Inspiratif, 18 Dosen Perempuan Tuangkan Keprihatinan dalam 'Corpus Puisi Pandemi'
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sebanyak 18 akademisi perempuan yang juga dosen Ilmu Komunikasi dari 15 perguruan tinggi (PT) ternama di Indonesia menuangkan keprihatinan pandemi COVID-19 dari sisi yang berbeda. Melalui webinar berbagai seminar, dialog, dan diskusi, mereka menuangkan keprihatinannya dalam bentuk puisi 'Corpus Puisi Pandemi: Merajut Kata, Ilmu, Dan Hati'.
“Gagasan ini tidak terlepas dari media sosial ya. Kita rayakan sosial media dengan sesuatu yang positif. Saat itu saya membaca potongan puisi Frida Kusumastuti di laman sosial medianya. Lalu terbetik untuk kolaborasi bersama teman-teman di Japelidi tempat kami bertemu pada awalnya.” Tutur Lestari Nurhajati dari LSPR sebagai penggagas antologi, Selasa (29/9/2020). (Baca juga: Ini Penjelasan Pakar Kesehatan UI Kenapa COVID-19 Indonesia Belum Terkendali )
Para penulis yang berlatar belakang Akademisi Ilmu Komunikasi telah mengumpulkan 142 judul puisi . Puisi-puisi itu ditulis dalam kurun waktu bulan Juni-Juli 2020. Melalui proses kurasi oleh Kurniawan Junaedi dari Kurator Indonesia, kumpulan puisi tersebut selanjutnya diluncurkan secara daring. Peluncuran yang dikemas menarik, juga menghadirkan dua sastrawan nasional Jose Rizal Manua dan Yvonne de Fretes dalam diskusi yang diikuti oleh 100 orang.
Jose Rizal Manua yang pernah menerima berbagai penghargaan di Asia-Pasific maupun Dunia sebagai sutradara maupun Theater Best Perfomance memberi apresiasi, “Puisi-puisinya luar biasa karena ditulis dari sumber yang dihadapi ibu-ibu. Saya memberi penghargaan yang tinggi kepada 18 penulis wanita. Pada hakekatnya semua orang pernah menulis puisi, terutama saat jatuh cinta. Puisi sebenarnya dekat dengan keseharian kita. Tetapi puisi-puisi dalam Corpus tetap ada sentuhan seni.” Jose Rizal mengutip pernyataan-pernyataan penulis puisi terkenal.
Dalam sesi diskusi, Eka Budianta menyetujui pernyataan Jose Rizal. Budianta menambahi ada tiga kepekaan, yaitu kepekaan pada tempat, kepekaan waktu, dan kepekaan pada peristiwa, “Kepekaan waktu memberi puisi sebagai keabadian dan saat ini waktu yang penting adalah Pandemi,” Jelas Budianta. (Baca juga: Malam Apresiasi Seni Terbesar IPB University Dilaksanakan secara Daring )
Begitu pula dengan Yvonne de Fretes, mantan wartawan, penulis aktif antara lain di majalah Horizon dan pernah aktif dalam berbagai komunitas literasi dan sastra mengatakan, “Dunia sastra jarang dilirik orang. Tentu anda (para penulis) melalui proses kreatif yang luar biasa. Bisa dimana saja di tengah kesibukan sehari-hari.” terangnya.
Lebih jauh Yvonne de Fretes memberi contoh proses kreatif para perempuan penulis dunia. Sebelumnya Yvonne de Fretes dan Jose Rizal Manua telah menorehkan kesan-kesan di Antologi CORPUS ini setelah dikirimi naskahnya.
