Mirisnya Nasib 900 Ribu Guru Honorer Bergaji Ratusan Ribu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi X DPR Ledia Hanifa Amaliah menyoroti banyaknya jenis bantuan sosial yang digelontorkan pemerintah. Pemerintah menggelontorkan bantuan untuk masyarakat yang terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), bantuan bagi para pengusaha mikro, kecil juga ultra mikro hingga subsidi bagi para karyawan bergaji di bawah Rp5 juta.
Ledia pun mempertanyakan nasib guru honorer yang mayoritas bergaji sangat kecil yang justru tidak termasuk dalam cakupan klasifikasi penerima bantuan sosial. "Coba kita tengok bagaimana nasib para guru honorer, baik di sekolah negeri apalagi swasta, dari jenjang PAUD sampai SMA/SMK, mereka sampai saat ini sama sekali tidak mendapatkan bansos yang secara eksplisit teranggarkan bagi mereka," kata Ledia dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (29/8). (Baca juga: Rekomendasi KPAI Sebelum Sekolah Lakukan Pembelajaran Tatap Muka )
Ia mengungkapkan, ada sekitar 900 ribu guru honorer di seluruh Indonesia yang tersebar di sekolah negeri dan swasta. Rata-rata, mereka hanya mendapatkan gaji ratusan ribu.
Bahkan, ia menambahkan, ada yang hanya mendapatkan gaji di bawah Rp500 ribu per bulan untuk masa bakti lebih 10 tahun. "Bagi mereka bansos sebesar Rp600 per bulan sebagaimana yang diperoleh para karyawan bergaji di bawah Rp5 juta, misalnya, jelas akan membantu kehidupan mereka. Namun sekali lagi, sayangnya berbagai bantuan sosial ini tidak ada yang teranggarkan bagi mereka," kata dia. (Baca juga: Bantuan Kuota Data Siswa, Sekolah Harus Data No HP Siswa )
Ledia memahami kepentingan pengganggaran bansos, yakni merosotnya daya beli masyarakat pada masa pandemi. Kendati demikian, ia berharap segala bentuk belanja bantuan sosial tersebut tetap harus tepat sasaran.
"Selama ini kan yang dapat itu adalah masyarakat yang masuk dalam data DTKS, sementara kita tahu bahwa data DTKS itu sendiri banyak yang tidak valid. Maka pemutakhiran data pun menjadi satu hal yang krusial termasuk bagaimana pemerintah harus membuat cakupan klasifikasi yang lebih tepat sasaran agar semua masyarakat yang memenuhi syarat, termasuk di dalamnya adalah para guru honorer bisa merasakan manfaatnya," ucapnya.
Ledia pun mempertanyakan nasib guru honorer yang mayoritas bergaji sangat kecil yang justru tidak termasuk dalam cakupan klasifikasi penerima bantuan sosial. "Coba kita tengok bagaimana nasib para guru honorer, baik di sekolah negeri apalagi swasta, dari jenjang PAUD sampai SMA/SMK, mereka sampai saat ini sama sekali tidak mendapatkan bansos yang secara eksplisit teranggarkan bagi mereka," kata Ledia dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (29/8). (Baca juga: Rekomendasi KPAI Sebelum Sekolah Lakukan Pembelajaran Tatap Muka )
Ia mengungkapkan, ada sekitar 900 ribu guru honorer di seluruh Indonesia yang tersebar di sekolah negeri dan swasta. Rata-rata, mereka hanya mendapatkan gaji ratusan ribu.
Bahkan, ia menambahkan, ada yang hanya mendapatkan gaji di bawah Rp500 ribu per bulan untuk masa bakti lebih 10 tahun. "Bagi mereka bansos sebesar Rp600 per bulan sebagaimana yang diperoleh para karyawan bergaji di bawah Rp5 juta, misalnya, jelas akan membantu kehidupan mereka. Namun sekali lagi, sayangnya berbagai bantuan sosial ini tidak ada yang teranggarkan bagi mereka," kata dia. (Baca juga: Bantuan Kuota Data Siswa, Sekolah Harus Data No HP Siswa )
Ledia memahami kepentingan pengganggaran bansos, yakni merosotnya daya beli masyarakat pada masa pandemi. Kendati demikian, ia berharap segala bentuk belanja bantuan sosial tersebut tetap harus tepat sasaran.
"Selama ini kan yang dapat itu adalah masyarakat yang masuk dalam data DTKS, sementara kita tahu bahwa data DTKS itu sendiri banyak yang tidak valid. Maka pemutakhiran data pun menjadi satu hal yang krusial termasuk bagaimana pemerintah harus membuat cakupan klasifikasi yang lebih tepat sasaran agar semua masyarakat yang memenuhi syarat, termasuk di dalamnya adalah para guru honorer bisa merasakan manfaatnya," ucapnya.
(mpw)