Ini Penjelasan Pakar Kesehatan UI Kenapa COVID-19 Indonesia Belum Terkendali
loading...
A
A
A
JAKARTA - Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) menggelar seminar bertajuk “Belum Terkendalinya Wabah COVID-19 dan Apa yang Harus Dilakukan?” pada akhir pekan. Seminar ini terselenggara dalam rangka merespons perkembangan pandemi COVID-19 di Indonesia yang masih terus meningkat.
Kegiatan seminar menghadirkan dua pembicara ahli di bidang kesehatan masyarakat yaitu Dosen departemen Biostatistika dan Kependudukan FKM UI dr. Iwan Ariawan dan Guru Besar Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM UI Prof. dr. Ascobat Gani.
Dalam paparannya, dr.Iwan menjelaskan, dengan memantau data terakhir pada kurva epidemi berdasarkan onset hingga 24 September 2020, situasi pandemi COVID-19 di Indonesia masih belum menunjukkan tanda-tanda penurunan bahkan gelombang pertama masih terus berlangsung dan belum selesai. (Baca juga: Milad Ke-69, Rektor UIN Yogya Ajak Civitas Teladani Sunan Kalijaga )
Menurutnya, cara paling tepat untuk mengendalikan kondisi saat ini adalah dengan melakukan PSBB yang lebih ketat. PSBB ketat mampu menurunkan risiko penularan COVID-19 hingga 50 persen. Namun, pada saat Jakarta berada pada kondisi PSBB transisi, kasus COVID-19 kembali naik.
"Hal ini disebabkan oleh perbedaan aktivitas penduduk yang dilakukan saat PSBB ketat dan PSBB transisi. Dengan PSBB ketat tentu dapat mengendalikan kasus COVID-19 yang ada di Jakarta meski tetap menunjukkan kasus baru per harinya,” ujar dr. Iwan.
dr. Iwan juga menguraikan bahwa PSBB dapat berdampak dan bermanfaat apabila perilaku 3M (mencuci tangan dengan sabun, memakai masker dan menjaga jarak), dan TLI (Tes, Lacak, dan Isolasi) senantiasa dilakukan. (Baca juga: Edukasi Minim, Ini Penjelasan Ahli soal Gempa Kuat di Zona Megathrust )
“Berdasarkan penelitian, perilaku 3M terbukti dapat mencegah dan menurunkan risiko hingga di atas 50 persen, dengan catatan, perilaku 3M dilakukan dengan ketentuan dan berdasarkan pedoman yang benar. Sementara itu, tindakan TLI atau Tes, Lacak, dan Isolasi dapat bermanfaat jika dilakukan tak hanya mengejar banyaknya jumlah tes tetapi dengan memperhatikan cara yang benar dan tepat sasaran,” terangnya.
Pada kesempatan yang sama, Prof. Ascobat juga menyatakan bahwa kondisi pandemi COVID-19 di Indonesia masih belum terkendali. “Strategi umum yang dapat dilakukan dalam menghadapi kondisi pandemi seperti saat ini adalah dengan melakukan 3T, yaitu Testing, Tracing, dan Treatment. Namun, pendekatan strategi lain yang tak boleh ditinggalkan adalah dengan melakukan strategi Prevent, di antaranya dengan melakukan pencegahan melalui penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Germas, Jaga Jarak, hingga pelaksanaan karantina,” ujar Prof. Ascobat.
Lebih lanjut, Prof. Ascobat menyebutkan bahwa dari hasil testing yang dilakukan, maka positivity rate Indonesia berada pada angka 14,3 persen, yang artinya setiap kerumunan sekitar 100 orang terdapat sekitar 15 orang yang dapat menularkan virus. (Baca juga: UGM Ciptakan GeNose, Alat Deteksi COVID-19 Kurang dari 2 Menit )
“Namun, pelaksanaan testing atau surveilans harian sebagai proses deteksi di Indonesia juga masih mengalami masalah. Testing di Indonesia ada pada angka lebih kurang 21 ribu orang rata-rata per harinya atau 165 ribu per minggunya, sedangkan jika melihat dari rekomendasi WHO adalah pada angka 267 ribu orang per minggunya,” ujarnya.
