperti yang terjadi di era 5 tahun terakhir dengan sebutan Guru Penggerak dan Guru Biasa," katanya, melalui siaran pers, dikutip Rabu (23/10/2024).
Baca juga: 3 Alasan Nadiem Makarim Bubarkan BSNP yang Diketuai Prof Abdul Muti Tahun 2021
Dia melanjutkan, adanya Guru Penggerak dan guru biasa telah menimbulkan ketidakadilan dalam perlakuan kepada para pendidik.
"Guru Penggerak dikarbit dan mendapatkan perlakuan yang sangat istimewa. Mereka diberi banyak dana dan berprospek untuk dipromosikan menjadi kepala sekolah dan atau Pengawas Sekolah, Sedangkan guru biasa yang sudah bagus nyaris tidak terurus bahkan terpinggirkan," ungkapnya.
Baca juga: 26 Episode Merdeka Belajar Era Nadiem Makarim, Akankah Dilanjutkan oleh Menteri Baru?
Perpecahan sebutan kepada para guru ini, ujar Heru, tidak hanya berdampak pada moral dan semangat para guru, tetapi juga pada kualitas pendidikan di Indonesia.
"Guru biasa mungkin merasa kurang termotivasi untuk memberikan yang terbaik karena merasa tidak ada penghargaan atau pengakuan terhadap kerja keras mereka," ujarnya.
Fakta di lapangan, kata dia, sistem Pendidikan Guru Penggerak, baik yang sembilan bulan apalagi tiga bulan tidak dapat mengubah karakter guru dan tidak mampu memberikan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran.