Dosen IPB University Kembangkan Kit Diagnostik Alzheimer
loading...
A
A
A
BOGOR - Dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) tengah mengembangkan sebuah alat untuk mendiagnosa secara dini kemunculan penyakit Alzheimer. Inovasi ini menjadi penting karena selama ini kit tersebut harus didatangkan secara impor.
Dosen IPB University, dari Divisi Farmakologi dan Toksikologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Dr drh Huda S Darusman mengatakan, secara ekonomi, kit ini memiliki nilai komersial yang sangat tinggi. "Sebab selama ini, kit komersial yang tersedia, didatangkan via impor sehingga sulit terjangkau dan membutuhkan waktu cukup lama dalam perolehannya dan secara komersial bernilai tinggi,” katanya melalui siaran pers, Kamis (17/9). (Baca juga: Dosen IPB University Ciptakan Semir untuk Tanaman Hias )
Pengembangan kit diagnostik Alzheimer berbasis Enzyme Linked Immunoassay (Elisa) dalam negeri berpotensi memberikan manfaat baik secara saintifik maupun ekonomi. Protein amyloid beta 42 (Aβ42) sebagai bahan untuk pembuatan alat diagnostik penyakit Alzheimer di manusia merupakan upaya yang strategis dikembangkan sebagai upaya penunjang diagnostik berupa uji penapisan terhadap marka yang merupakan penanda dini penyakit Alzheimer tersebut.
Penapisan berbasis pendeteksian peptida atau protein ini dapat dilaksanakan secara efektif dan akurat melalui teknik immunoassay atau dikenal dengan Elisa. Teknik ini mengoptimalkan bahan antibodi spesifik atau antibodi monoklonal terhadap peptida Aβ42 tersebut. (Baca juga: Sinergikan PT dan Industri, Kemendikbud Minta Dukungan Diaspora )
Kepala Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) IPB University ini mengatakan, penelitian ini dikembangkan melalui tahapan produksi monoklonal antibodi terhadap amiloid, purifikasi, konjugasi, dan selanjutnya akan diaplikasikan pada teknik ELISA untuk mendeteksi kadar amiloid pada monyet ekor panjang.
“Setelah itu dilakukan validasi dan verifikasi hasil dengan membandingkannya terhadap kit komersial. Kit yang kami hasilkan juga akan divalidasi untuk mendeteksi kadar amyloid pada sampel manusia. Sehingga harapan kami untuk kit ini benar-benar dapat memberikan solusi riil untuk pengembangan penapisan Alzheimer,” jelasnya.
Tingkat kesiapan teknologi dari penelitian ini adalah pada tingkat 5 dan 6 di akhir penelitian atau tahun ke-3 penelitian. Pada tahun terakhir penelitian juga diharapkan prototype antibodi monoklonal Aβ42 sebagai kandidat imunoterapi ini akan diujicobakan pada sampel primata dan terhadap sampel manusia. Yaitu pasien yang memiliki latar belakang penyakit Alzheimer dan akumulasi peptida Aβ42.
PSSP IPB University akan bekerja sama dengan Rumah Sakit atau Lembaga Kesehatan terkait untuk mendapatkan sampel uji asal manusia dan melakukan pengujian sesuai kaidah etika penelitian.
Melalui tahapan ini didapatkan data potensi dasar dari antibodi monoklonal terhadap peptida Aβ42 tersebut. Data tersebut dapat disusun untuk dipresentasikan pada forum ilmiah nasional dan atau berpotensi sebagai bahan publikasi ilmiah di jurnal bereputasi internasional.
Dengan demikian, lanjutnya, kit diagnosis ini dapat bersaing dengan kit impor yang tersedia sekarang ini hingga dapat menggantikan kit komersial yang ada sekarang ini sehingga manfaat secara ekonomi benar-benar terwujud. Selain itu, harapannya dari kit ini juga dapat menyumbangkan salah satu kemandirian bangsa dalam penelitian kesehatan, khususnya penyediaan bahan uji biologis untuk penelitian neurosains dan penyakit degeneratif.