Tak hanya berbicara mengenai kapasitas sistem kesehatan, Prof. Ascobat menjelaskan bahwa penduduk maupun pemerintah memiliki hak dan kewajiban masing-masing pada situasi pandemi saat ini. Penduduk berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dengan kewajiban memelihara kesehatan dan kesehatan lingkungan. Di sisi lain, pemerintah berhak untuk membuat dan melakukan penegakan peraturan tersebut dengan tidak lupa berkewajiban untuk memperhatikan kesehatan masyarakat dan mengendalikan wabah serta memberikan bantuan sosial akibat kebijakan dalam rangka mencegah penyebaran penyakit di saat pandemi COVID-19 ini.
“Dalam menangani situasi wabah saat ini, Indonesia bisa mengacu pada pedoman kapasitas sistem kesehatan IHR (International Health Regulation, WHO) 8 Core Capacities dengan didukung pembiayaan APBN dan APBD, penguatan Dinas Kesehatan, dan penguatan pelaksanaan pelayanan primer dan rujukan baik darurat maupun intensif dalam menyiapkan kapasitas kesehatan,” kata dia.
IHR 8 Core Capacities yang dimaksud meliputi poin legislasi dan kebijakan, koordinasi, surveilans, respons, kesiapsiagaan, komunikasi risiko, sumber daya manusia tenaga kesehatan, dan ketersediaan laboratorium. Lebih lanjut, Prof. Ascobat mengungkapkan bahwa dalam menyiapkan kapasitas sistem kesehatan harus dilakukan dengan pendekatan lintas sektor dengan menekankan pada sektor kesehatan masyarakat, manajemen kedaruratan, pengendalian perbatasan, pelabuhan, bandara, dan imigrasi, serta sektor transportasi.
Seminar online ini dibuka secara langsung oleh PJ Dekan FKM UI, Dr. dr. Sabarinah Prasetyo. Dalam sambutannya, Dr. Sabarinah mengungkapkan, “Melalui seminar online ini, FKM UI berupaya untuk membantu percepatan penanganan pandemi COVID-19. Seminar online FKM UI seri ke-29 ini berfokus pada apa saja yang menyebabkan belum terkendalinya wabah COVID-19 dan untuk menjawab mengapa sampai saat ini Indonesia masih belum berhasil dalam penanganan COVID-19. Harapannya, lewat seminar ini FKM UI dapat membantu mengedukasi tak hanya bagi para peserta seminar tetapi secara luas kepada masyarakat mengenai kondisi pandemi saat ini,” kata Dr. Sabarinah.
Kegiatan seminar menghadirkan dua pembicara ahli di bidang kesehatan masyarakat yaitu Dosen departemen Biostatistika dan Kependudukan FKM UI dr. Iwan Ariawan dan Guru Besar Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM UI Prof. dr. Ascobat Gani.
Dalam paparannya, dr.Iwan menjelaskan, dengan memantau data terakhir pada kurva epidemi berdasarkan onset hingga 24 September 2020, situasi pandemi COVID-19 di Indonesia masih belum menunjukkan tanda-tanda penurunan bahkan gelombang pertama masih terus berlangsung dan belum selesai. (Baca juga: Milad Ke-69, Rektor UIN Yogya Ajak Civitas Teladani Sunan Kalijaga )
Menurutnya, cara paling tepat untuk mengendalikan kondisi saat ini adalah dengan melakukan PSBB yang lebih ketat. PSBB ketat mampu menurunkan risiko penularan COVID-19 hingga 50 persen. Namun, pada saat Jakarta berada pada kondisi PSBB transisi, kasus COVID-19 kembali naik.
"Hal ini disebabkan oleh perbedaan aktivitas penduduk yang dilakukan saat PSBB ketat dan PSBB transisi. Dengan PSBB ketat tentu dapat mengendalikan kasus COVID-19 yang ada di Jakarta meski tetap menunjukkan kasus baru per harinya,” ujar dr. Iwan.
dr. Iwan juga menguraikan bahwa PSBB dapat berdampak dan bermanfaat apabila perilaku 3M (mencuci tangan dengan sabun, memakai masker dan menjaga jarak), dan TLI (Tes, Lacak, dan Isolasi) senantiasa dilakukan. (Baca juga: Edukasi Minim, Ini Penjelasan Ahli soal Gempa Kuat di Zona Megathrust )
“Berdasarkan penelitian, perilaku 3M terbukti dapat mencegah dan menurunkan risiko hingga di atas 50 persen, dengan catatan, perilaku 3M dilakukan dengan ketentuan dan berdasarkan pedoman yang benar. Sementara itu, tindakan TLI atau Tes, Lacak, dan Isolasi dapat bermanfaat jika dilakukan tak hanya mengejar banyaknya jumlah tes tetapi dengan memperhatikan cara yang benar dan tepat sasaran,” terangnya.
