Wow, ITS Kembangkan Pendeteksi Covid-19 Melalui Bau Ketiak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Guru besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Riyanarto Sarno mengembangkan alat pendeteksi Covid-19 melalui bau keringat ketiak yang diberi nama i-Nose C-19. I-Nose C-19 merupakan alat screening Covid-19 pertama di dunia yang mendeteksi melalui bau keringat ketiak (axillary sweat odor).
Ryan menjelaskan, i-Nose C-19 bekerja dengan cara mengambil sampel dari bau keringat ketiak seseorang dan memprosesnya menggunakan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Menggunakan screening bau keringat ketiak, teknologi ini memiliki keunggulan dibandingkan screening melalui pernafasan.
“Keringat ketiak adalah non-infectious, yang berarti limbah maupun udara buangan i-Nose C-19 tidak mengandung virus Covid-19,” ujarnya dalam keterangan pers yang diterima SINDOnews, Minggu (17/1/2021).
Selain itu, lanjutnya, alat ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan teknologi screening Covid-19 lainnya. Sampling dan proses berada dalam satu alat, sehingga seseorang dapat langsung melihat hasil screening pada i-Nose C-19. Hal ini tentunya menjamin proses yang lebih cepat.
"I-Nose C-19 juga dilengkapi fitur near-field communication (NFC), sehingga pengisian data cukup dengan menempelkan e-KTP pada alat deteksi cepat Covid-19 ini,” ujarnya.
Ryan memaparkan, data dalam i-Nose C-19 terjamin handal karena penyimpanannya pada alat maupun cloud. Penggunaan cloud computing mendukung i-Nose C-19 dapat terintegrasi dengan publik, pasien, dokter, rumah sakit maupun laboratorium.
"Dengan berbagai kelebihan yang ada, i-Nose C-19, karya anak bangsa, hadir untuk menjawab tantangan pandemi Covid-19 yang belum terkendali,” kata Ryan.
Selain terjamin dari segi biaya karena menggunakan komponen teknologi yang murah, i-Nose C-19 juga tidak membutuhkan keahlian khusus dalam implementasinya. Scanner ini dapat dilakukan oleh semua orang dengan perangkat pengaman yang lebih sederhana yakni hanya sarung tangan dan masker sebagai perlindungan dasar.
Ryan mengungkapkan, i-Nose C-19 merupakan hasil penelitian selama empat tahun yang kemudian dioptimalkan dengan menyesuaikan virus Covid-19 sejak Maret 2019 lalu. Saat ini, i-Nose C-19 telah sampai pada fase satu uji klinis.
“Ke depannya akan ditingkatkan lagi data sampling-nya untuk izin edar dan dapat dikomersialkan ke masyarakat,” ujar dosen Teknik Informatika ITS ini.
Ryan berharap, i-Nose C-19 ini dapat segera dikomersialkan dalam waktu maksimal tiga bulan ke depan. Melihat semakin meningkatnya penyebaran virus Covid-19, Ryan merasa dunia membutuhkan banyak teknologi screening yang mudah dan cepat diimplementasikan.
Lihat Juga: Dukung Transisi Energi Bersih, Perguruan Tinggi Jadi Motor Penggerak Inovasi Kendaraan Listrik
Ryan menjelaskan, i-Nose C-19 bekerja dengan cara mengambil sampel dari bau keringat ketiak seseorang dan memprosesnya menggunakan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Menggunakan screening bau keringat ketiak, teknologi ini memiliki keunggulan dibandingkan screening melalui pernafasan.
“Keringat ketiak adalah non-infectious, yang berarti limbah maupun udara buangan i-Nose C-19 tidak mengandung virus Covid-19,” ujarnya dalam keterangan pers yang diterima SINDOnews, Minggu (17/1/2021).
Selain itu, lanjutnya, alat ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan teknologi screening Covid-19 lainnya. Sampling dan proses berada dalam satu alat, sehingga seseorang dapat langsung melihat hasil screening pada i-Nose C-19. Hal ini tentunya menjamin proses yang lebih cepat.
"I-Nose C-19 juga dilengkapi fitur near-field communication (NFC), sehingga pengisian data cukup dengan menempelkan e-KTP pada alat deteksi cepat Covid-19 ini,” ujarnya.
Ryan memaparkan, data dalam i-Nose C-19 terjamin handal karena penyimpanannya pada alat maupun cloud. Penggunaan cloud computing mendukung i-Nose C-19 dapat terintegrasi dengan publik, pasien, dokter, rumah sakit maupun laboratorium.
"Dengan berbagai kelebihan yang ada, i-Nose C-19, karya anak bangsa, hadir untuk menjawab tantangan pandemi Covid-19 yang belum terkendali,” kata Ryan.
Selain terjamin dari segi biaya karena menggunakan komponen teknologi yang murah, i-Nose C-19 juga tidak membutuhkan keahlian khusus dalam implementasinya. Scanner ini dapat dilakukan oleh semua orang dengan perangkat pengaman yang lebih sederhana yakni hanya sarung tangan dan masker sebagai perlindungan dasar.
Ryan mengungkapkan, i-Nose C-19 merupakan hasil penelitian selama empat tahun yang kemudian dioptimalkan dengan menyesuaikan virus Covid-19 sejak Maret 2019 lalu. Saat ini, i-Nose C-19 telah sampai pada fase satu uji klinis.
“Ke depannya akan ditingkatkan lagi data sampling-nya untuk izin edar dan dapat dikomersialkan ke masyarakat,” ujar dosen Teknik Informatika ITS ini.
Ryan berharap, i-Nose C-19 ini dapat segera dikomersialkan dalam waktu maksimal tiga bulan ke depan. Melihat semakin meningkatnya penyebaran virus Covid-19, Ryan merasa dunia membutuhkan banyak teknologi screening yang mudah dan cepat diimplementasikan.
Lihat Juga: Dukung Transisi Energi Bersih, Perguruan Tinggi Jadi Motor Penggerak Inovasi Kendaraan Listrik
(mpw)