Dumask, Inovasi Kolaborasi Kampus Atasi Limbah Masker Medis dan Sarung Tangan
loading...
A
A
A
Dropbox ini bisa diletakkan di beberapa lokasi dan jika boks sudah penuh sampah akan memberikan notifikasi di aplikasi dan website. Selanjutnya, petugas akan datang dan mengambil boks tersebut dan sampah medis tersebut akan dihancurkan dengan pemanasan bersuhu tinggi atau yang lebih dikenal dengan metode pirolisis.
“Kebetulan UGM memiliki fasilitas Rumah Inovasi Daur Ulang (RINDU) yang berada di Pusat Inovasi Agroteknologi (PIAT). RINDU ini menjadi pusat pengolahan dan pengembangan teknologi sampah dan limbah dan memiliki peralatan pemusnahan limbah teknologi termal yang memadai," ungkapnya.
Chandra mengungkapkan reaktor pirolisis ini nantinya akan dikembangkan di universitas mitra lainnya. Program ini juga mendapat dukungan dari Universitas Airlangga, Universitas Ahmad Dahlan, Politeknik ATK, Universitas Janabadra, dan Universitas Proklamasi 45 yang kesemuanya tergabung dalam Indonesia Solid Waste Forum (ISWF).
Lebih detail, Chandra menjelaskan satu boks volume 30 liter mampu menampung sekitar 500 masker/sarung tangan bekas. Setelah boks penuh maka akan disegel dan dihancurkan dengan teknologi termal yaitu pirolisis dan incinerator. “Untuk teknologi yang kini masih memakai pemanas dari api kompor gas," jelasnya.
Bahan untuk membuat Dumask adalah boks karton dan tempat stainles steel karenanya untuk kecepatan produksi sangat bergantung kecepatan perusahaan boks dan bengkel.
Biaya per boks karton karena masih skala kecil menghabiskan biaya Rp50 ribu. Harga ini tentu akan berbeda jika diproduksi secara massal dan harga akan jauh lebih murah.
“Kendala yang dihadapi saat ini adalah mencari industri pembuat boks karton yang custom kapasitas besar cukup sulit di Yogya. Kesulitan lain mengajak masyarakat untuk membuang sampah, utamanya masker dan sarung tangan ke dropboks yang telah disediakan," paparnya.
Chandra pun berharap proyek Dumask bisa segera diadopsi oleh pemerintah daerah dan provinsi. Diharapkan dengan Dumask dapat menjadi kontribusi nyata dalam pengelolaan sampah medis selama pandemi Covid-19.
“Kebetulan UGM memiliki fasilitas Rumah Inovasi Daur Ulang (RINDU) yang berada di Pusat Inovasi Agroteknologi (PIAT). RINDU ini menjadi pusat pengolahan dan pengembangan teknologi sampah dan limbah dan memiliki peralatan pemusnahan limbah teknologi termal yang memadai," ungkapnya.
Chandra mengungkapkan reaktor pirolisis ini nantinya akan dikembangkan di universitas mitra lainnya. Program ini juga mendapat dukungan dari Universitas Airlangga, Universitas Ahmad Dahlan, Politeknik ATK, Universitas Janabadra, dan Universitas Proklamasi 45 yang kesemuanya tergabung dalam Indonesia Solid Waste Forum (ISWF).
Lebih detail, Chandra menjelaskan satu boks volume 30 liter mampu menampung sekitar 500 masker/sarung tangan bekas. Setelah boks penuh maka akan disegel dan dihancurkan dengan teknologi termal yaitu pirolisis dan incinerator. “Untuk teknologi yang kini masih memakai pemanas dari api kompor gas," jelasnya.
Bahan untuk membuat Dumask adalah boks karton dan tempat stainles steel karenanya untuk kecepatan produksi sangat bergantung kecepatan perusahaan boks dan bengkel.
Biaya per boks karton karena masih skala kecil menghabiskan biaya Rp50 ribu. Harga ini tentu akan berbeda jika diproduksi secara massal dan harga akan jauh lebih murah.
“Kendala yang dihadapi saat ini adalah mencari industri pembuat boks karton yang custom kapasitas besar cukup sulit di Yogya. Kesulitan lain mengajak masyarakat untuk membuang sampah, utamanya masker dan sarung tangan ke dropboks yang telah disediakan," paparnya.
Chandra pun berharap proyek Dumask bisa segera diadopsi oleh pemerintah daerah dan provinsi. Diharapkan dengan Dumask dapat menjadi kontribusi nyata dalam pengelolaan sampah medis selama pandemi Covid-19.
(mpw)