Guru di Jabar Mengaku Sedih, Perjuangan Bertahun-tahun untuk Jadi PNS Sirna
loading...
A
A
A
BANDUNG - Indonesia dinilai darurat guru berstatus pegawai negeri sipil (PNS), lantaran moratorium sejak beberapa tahun lamanya. Saat ini pemerintah justru meniadakan perekrutan CPNS, diganti dengan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang sebenarnya bukan solusi tepat.
Koordinator FGHBSN Jabar wilayah XII Kota dan Kabupaten Tasikmalaya Anggiawan Nugraha mengatakan, Indonesia saat ini sedang darurat guru PNS dikarenakan banyaknya guru PNS yang telah purna atau pensiun. Sehingga selama ini, guru honorer yang selalu pasang badan bertahun-tahun mengisi kekosongan guru PNS meskipun dengan gaji yang sangat minim. (Baca juga: Ini 3 Alasan Pemerintah Harus Cabut Penghapusan Rekrutmen CPNS Guru )
Tetapi, kata dia, sayangnya pemerintah saat ini meniadakan rekrutmen CPNS dan mengganti dengan PPPK pada 2021. Rencananya, program PPPK bakal merekrut 1 juta guru. Namun masa berlaku program ini berdasarkan periode dan dilakukan seleksi ulang.
"Kami merasakan kesedihan yang mendalam dikarenakan cita-cita kami menjadi PNS yang akan mengabdi kepada negara sirna sudah. Kami tidak tahu apakah perekrutan CPNS ditiadakan sampai dengan tahun berapa, tapi kami merasakan ketidakadilan terhadap tidak adanya rekrutmen CPNS guru," beber dia, Selama (5/1/2021).
Mestinya, kata dia, pemerintah melakukan rekrutmen CPNS untuk guru secara besar-besaran. Atau memilih dua jalur, antara CPNS dan PPPK. Bukannya justru hanya PPPK Karena rekruitmen program ini memiliki perbedaan yang mendasar dengan status PNS. (Baca juga: Mimpi Jutaan Guru Honorer untuk Jadi PNS Pupus Sudah, Dede Yusuf: Mendikbud? )
"Peniadaan rekrutmen CPNS bagi guru merupakan bentuk ketidakadilan terhadap profesi guru. Saat profesi yang lain masih diberikan kesempatan untuk menjadi PNS, namun tidak dengan profesi guru. Hal ini merupakan diskriminasi terhadap profesi guru," tegas dia.
Menurut dia, kinerja PPPK akan terus dievaluasi setiap tahunnya. Jika tidak mencapai target kinerja, maka akan diberhentikan. Hal ini yang menjadi kekhawatiran guru honorer saat target kinerjanya tidak tercapai dan harus diberhentikan. Hal ini pula yang membuat berbeda dengan PNS dimana saat target kinerja tidak tercapai tidak akan diberhentikan, namun hanya diberikan sanksi.
"Kalau ini terjadi secara massal, maka bagaimana dengan nasib guru tersebut. Sepertinya akan menambah permasalahan baru. Sekolah yang diisi oleh guru PPPK pun akan mengalami kekosongan. Bagaimana pula dengan nasib peserta didik kalau memang di sekolah tersebut mengalami kekosongan guru P3K," imbuh Anggiawan.
Koordinator FGHBSN Jabar wilayah XII Kota dan Kabupaten Tasikmalaya Anggiawan Nugraha mengatakan, Indonesia saat ini sedang darurat guru PNS dikarenakan banyaknya guru PNS yang telah purna atau pensiun. Sehingga selama ini, guru honorer yang selalu pasang badan bertahun-tahun mengisi kekosongan guru PNS meskipun dengan gaji yang sangat minim. (Baca juga: Ini 3 Alasan Pemerintah Harus Cabut Penghapusan Rekrutmen CPNS Guru )
Tetapi, kata dia, sayangnya pemerintah saat ini meniadakan rekrutmen CPNS dan mengganti dengan PPPK pada 2021. Rencananya, program PPPK bakal merekrut 1 juta guru. Namun masa berlaku program ini berdasarkan periode dan dilakukan seleksi ulang.
"Kami merasakan kesedihan yang mendalam dikarenakan cita-cita kami menjadi PNS yang akan mengabdi kepada negara sirna sudah. Kami tidak tahu apakah perekrutan CPNS ditiadakan sampai dengan tahun berapa, tapi kami merasakan ketidakadilan terhadap tidak adanya rekrutmen CPNS guru," beber dia, Selama (5/1/2021).
Mestinya, kata dia, pemerintah melakukan rekrutmen CPNS untuk guru secara besar-besaran. Atau memilih dua jalur, antara CPNS dan PPPK. Bukannya justru hanya PPPK Karena rekruitmen program ini memiliki perbedaan yang mendasar dengan status PNS. (Baca juga: Mimpi Jutaan Guru Honorer untuk Jadi PNS Pupus Sudah, Dede Yusuf: Mendikbud? )
"Peniadaan rekrutmen CPNS bagi guru merupakan bentuk ketidakadilan terhadap profesi guru. Saat profesi yang lain masih diberikan kesempatan untuk menjadi PNS, namun tidak dengan profesi guru. Hal ini merupakan diskriminasi terhadap profesi guru," tegas dia.
Menurut dia, kinerja PPPK akan terus dievaluasi setiap tahunnya. Jika tidak mencapai target kinerja, maka akan diberhentikan. Hal ini yang menjadi kekhawatiran guru honorer saat target kinerjanya tidak tercapai dan harus diberhentikan. Hal ini pula yang membuat berbeda dengan PNS dimana saat target kinerja tidak tercapai tidak akan diberhentikan, namun hanya diberikan sanksi.
"Kalau ini terjadi secara massal, maka bagaimana dengan nasib guru tersebut. Sepertinya akan menambah permasalahan baru. Sekolah yang diisi oleh guru PPPK pun akan mengalami kekosongan. Bagaimana pula dengan nasib peserta didik kalau memang di sekolah tersebut mengalami kekosongan guru P3K," imbuh Anggiawan.
(mpw)