Dosen IPB University, dari Divisi Farmakologi dan Toksikologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Dr drh Huda S Darusman mengatakan, secara ekonomi, kit ini memiliki nilai komersial yang sangat tinggi. "Sebab selama ini, kit komersial yang tersedia, didatangkan via impor sehingga sulit terjangkau dan membutuhkan waktu cukup lama dalam perolehannya dan secara komersial bernilai tinggi,” katanya melalui siaran pers, Kamis (17/9). (Baca juga: Dosen IPB University Ciptakan Semir untuk Tanaman Hias )
Pengembangan kit diagnostik Alzheimer berbasis Enzyme Linked Immunoassay (Elisa) dalam negeri berpotensi memberikan manfaat baik secara saintifik maupun ekonomi. Protein amyloid beta 42 (Aβ42) sebagai bahan untuk pembuatan alat diagnostik penyakit Alzheimer di manusia merupakan upaya yang strategis dikembangkan sebagai upaya penunjang diagnostik berupa uji penapisan terhadap marka yang merupakan penanda dini penyakit Alzheimer tersebut.
Penapisan berbasis pendeteksian peptida atau protein ini dapat dilaksanakan secara efektif dan akurat melalui teknik immunoassay atau dikenal dengan Elisa. Teknik ini mengoptimalkan bahan antibodi spesifik atau antibodi monoklonal terhadap peptida Aβ42 tersebut. (Baca juga: Sinergikan PT dan Industri, Kemendikbud Minta Dukungan Diaspora )
Kepala Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) IPB University ini mengatakan, penelitian ini dikembangkan melalui tahapan produksi monoklonal antibodi terhadap amiloid, purifikasi, konjugasi, dan selanjutnya akan diaplikasikan pada teknik ELISA untuk mendeteksi kadar amiloid pada monyet ekor panjang.
“Setelah itu dilakukan validasi dan verifikasi hasil dengan membandingkannya terhadap kit komersial. Kit yang kami hasilkan juga akan divalidasi untuk mendeteksi kadar amyloid pada sampel manusia. Sehingga harapan kami untuk kit ini benar-benar dapat memberikan solusi riil untuk pengembangan penapisan Alzheimer,” jelasnya.
Tingkat kesiapan teknologi dari penelitian ini adalah pada tingkat 5 dan 6 di akhir penelitian atau tahun ke-3 penelitian. Pada tahun terakhir penelitian juga diharapkan prototype antibodi monoklonal Aβ42 sebagai kandidat imunoterapi ini akan diujicobakan pada sampel primata dan terhadap sampel manusia. Yaitu pasien yang memiliki latar belakang penyakit Alzheimer dan akumulasi peptida Aβ42.
PSSP IPB University akan bekerja sama dengan Rumah Sakit atau Lembaga Kesehatan terkait untuk mendapatkan sampel uji asal manusia dan melakukan pengujian sesuai kaidah etika penelitian.
Melalui tahapan ini didapatkan data potensi dasar dari antibodi monoklonal terhadap peptida Aβ42 tersebut. Data tersebut dapat disusun untuk dipresentasikan pada forum ilmiah nasional dan atau berpotensi sebagai bahan publikasi ilmiah di jurnal bereputasi internasional.
Dengan demikian, lanjutnya, kit diagnosis ini dapat bersaing dengan kit impor yang tersedia sekarang ini hingga dapat menggantikan kit komersial yang ada sekarang ini sehingga manfaat secara ekonomi benar-benar terwujud. Selain itu, harapannya dari kit ini juga dapat menyumbangkan salah satu kemandirian bangsa dalam penelitian kesehatan, khususnya penyediaan bahan uji biologis untuk penelitian neurosains dan penyakit degeneratif.
(mpw)