Selain diskusi, launching ini juga menampilkan cerita Novi Kurnia, Koordinator Japelidi, dari UGM saat proses menulis. Juga penampilan live baca puisi oleh Liliek Budiastuti Wiratmo dari Undip, Fitria W.Roosinda dari Ubhara Surabaya. Semakin menarik juga dengan pembacaan parade puisi secara daring oleh Lintang Ratri dari Undip, Roro Retno Wulan dari Telkom University Bandung, dan Gilang Desti Parahita dari UGM. (Baca juga: Pendidikan Vokasi Persiapkan SDM Handal Masuki Dunia Industri )
Acara semakin menarik dengan moderator Monika Sri Yuliarti dari UNS dan MC Made Dwi Adnjani dari Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Menariknya lagi, acara launching ini seluruh pelaksanaan IT juga dilakukan sendiri oleh para penulis dengan Koordinator Yenni Siswantini dari Binus Jakarta dan Soraya Fadhal dari Universitas Al Azhar Indonesia.
Sementara itu, Ketua Launching buku Eni Maryani mengatakan bahwa puisi memberi kebebasan mengungkapkan apa yang dipikirkan dan rasakan dalam beragam bentuk bahkan dalam bentuk yang paling imajinatif. Isunya dapat berasal dari kejadian yangs sederhana sampai dengan hal-hal luar biasa, seperti pandemi ini.
“Menyikapi situasi pandemi kita butuh ruang untuk mengungkapkan beragam pemaknaan atau rasa yang dimiliki. Puisi memberi ruang itu dan ke 18 perempuan ini memanfaatkannya dengan sukacita dan semoga saja juga menjadi ruang berbagi.” Demikian kata dosen FIKOM Unpad ini.
Kebersamaan yang terjalin pada 18 akademisi perempuan dari kampus Universitas Padjajaran, Universitas Muhammadiyah Malang, Ubhara Surabaya, UNS, Universitas Diponogoro, Universitas Islam Sultan Agung Semarang, UGM, Atmajaya Yogjakarta, Universitas Langlang Buana, Telkom University, Unisba, Binus Jakarta, UNTA Jakarta, Universitas Al Azhar Indonesia, dan LSPR Jakarta awalnya adalah aktif di Jaringan pegiat Literasi Digital (Japelidi) Indonesia.
“Kami ingin sejenak terlepas dari rutinitas sebagai dosen IKOM, namun tetaplah memasukkan nuansa IKOM dalam puisi-puisi kami. Terutama sebagai upaya mengisi konten positif di ruang-ruang digital.” Kata Frida Kusumastuti, salah satu penggagas dari UMM, menambahkan salah satu latar belakang gagasan menulis puisi bersama, adalah sebagai bagian dari kampanye literasi digital.
“Gagasan ini tidak terlepas dari media sosial ya. Kita rayakan sosial media dengan sesuatu yang positif. Saat itu saya membaca potongan puisi Frida Kusumastuti di laman sosial medianya. Lalu terbetik untuk kolaborasi bersama teman-teman di Japelidi tempat kami bertemu pada awalnya.” Tutur Lestari Nurhajati dari LSPR sebagai penggagas antologi, Selasa (29/9/2020). (Baca juga: Ini Penjelasan Pakar Kesehatan UI Kenapa COVID-19 Indonesia Belum Terkendali )
Para penulis yang berlatar belakang Akademisi Ilmu Komunikasi telah mengumpulkan 142 judul puisi . Puisi-puisi itu ditulis dalam kurun waktu bulan Juni-Juli 2020. Melalui proses kurasi oleh Kurniawan Junaedi dari Kurator Indonesia, kumpulan puisi tersebut selanjutnya diluncurkan secara daring. Peluncuran yang dikemas menarik, juga menghadirkan dua sastrawan nasional Jose Rizal Manua dan Yvonne de Fretes dalam diskusi yang diikuti oleh 100 orang.
Jose Rizal Manua yang pernah menerima berbagai penghargaan di Asia-Pasific maupun Dunia sebagai sutradara maupun Theater Best Perfomance memberi apresiasi, “Puisi-puisinya luar biasa karena ditulis dari sumber yang dihadapi ibu-ibu. Saya memberi penghargaan yang tinggi kepada 18 penulis wanita. Pada hakekatnya semua orang pernah menulis puisi, terutama saat jatuh cinta. Puisi sebenarnya dekat dengan keseharian kita. Tetapi puisi-puisi dalam Corpus tetap ada sentuhan seni.” Jose Rizal mengutip pernyataan-pernyataan penulis puisi terkenal.
