Kritisi Merdeka Belajar 4 dan 5, FSGI: Terminologi Penggerak Berdampak Negatif ke Guru

Rabu, 23 Oktober 2024 - 16:05 WIB
loading...
Kritisi Merdeka Belajar...
FSGI menyoroti tentang Merdeka Belajar Episode 4 dan 5 tentang Organisasi Penggerak dan Guru Penggerak. Foto/Tanoto Foundation.
A A A
JAKARTA - FSG I menyampaikan catatan terkait implementasi 26 episode Merdeka Belajar. Salah satu yang disorot adalah Merdeka Belajar Episode 4 dan 5 tentang Organisasi Penggerak dan Guru Penggerak.

Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo mengatakan, terminologi Penggerak berdampak negatif pada polarisasi guru di Indonesia.

"Belum pernah dalam sejarah dunia pendidikan Indonesia, profesi guru bisa terbelah seperti yang terjadi di era 5 tahun terakhir dengan sebutan Guru Penggerak dan Guru Biasa," katanya, melalui siaran pers, dikutip Rabu (23/10/2024).

Baca juga: 3 Alasan Nadiem Makarim Bubarkan BSNP yang Diketuai Prof Abdul Muti Tahun 2021

Dia melanjutkan, adanya Guru Penggerak dan guru biasa telah menimbulkan ketidakadilan dalam perlakuan kepada para pendidik.

"Guru Penggerak dikarbit dan mendapatkan perlakuan yang sangat istimewa. Mereka diberi banyak dana dan berprospek untuk dipromosikan menjadi kepala sekolah dan atau Pengawas Sekolah, Sedangkan guru biasa yang sudah bagus nyaris tidak terurus bahkan terpinggirkan," ungkapnya.

Baca juga: 26 Episode Merdeka Belajar Era Nadiem Makarim, Akankah Dilanjutkan oleh Menteri Baru?

Perpecahan sebutan kepada para guru ini, ujar Heru, tidak hanya berdampak pada moral dan semangat para guru, tetapi juga pada kualitas pendidikan di Indonesia.

"Guru biasa mungkin merasa kurang termotivasi untuk memberikan yang terbaik karena merasa tidak ada penghargaan atau pengakuan terhadap kerja keras mereka," ujarnya.

Fakta di lapangan, kata dia, sistem Pendidikan Guru Penggerak, baik yang sembilan bulan apalagi tiga bulan tidak dapat mengubah karakter guru dan tidak mampu memberikan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran.

"Kalapun ada guru penggerak yang bagus sebenarnya adalah guru-guru yang memang sudah bagus dari sebelum menjadi guru penggerak, jadi bukan merupakan hasil Pendidikan guru penggeraknya," tuturnya.

Baca juga: Bagaimana Nasib Program Merdeka Belajar Usai Nadiem Tak Jadi Mendikbudristek?

Hal ini juga diperparah oleh kecenderungan kementerian yang selalu melakukan klaim keberhasilan program berdasarkan data online terkait jumlah guru penggerak, bukan pada evaluasi tentang seberapa besar dampak baik dari keberadaan guru penggerak bagi siswa atau sekolahnya.

Sebelumnya diberitakan, Nadiem Anwar Makarim, Mendikbudristek periode 2014-2024 mengatakan, kebijakan Merdeka Belajar yang bergulir sejak 2020 menjadi tonggak utama yang mendasari langkah Kemendikbudristek untuk meningkatkan kualitas pedidikan di Indonesia.

Kebijakan ini sejalan dengan prinsip pendidikan Ki Hajar Dewantara yang berpusat pada anak dan mengutamakan penguatan karakter serta nilai-nilai kebinekaan.

Selain itu, upaya memperkuat akses pendidikan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu juga terus diutamakan, dengan pemanfaatan teknologi untuk mempercepat pencapaian target-target pembangunan pendidikan.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, menyampaikan apresiasi kepada Nadiem Makarim dan jajaran Kemendikbudristek yang telah bekerja keras untuk memajukan pendidikan nasional melalui berbagai gagasannya.

“Kita akan melestarikan dan menjaga hal-hal baik yang sudah ada selama ini dan menggagas hal baru untuk kemajuan pendidikan nasional pada masa mendatang,” ujarnya.
(nnz)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1167 seconds (0.1#10.140)