Perhimpunan Guru Desak Terbitkan SKB untuk Lindungi Guru Non-ASN

Selasa, 16 Februari 2021 - 19:22 WIB
loading...
Perhimpunan Guru Desak Terbitkan SKB untuk Lindungi Guru Non-ASN
Guru honorer di Indonesia masih belum mendapatkan penghasilan layak. Baru-baru, guru honorer bernama Hervina di Kabupaten Bone dipecat hanya lantaran mengunggah penghasilannya sebesar Rp700.000 di medsos. Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Para guru honorer di Indonesia masih belum mendapatkan penghasilan layak. Baru-baru ini, guru honorer bernama Hervina di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan malah dipecat hanya lantaran mengunggah penghasilannya sebesar Rp700.000 di media sosial (medsos).

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) memberikan beberapa solusi agar tindakan diskriminatif terhadap para guru honorer tidak terus terulang.

Koordinator P2G Satriwan Salim meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Agama (Menag), dan Dalam Negeri (Mendagri) membuat Surat Keputusan Bersama (SKB) untuk guru non-aparatur sipil negara (ASN).

“Praktik diskriminatif ini tidak hanya sering menimpa guru honorer, tetapi juga menimpa guru tetap yayasan atau madrasah swasta. misalnya, pemberhentian sebagai guru tetap secara sepihak oleh sekolah/yayasan/madrasah,” ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima, Selasa (16/1/2021).

Menurut Ketua Bidang Advokasi P2G Iman Z Haeri, regulasi kementerian pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud) selama ini lebih mengatur para guru ASN yang notabene pegawai negeri dan milik pemda. Sedangkan, para guru swasta ini seperti tidak mempunyai “orangtua” dan perhatian dari negara.

Padahal, tugas guru ASN dan swasta itu sama, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. “Mas Menteri (Nadiem Makarim) hendaknya gercep (gerak cepat) juga menuntaskan nasib guru non-ASN ini. Untuk urusan SKB seragam sekolah bisa gercep, tapi urusan guru honorer masih agak lambat,” sindirnya.

Menurut dia, SKB 3 Menteri diharapkan bisa memberikan kepastian akan kesejahteraan para guru swasta dan honorer. Iman menjelaskan para guru honorer itu harus dijamin mendapatkan penghasilan sesuai upah minimum provinsi (UMP) atau regional (UMR).

“Kawan-kawan guru bisa memperoleh upah sesuai UMP/UMR. Sedangkan guru honorer banyak yang upahnya di bawah standar UMP/UMR. Memang sungguh tragis nasibnya,” tuturnya.

Langkah kedua, Perhimpunan Guru mendesak Kemendikbud dan pemerintah daerah (pemda) segera menyelesaikan persoalan kesejahteraan guru honorer. Pemda dianggap kerap abai terhadap nasib guru honorer.

“Saya berharap dikotomi dan bentuk-bentuk marginalisasi dunia pendidikan tak terjadi lagi. Para kepala sekolah dan kepala daerah juga jangan terlalu sensitif jika guru honorer ‘curhat’,” ujar Ketua P2G Kabupaten Bandung Barat Adhi Kurnia.

Ketiga, Perhimpunan Guru mendorong pemerintah untuk segera melakukan seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). P2G memprediksi target Kemendikbud untuk merekrut 1 juta guru honorer menjadi P3K tidak akan tercapai pada tahun ini.

Berdasarkan pengamatan P2G hingga Februari 2021 ini hanya 500.000 formasi Guru P3K yang diisi dan diajukan oleh Pemda. Adhi menilai ada koordinasi dan komunikasi yang tidak bagus antara Pemda dengan Kemdikbud, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpanrb), dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dalam proses perekrutan Guru P3K.

“Pemda masih khawatir terkait sumber anggaran penggajian guru P3K nanti. Apalagi sekarang kondisi keuangan daerah sedang terganggu Covid-19,” ucapnya.

Terakhir, Perhimpunan Guru meminta kepala sekolah yang bersikap otoriter dalam kepemimpinannya ditindak tegas oleh dinas pendidikan sesuai aturan yang berlaku.” Jika perlu diberhentikan saja sebagai efek jera,” tuturnya.
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1182 seconds (0.1#10.140)