Sebulan Rp250 Ribu, Gaji Guru Honorer Kemenag akan Ditinjau Ulang

Senin, 07 September 2020 - 01:05 WIB
loading...
Sebulan Rp250 Ribu,...
Pramesti Utami, Guru honorer di Kecamatan Semin, Gunungkidul, mengajar siswanya yang tidak memiliki gawai dan kuota internet. Foto/Dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kesejahteraan guru honorer Kementerian Agama (Kemenag) sampai saat ini dinilai masih jauh di bawah harapan. Di sisi lain, nasib guru agama dan guru madrasah non-PNS di Kemenag memang masih menjadi masalah yang tak mudah dipecahkan.

"Banyaknya guru honorer yang belum disertifikasi tidak sebanding dengan kuota pengangkatan per tahun. Bila tidak ada lompatan, akan banyak guru-guru yang tak pernah merasakan sertifikasi sampai pensiun," kata Dirjen Pendidikan Islam, Kemenag, Ali Rhamdani seperti dikutip dari laman Kemenag, Minggu, (6/9/2020). (Baca juga: Gaji Rp150.000, Guru Honorer Ini Rela Ngajar Keliling ke Rumah Siswa )

Padahal, kata Ali, guru honorer mendapat beban tugas yang sama dengan guru PNS. Mereka mengajar dengan jumlah jam yang sama tingginya, namun kesejahteraannya jauh di bawah PNS.

Sampai saat ini, guru honorer nonsertifikasi dan nonpenyesuaian (inpassing) hanya mendapat gaji dari pemerintah sebesar Rp250 ribu per bulan dan sedikit tambahan insentif dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Hal itu masih dirasakan tidak adil bagi guru-guru honorer. Angka ini, kata Ali, memang sifatnya sebagai pendukung saja, bukan tarif dasar. Namun harus diakui itu masih jauh di bawah garis kebutuhan hidup saat ini. (Baca juga: Mas Menteri, Ada 1,5 Juta Guru Honorer Belum Tersentuh Bantuan )

Untuk itu Ali mengatakan, ke depan pihaknya akan meninjau ulang permasalahan ini agar dapat dicarikan solusi yang terbaik. Penghargaan kepada guru itu penting sebagai cara pemerintah menghargai karya bhakti anak bangsa.

"Memang salah satu tujuan acara evaluasi adalah mencari titik kekurangan untuk diperbaiki. Keluhan-keluhan guru akan kita tangkap betul dan kami respek terhadap persoalan ini," tegasnya.

Pada kesempatan yang sama, Staff Ahli Menteri Agama Kevin Haikal mengungkapkan, pada masa pandemi ini kesulitan guru menjadi meningkat. Tentang pembelajaran jarak jauh, ia melihat banyak kendala di lapangan.

"Ada yang melapor ke Saya, sebagian guru di desa-desa ada harus berkeliling ke rumah-rumah sebagian siswanya karena sekeluarga tidak ada yang memiliki ponsel," katanya. (Baca juga: Kedepankan Ilmu, Santri Diminta Responsif Perubahan Sosial Keagamaan )

Dengan cara jemput bola seperti itu, pastinya energinya akan sangat besar dan biayanya pasti akan meningkat. Ia ingin memastikan, negara hadir pada saat seperti itu.

"Tunjangan profesi guru sebenarnya salah satu bentuk kehadiran negara walaupun jumlahnya belum sesuai harapan," katanya.

Saat ini, kuota sertifikasi setiap tahun adalah 10 ribu orang. Bila saat ini terdapat 400 ribu guru honorer yang belum disertifikasi, maka diperlukan waktu 40 tahun lagi mengentaskan mereka semua. Itupun jumlahnya segera bertambah lagi.

Terdapat tiga kategori tunjangan guru bukan PNS. Pertama, guru Non-PNS yang sudah sertifikasi dan juga sudah inpassing (penyesuaian). Mereka mendapat hak tunjangannya sebagaimana guru PNS.

Kedua, guru non-PNS yang belum sertifikasi tetapi sudah inpassing. Mereka mendapat tunjangan sebesar Rp1,5 juta per bulan dan honor kelebihan jam mengajar.

Ketiga, guru yang belum sertifikasi dan belum inpassing. Mereka mendapat insentif sebesar Rp250 ribu per bulan, dan honor tenaga mengajar yang bersumber dari dana BOS.
(mpw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1255 seconds (0.1#10.140)