Unika Atma Jaya Gelar Konferensi Internasional Bahas Solusi Ramah Lingkungan Industri Tekstil
loading...

Unika Atma Jaya sukses menggelar International Conference of The German-Indonesia, ENA-Tex Project. Foto/UAJ.
A
A
A
JAKARTA - Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya sukses menggelar International Conference of The German-Indonesia, ENA-Tex Project. Konferensi ini diselenggarakan dalam rangka penutupan projek dengan presentasi hasil dan mendiskusikan antara industri tekstil dan komunitas akademik.
Bagaimana industri tekstil di Indonesia bisa berproduksi secara berkelanjutan? Mitra Indonesia dan Jerman dalam proyek BMBF EnaTex mengembangkan pendekatan baru dan mengoptimalkan proses untuk menjawab pertanyaan ini.
Dengan luaran: hingga 40 persen energi dapat dihemat di masa depan melalui berbagai tindakan, seperti persiapan penyempurnaan, pewarnaan, dan penyelesaian akhir.
"Banyak negara kini menerapkan tarif tinggi untuk bahan bakar fosil sebagai respons terhadap isu perubahan iklim. Di Eropa, produk berbasis bahan bakar fosil dikenakan biaya lebih mahal, sementara industri tekstil global mulai menutut rantai pasokan yang bebas karbon. Karena itu, industri Tekstil dan Garmen di Indonesia perlu bersiap mengadopsi regulasi seperti European Green Deal," ungkap Dr. Juliana Murniati, Unika Atma Jaya, melalui siaran pers, Minggu (16/2/2025).
Lebih lanjut, Murni juga menjelaskan bahwa elama empat tahun, proyek EnaTex mengkaji peluang yang tersedia bagi perusahaan industri tekstil Indonesia untuk menghemat energi fosil, sehingga dapat terus bertahan di pasar global.
EnaTex didanai oleh Kementerian Pendidikan dan riset Jerman dengan dua perguruan tinggi di Indonesia yang menjadi anggota konsorsium ini, yakni Unika Atma Jaya, Jakarta dan Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung.
Begitu pula SriTex dan Harapan Kurnia selaku mitra industri sebagai mitra dalam proyek ini. Konsorsium Jerman terdiri dari lembaga penelitian IZES, University of Applied Sciences, Niederrhein, perusahaan Brückner Trockentechnik GmbH & Co. KG dan Sunfarming.
Proyek ini mampu menentukan pengukuran jangka pendek, menengah, dan panjang untuk meminimalkan penggunaan bahan bakar fosil. Misalnya, bahan kimia fungsional dapat diaplikasikan dengan bantuan aplikasi minimal pada satu sisi dan dengan cairan sesedikit mungkin.
Hal ini dapat secara drastis mengurangi proses pengeringan selanjutnya dan menghasilkan penghematan energi hingga 40 persen. Selain itu, penerapan minimal juga berarti menggunakan sistem pewarna untuk mewarnai selulosa yang memiliki tingkat fiksasi jauh lebih tinggi.
Hal ini memungkinkan konsentrasi rendaman pewarna serta jumlah dan suhu rendaman pembilas (dan juga jumlah air limbah) jauh lebih rendah, dapat menghemat sejumlah besar energi, dan terutama dengan warna gelap, hingga 25 persen emisi karbon dioksida per kg tekstil.
Penyediaan energi untuk mengeringkan tekstil, yang saat ini sebagian besar berbahan dasar lignit dalam negeri, disediakan oleh uap jenuh dan minyak perpindahan panas pada suhu hingga 230 °C untuk proses seperti pencucian, pemutihan, pengeringan, dan pengikatan melalui boiler pemanas sentral.
Bagaimana industri tekstil di Indonesia bisa berproduksi secara berkelanjutan? Mitra Indonesia dan Jerman dalam proyek BMBF EnaTex mengembangkan pendekatan baru dan mengoptimalkan proses untuk menjawab pertanyaan ini.
Dengan luaran: hingga 40 persen energi dapat dihemat di masa depan melalui berbagai tindakan, seperti persiapan penyempurnaan, pewarnaan, dan penyelesaian akhir.
"Banyak negara kini menerapkan tarif tinggi untuk bahan bakar fosil sebagai respons terhadap isu perubahan iklim. Di Eropa, produk berbasis bahan bakar fosil dikenakan biaya lebih mahal, sementara industri tekstil global mulai menutut rantai pasokan yang bebas karbon. Karena itu, industri Tekstil dan Garmen di Indonesia perlu bersiap mengadopsi regulasi seperti European Green Deal," ungkap Dr. Juliana Murniati, Unika Atma Jaya, melalui siaran pers, Minggu (16/2/2025).
Lebih lanjut, Murni juga menjelaskan bahwa elama empat tahun, proyek EnaTex mengkaji peluang yang tersedia bagi perusahaan industri tekstil Indonesia untuk menghemat energi fosil, sehingga dapat terus bertahan di pasar global.
EnaTex didanai oleh Kementerian Pendidikan dan riset Jerman dengan dua perguruan tinggi di Indonesia yang menjadi anggota konsorsium ini, yakni Unika Atma Jaya, Jakarta dan Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung.
Begitu pula SriTex dan Harapan Kurnia selaku mitra industri sebagai mitra dalam proyek ini. Konsorsium Jerman terdiri dari lembaga penelitian IZES, University of Applied Sciences, Niederrhein, perusahaan Brückner Trockentechnik GmbH & Co. KG dan Sunfarming.
Proyek ini mampu menentukan pengukuran jangka pendek, menengah, dan panjang untuk meminimalkan penggunaan bahan bakar fosil. Misalnya, bahan kimia fungsional dapat diaplikasikan dengan bantuan aplikasi minimal pada satu sisi dan dengan cairan sesedikit mungkin.
Hal ini dapat secara drastis mengurangi proses pengeringan selanjutnya dan menghasilkan penghematan energi hingga 40 persen. Selain itu, penerapan minimal juga berarti menggunakan sistem pewarna untuk mewarnai selulosa yang memiliki tingkat fiksasi jauh lebih tinggi.
Hal ini memungkinkan konsentrasi rendaman pewarna serta jumlah dan suhu rendaman pembilas (dan juga jumlah air limbah) jauh lebih rendah, dapat menghemat sejumlah besar energi, dan terutama dengan warna gelap, hingga 25 persen emisi karbon dioksida per kg tekstil.
Penyediaan energi untuk mengeringkan tekstil, yang saat ini sebagian besar berbahan dasar lignit dalam negeri, disediakan oleh uap jenuh dan minyak perpindahan panas pada suhu hingga 230 °C untuk proses seperti pencucian, pemutihan, pengeringan, dan pengikatan melalui boiler pemanas sentral.
Lihat Juga :