Dalam sesi diskusi, Eka Budianta menyetujui pernyataan Jose Rizal. Budianta menambahi ada tiga kepekaan, yaitu kepekaan pada tempat, kepekaan waktu, dan kepekaan pada peristiwa, “Kepekaan waktu memberi puisi sebagai keabadian dan saat ini waktu yang penting adalah Pandemi,” Jelas Budianta. (Baca juga: Malam Apresiasi Seni Terbesar IPB University Dilaksanakan secara Daring )
Begitu pula dengan Yvonne de Fretes, mantan wartawan, penulis aktif antara lain di majalah Horizon dan pernah aktif dalam berbagai komunitas literasi dan sastra mengatakan, “Dunia sastra jarang dilirik orang. Tentu anda (para penulis) melalui proses kreatif yang luar biasa. Bisa dimana saja di tengah kesibukan sehari-hari.” terangnya.
Lebih jauh Yvonne de Fretes memberi contoh proses kreatif para perempuan penulis dunia. Sebelumnya Yvonne de Fretes dan Jose Rizal Manua telah menorehkan kesan-kesan di Antologi CORPUS ini setelah dikirimi naskahnya.
Selain diskusi, launching ini juga menampilkan cerita Novi Kurnia, Koordinator Japelidi, dari UGM saat proses menulis. Juga penampilan live baca puisi oleh Liliek Budiastuti Wiratmo dari Undip, Fitria W.Roosinda dari Ubhara Surabaya. Semakin menarik juga dengan pembacaan parade puisi secara daring oleh Lintang Ratri dari Undip, Roro Retno Wulan dari Telkom University Bandung, dan Gilang Desti Parahita dari UGM. (Baca juga: Pendidikan Vokasi Persiapkan SDM Handal Masuki Dunia Industri )
Acara semakin menarik dengan moderator Monika Sri Yuliarti dari UNS dan MC Made Dwi Adnjani dari Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Menariknya lagi, acara launching ini seluruh pelaksanaan IT juga dilakukan sendiri oleh para penulis dengan Koordinator Yenni Siswantini dari Binus Jakarta dan Soraya Fadhal dari Universitas Al Azhar Indonesia.
Sementara itu, Ketua Launching buku Eni Maryani mengatakan bahwa puisi memberi kebebasan mengungkapkan apa yang dipikirkan dan rasakan dalam beragam bentuk bahkan dalam bentuk yang paling imajinatif. Isunya dapat berasal dari kejadian yangs sederhana sampai dengan hal-hal luar biasa, seperti pandemi ini.
“Menyikapi situasi pandemi kita butuh ruang untuk mengungkapkan beragam pemaknaan atau rasa yang dimiliki. Puisi memberi ruang itu dan ke 18 perempuan ini memanfaatkannya dengan sukacita dan semoga saja juga menjadi ruang berbagi.” Demikian kata dosen FIKOM Unpad ini.
Kebersamaan yang terjalin pada 18 akademisi perempuan dari kampus Universitas Padjajaran, Universitas Muhammadiyah Malang, Ubhara Surabaya, UNS, Universitas Diponogoro, Universitas Islam Sultan Agung Semarang, UGM, Atmajaya Yogjakarta, Universitas Langlang Buana, Telkom University, Unisba, Binus Jakarta, UNTA Jakarta, Universitas Al Azhar Indonesia, dan LSPR Jakarta awalnya adalah aktif di Jaringan pegiat Literasi Digital (Japelidi) Indonesia.
“Kami ingin sejenak terlepas dari rutinitas sebagai dosen IKOM, namun tetaplah memasukkan nuansa IKOM dalam puisi-puisi kami. Terutama sebagai upaya mengisi konten positif di ruang-ruang digital.” Kata Frida Kusumastuti, salah satu penggagas dari UMM, menambahkan salah satu latar belakang gagasan menulis puisi bersama, adalah sebagai bagian dari kampanye literasi digital.
(mpw)