Ternyata, Ini Tantangan Utama Belajar para Siswa dari Dulu hingga Sekarang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Zenius , perusahaan edukasi berbasis teknologi, merilis sebuah video yang merangkum hasil dari focus group discussion bersama siswa, orang tua, dan guru terkait tantangan terbesar yang dihadapi selama belajar selama masa-masa sekolah. Kelompok siswa dan orang tua menyatakan mereka menghadapi tantangan belajar yang sama meski di era yang berbeda, yaitu sulitnya memahami konsep dasar dan terbatasnya dukungan dan fasilitas tenaga pengajar.
“Saya kadang masih kurang paham akan konsep dasar suatu materi sehingga ketika bertemu dengan soal-soal UTBK atau ujian lainnya, kita tidak tahu bagaimana cara menjawabnya,” kata Nirmala, seorang siswa kelas 12 dalam keterangan pers yang diterima SINDOnews, Rabu (5/5/2021).
Orang tua siswa, Dewi Murtiningsih juga menyampaikan bahwa dia menghadapi tantangan yang sama ketika di sekolah dulu. Seringkali pemahaman dasar dia kesampingkan agar bisa fokus pada cara cepat untuk menyelesaikan ujian.
“Jika saya bisa kembali ke bangku sekolah, saya akan berusaha untuk mencicil belajar daripada menggunakan sistem kebut semalam. Sistem tersebut hanya untuk ujian tapi tidak membuat saya mengerti kenapa jawabannya harus demikian,” katanya.
Co-Founder dan Chief Education Officer Sabda PS melihat masalah belajar yang sudah berkepanjangan ini dapat ditangani lewat cara belajar yang menekankan pada pemahaman dasar materi, tapi diterapkan secara adaptif sesuai dengan tingkat pemahaman siswa.
“Kita perlu akui dulu bahwa tingkat pemahaman siswa itu berbeda satu sama lain. Jika kita sebagai guru memaksakan tingkat pelajaran yang sama di waktu bersamaan pada semua siswa di kelas padahal sudah ada siswa yang tertinggal pemahamannya, tentu mereka yang tertinggal akan kesulitan menangkap materi apalagi menghadapi ujian,” ujar Sabda.
Survei Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2018 menunjukkan Indonesia berada di urutan terendah di tingkat global. Sabda menekankan salah satu alasan rendahnya peringkat PISA Indonesia ialah penilaian di sekolah hanya berfokus pada topik spesifik dan siswa sekadar menghafal materi, bukan menekankan pada kemampuan dasar siswa dalam berpikir kritis (fundamental skills).
“Kita perlu mengubah konsep pembelajaran pukul rata ini. Pertama, kita ketahui dulu tingkat pemahaman siswanya saat ini ada di mana, lalu pelan-pelan secara sistematis kita tambah pemahaman itu hingga siswa tersebut bisa mengejar ketertinggalan, atau mungkin malah melampaui kecepatan pengajaran di sekolah dan mencetak prestasi yang lebih tinggi,” lanjut Sabda.
Sabda juga melihat peran platform teknologi pendidikan sangat penting dalam melakukan perubahan ini. Sifatnya yang dapat dengan mudah diakses dari mana saja dan kapan saja dapat memfasilitasi siswa untuk mengejar ketertinggalan, merasa berdaya, dan meminimalkan beban belajar siswa.
Untuk mendukung pembelajaran yang lebih adaptif, Zenius telah membuka akses gratis ke perpustakaan kontennya yang memuat lebih dari 90.000 konten pelajaran dan soal latihan. Kemudian, siswa juga dapat menggunakan fitur kecerdasan buatan ZenBot untuk membantu mereka mengatasi soal-soal sulit dan mencari konsep-konsep penting di balik soal tersebut untuk dapat dipelajari secara mandiri.
Kombinasi antara perpustakaan konten Zenius dan ZenBot akan dapat membantu siswa mengeksplorasi materi secara mandiri, sesuai dengan tingkat pemahaman dan kecepatan menangkap materi masing-masing. Semua fasilitas ini dapat diakses secara gratis melalui aplikasi Zenius.
