Butuh Banyak Pembenahan, FSGI Minta Kemendikbudristek Sinergi dengan Disdik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Ristek, dan Teknologi ( Kemendikbudristek ) terkait permasalahan pendidikan di masa pandemi Covid-19. FSGI mendorong Kemendikbud bersinergi dengan Dinas Pendidikan (Disdik) di setiap daerah.
"Untuk memastikan terlaksananya proses pembelajaran antara siswa dan guru dengan berbagai model dan cara sesuai disparitas wilayah, potensi, dan kesiapan sekolah," ujar Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo dalam keterangan tertulisnya yang diterima SINDOnews, Minggu (2/5/2021).
Dia mengatakan, Kemendikbudristek seharusnya membuat skenario yang jelas dan terpantau untuk masing-masing sekolah dan tidak lagi menyerahkan kepada tim Covid secara umum dalam satu kabupaten/kota. FSGI mengingatkan Kemendikbudristek untuk tidak lagi menetapkan kebijakan yang seragam untuk seluruh Indonesia.
Kebijakan setingkat kabupaten/kota saja terbukti tidak bisa mengakomodasi kondisi setiap sekolah. FSGI mendorong Kemendikbudristek bekerja sama dengan Disdik di setiap daerah untuk melakukan pemetaan yang jelas tentang efektivitas kebijakan belajar dari rumah (BDR) atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) di wilayah perkotaan dan perdesaan.
Heru menegaskan, Kemendikbudristek seharusnya tidak merasa permasalahan BDR selesai ketika dilakukan pembagian paket internet. Program bantuan pulsa/paket internet bisa saja dilanjutkan tetapi harus dibarengi dengan pembagian gawai dan/atau alat penguat sinyal.
Selain itu, opsi penggunaan guru kunjung dan lainnya harus menjadi alternatif. FSGI juga mendorong Kemendikbudristek dan Disdik memfasilitasi pembelajaran tatap muka (PTM) dengan berbagai model.
Pembelajaran tatap muka tidak hanya digelar di sekolah, tetapi bisa dilakukan di lapangan terbuka, gunung, pantai dan atau tempat lain sesuai kondisi sekitar sekolah. Sebab, menurut Heru, PTM yang dipaksakan di sekolah dapat menyiksa mental siswa.
FSGI meminta Kemendikbudristek menjamin adanya mekanisme keterlibatan kepala sekolah agar permasalahan BDR dan PTM di tingkat sekolah dapat teratasi. Dalam pantauan FSGI, ada sekolah yang menjalankan BDR apa adanya, bahkan ada yang melaksanakan PTM tetapi siswa merasa tidak nyaman dan tidak bisa belajar.
"FSGI juga menemukan ada beberapa sekolah di wilayah lain yang BDR maupun PTM-nya berjalan walaupun dengan cara berbeda," kata Heru.
Misalnya, ada sekolah di Bima Nusa Tenggara Barat menerapkan kebijakan guru kunjung. Sementara, di SMAN 1 Gunungsari Lombok Barat melaksanakan PTM dengan istilah "Sekolah Perjumpaan", di mana siswa diminta membaca pelajaran di rumah dan besoknya datang ke sekolah untuk menceritakan kepada teman-temannya.
Heru menambahkan, Kemendikbudristek juga tidak boleh memaksakan program yang tidak tepat guna pada masa pandemi, seperti pendidikan calon guru penggerak, sekolah penggerak, atau organisasi penggerak. Program tersebut dinilai justru membebani penanganan pendidikan di masa pandemi.
"Untuk memastikan terlaksananya proses pembelajaran antara siswa dan guru dengan berbagai model dan cara sesuai disparitas wilayah, potensi, dan kesiapan sekolah," ujar Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo dalam keterangan tertulisnya yang diterima SINDOnews, Minggu (2/5/2021).
Dia mengatakan, Kemendikbudristek seharusnya membuat skenario yang jelas dan terpantau untuk masing-masing sekolah dan tidak lagi menyerahkan kepada tim Covid secara umum dalam satu kabupaten/kota. FSGI mengingatkan Kemendikbudristek untuk tidak lagi menetapkan kebijakan yang seragam untuk seluruh Indonesia.
Kebijakan setingkat kabupaten/kota saja terbukti tidak bisa mengakomodasi kondisi setiap sekolah. FSGI mendorong Kemendikbudristek bekerja sama dengan Disdik di setiap daerah untuk melakukan pemetaan yang jelas tentang efektivitas kebijakan belajar dari rumah (BDR) atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) di wilayah perkotaan dan perdesaan.
Heru menegaskan, Kemendikbudristek seharusnya tidak merasa permasalahan BDR selesai ketika dilakukan pembagian paket internet. Program bantuan pulsa/paket internet bisa saja dilanjutkan tetapi harus dibarengi dengan pembagian gawai dan/atau alat penguat sinyal.
Selain itu, opsi penggunaan guru kunjung dan lainnya harus menjadi alternatif. FSGI juga mendorong Kemendikbudristek dan Disdik memfasilitasi pembelajaran tatap muka (PTM) dengan berbagai model.
Pembelajaran tatap muka tidak hanya digelar di sekolah, tetapi bisa dilakukan di lapangan terbuka, gunung, pantai dan atau tempat lain sesuai kondisi sekitar sekolah. Sebab, menurut Heru, PTM yang dipaksakan di sekolah dapat menyiksa mental siswa.
FSGI meminta Kemendikbudristek menjamin adanya mekanisme keterlibatan kepala sekolah agar permasalahan BDR dan PTM di tingkat sekolah dapat teratasi. Dalam pantauan FSGI, ada sekolah yang menjalankan BDR apa adanya, bahkan ada yang melaksanakan PTM tetapi siswa merasa tidak nyaman dan tidak bisa belajar.
"FSGI juga menemukan ada beberapa sekolah di wilayah lain yang BDR maupun PTM-nya berjalan walaupun dengan cara berbeda," kata Heru.
Misalnya, ada sekolah di Bima Nusa Tenggara Barat menerapkan kebijakan guru kunjung. Sementara, di SMAN 1 Gunungsari Lombok Barat melaksanakan PTM dengan istilah "Sekolah Perjumpaan", di mana siswa diminta membaca pelajaran di rumah dan besoknya datang ke sekolah untuk menceritakan kepada teman-temannya.
Heru menambahkan, Kemendikbudristek juga tidak boleh memaksakan program yang tidak tepat guna pada masa pandemi, seperti pendidikan calon guru penggerak, sekolah penggerak, atau organisasi penggerak. Program tersebut dinilai justru membebani penanganan pendidikan di masa pandemi.
(mpw)