Pada kesempatan yang sama, Prof. Ascobat juga menyatakan bahwa kondisi pandemi COVID-19 di Indonesia masih belum terkendali. “Strategi umum yang dapat dilakukan dalam menghadapi kondisi pandemi seperti saat ini adalah dengan melakukan 3T, yaitu Testing, Tracing, dan Treatment. Namun, pendekatan strategi lain yang tak boleh ditinggalkan adalah dengan melakukan strategi Prevent, di antaranya dengan melakukan pencegahan melalui penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Germas, Jaga Jarak, hingga pelaksanaan karantina,” ujar Prof. Ascobat.
Lebih lanjut, Prof. Ascobat menyebutkan bahwa dari hasil testing yang dilakukan, maka positivity rate Indonesia berada pada angka 14,3 persen, yang artinya setiap kerumunan sekitar 100 orang terdapat sekitar 15 orang yang dapat menularkan virus. (Baca juga: UGM Ciptakan GeNose, Alat Deteksi COVID-19 Kurang dari 2 Menit )
“Namun, pelaksanaan testing atau surveilans harian sebagai proses deteksi di Indonesia juga masih mengalami masalah. Testing di Indonesia ada pada angka lebih kurang 21 ribu orang rata-rata per harinya atau 165 ribu per minggunya, sedangkan jika melihat dari rekomendasi WHO adalah pada angka 267 ribu orang per minggunya,” ujarnya.
Tak hanya berbicara mengenai kapasitas sistem kesehatan, Prof. Ascobat menjelaskan bahwa penduduk maupun pemerintah memiliki hak dan kewajiban masing-masing pada situasi pandemi saat ini. Penduduk berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dengan kewajiban memelihara kesehatan dan kesehatan lingkungan. Di sisi lain, pemerintah berhak untuk membuat dan melakukan penegakan peraturan tersebut dengan tidak lupa berkewajiban untuk memperhatikan kesehatan masyarakat dan mengendalikan wabah serta memberikan bantuan sosial akibat kebijakan dalam rangka mencegah penyebaran penyakit di saat pandemi COVID-19 ini.
“Dalam menangani situasi wabah saat ini, Indonesia bisa mengacu pada pedoman kapasitas sistem kesehatan IHR (International Health Regulation, WHO) 8 Core Capacities dengan didukung pembiayaan APBN dan APBD, penguatan Dinas Kesehatan, dan penguatan pelaksanaan pelayanan primer dan rujukan baik darurat maupun intensif dalam menyiapkan kapasitas kesehatan,” kata dia.
IHR 8 Core Capacities yang dimaksud meliputi poin legislasi dan kebijakan, koordinasi, surveilans, respons, kesiapsiagaan, komunikasi risiko, sumber daya manusia tenaga kesehatan, dan ketersediaan laboratorium. Lebih lanjut, Prof. Ascobat mengungkapkan bahwa dalam menyiapkan kapasitas sistem kesehatan harus dilakukan dengan pendekatan lintas sektor dengan menekankan pada sektor kesehatan masyarakat, manajemen kedaruratan, pengendalian perbatasan, pelabuhan, bandara, dan imigrasi, serta sektor transportasi.
Seminar online ini dibuka secara langsung oleh PJ Dekan FKM UI, Dr. dr. Sabarinah Prasetyo. Dalam sambutannya, Dr. Sabarinah mengungkapkan, “Melalui seminar online ini, FKM UI berupaya untuk membantu percepatan penanganan pandemi COVID-19. Seminar online FKM UI seri ke-29 ini berfokus pada apa saja yang menyebabkan belum terkendalinya wabah COVID-19 dan untuk menjawab mengapa sampai saat ini Indonesia masih belum berhasil dalam penanganan COVID-19. Harapannya, lewat seminar ini FKM UI dapat membantu mengedukasi tak hanya bagi para peserta seminar tetapi secara luas kepada masyarakat mengenai kondisi pandemi saat ini,” kata Dr. Sabarinah.
(mpw)