“Kami berharap semua pemangku kepentingan dunia pendidikan dapat melihat pentingnya adopsi pembelajaran yang lebih adaptif. Dengan kolaborasi multi pihak, kita bisa membuat perubahan berarti yang akhirnya membebaskan anak didik kita dari masalah berkepanjangan ini,” tutup Sabda.
“Saya kadang masih kurang paham akan konsep dasar suatu materi sehingga ketika bertemu dengan soal-soal UTBK atau ujian lainnya, kita tidak tahu bagaimana cara menjawabnya,” kata Nirmala, seorang siswa kelas 12 dalam keterangan pers yang diterima SINDOnews, Rabu (5/5/2021).
Orang tua siswa, Dewi Murtiningsih juga menyampaikan bahwa dia menghadapi tantangan yang sama ketika di sekolah dulu. Seringkali pemahaman dasar dia kesampingkan agar bisa fokus pada cara cepat untuk menyelesaikan ujian.
“Jika saya bisa kembali ke bangku sekolah, saya akan berusaha untuk mencicil belajar daripada menggunakan sistem kebut semalam. Sistem tersebut hanya untuk ujian tapi tidak membuat saya mengerti kenapa jawabannya harus demikian,” katanya.
Co-Founder dan Chief Education Officer Sabda PS melihat masalah belajar yang sudah berkepanjangan ini dapat ditangani lewat cara belajar yang menekankan pada pemahaman dasar materi, tapi diterapkan secara adaptif sesuai dengan tingkat pemahaman siswa.
“Kita perlu akui dulu bahwa tingkat pemahaman siswa itu berbeda satu sama lain. Jika kita sebagai guru memaksakan tingkat pelajaran yang sama di waktu bersamaan pada semua siswa di kelas padahal sudah ada siswa yang tertinggal pemahamannya, tentu mereka yang tertinggal akan kesulitan menangkap materi apalagi menghadapi ujian,” ujar Sabda.
Survei Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2018 menunjukkan Indonesia berada di urutan terendah di tingkat global. Sabda menekankan salah satu alasan rendahnya peringkat PISA Indonesia ialah penilaian di sekolah hanya berfokus pada topik spesifik dan siswa sekadar menghafal materi, bukan menekankan pada kemampuan dasar siswa dalam berpikir kritis (fundamental skills).
“Kita perlu mengubah konsep pembelajaran pukul rata ini. Pertama, kita ketahui dulu tingkat pemahaman siswanya saat ini ada di mana, lalu pelan-pelan secara sistematis kita tambah pemahaman itu hingga siswa tersebut bisa mengejar ketertinggalan, atau mungkin malah melampaui kecepatan pengajaran di sekolah dan mencetak prestasi yang lebih tinggi,” lanjut Sabda.
Sabda juga melihat peran platform teknologi pendidikan sangat penting dalam melakukan perubahan ini. Sifatnya yang dapat dengan mudah diakses dari mana saja dan kapan saja dapat memfasilitasi siswa untuk mengejar ketertinggalan, merasa berdaya, dan meminimalkan beban belajar siswa.
Untuk mendukung pembelajaran yang lebih adaptif, Zenius telah membuka akses gratis ke perpustakaan kontennya yang memuat lebih dari 90.000 konten pelajaran dan soal latihan. Kemudian, siswa juga dapat menggunakan fitur kecerdasan buatan ZenBot untuk membantu mereka mengatasi soal-soal sulit dan mencari konsep-konsep penting di balik soal tersebut untuk dapat dipelajari secara mandiri.
Kombinasi antara perpustakaan konten Zenius dan ZenBot akan dapat membantu siswa mengeksplorasi materi secara mandiri, sesuai dengan tingkat pemahaman dan kecepatan menangkap materi masing-masing. Semua fasilitas ini dapat diakses secara gratis melalui aplikasi Zenius.
“Kami berharap semua pemangku kepentingan dunia pendidikan dapat melihat pentingnya adopsi pembelajaran yang lebih adaptif. Dengan kolaborasi multi pihak, kita bisa membuat perubahan berarti yang akhirnya membebaskan anak didik kita dari masalah berkepanjangan ini,” tutup Sabda.
(mpw)