Setahun Pembelajaran Jarak Jauh, Siswa Sudah Bosan dan Depresi
loading...
A
A
A
TANGERANG SELATAN - Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) berkepanjangan, ternyata membawa dampak negatif bagi psikologi anak. Dari yang ringan cepat bosan, hingga yang terberat membuat depresi.
Tidak hanya itu, pembelajaran online yang telah setahun berjalan pun masih terkendala infrastruktur. Sekitar 10-20 persen pelajar di Tangsel absen belajar online. Menurut Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangsel Taryono, banyak tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembelajaran online.
"Mungkin sebelumnya tidak terbayang, bahwa kita akan melakukan sistem pembelajaran online seperti ini, menjadi trend baru, kebiasaan baru di dunia pendidikan," katanya kepada SINDOnews di Pemkot Tangsel, Selasa (18/5/2021).
Dijelaskan Taryono, untuk mengurangi dampak psikologis yang terjadi pada anak akibat belajar online, dibutuhkan inovasi yang terus-menerus dari guru
"Tantangannya, selain infrastruktur, jujur yang jadi perhatian kita bersama dampak psikologis terhadap anak. Jadi yang namanya anak, alamiahnya adalah berinteraksi langsung teman-temannya, dan dengan gurunya," sambungnya.
Tekanan psikologis ini makin terasa pada anak usia TK yang membutuhkan arena bermain sebagai media belajarnya. Anak-anak dipaksa belajar online dan tidak bermain dengan teman-temannya.
"Makanya lebih ke dampak psikologi anak. Di mana anak merasa bosan dan jenuh, kangen dengan teman-temannya. Kejenuhan terus-menerus juga bisa menyebabkan depresi anak," jelasnya.
Adapun, solusi sementara yang diambil untuk mengatasi dampak psikologis pada anak adalah dengan melakukan home visit atau belajar di rumah siswa, guna mengurangi bosan pada anak. Baca juga: Masih Belajar Online, Pelajar dari Bekasi dan Bogor Terlibat Tawuran di Bantar Gebang
"Kehadiran siswa ketika belajar online 80-90 persen. Artinya yang sekitar 10-20 persen anak-anak yang terkendala pelaksanaan belajar online, bisa jadi karena terbatasan infrastrukturnya, HP-nya atau laptopnya, atau mungkin kuotanya dan sebagainya. Makanya ada solusi lain pembelajaran luring itu," pungkasnya.
Tidak hanya itu, pembelajaran online yang telah setahun berjalan pun masih terkendala infrastruktur. Sekitar 10-20 persen pelajar di Tangsel absen belajar online. Menurut Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangsel Taryono, banyak tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembelajaran online.
"Mungkin sebelumnya tidak terbayang, bahwa kita akan melakukan sistem pembelajaran online seperti ini, menjadi trend baru, kebiasaan baru di dunia pendidikan," katanya kepada SINDOnews di Pemkot Tangsel, Selasa (18/5/2021).
Dijelaskan Taryono, untuk mengurangi dampak psikologis yang terjadi pada anak akibat belajar online, dibutuhkan inovasi yang terus-menerus dari guru
"Tantangannya, selain infrastruktur, jujur yang jadi perhatian kita bersama dampak psikologis terhadap anak. Jadi yang namanya anak, alamiahnya adalah berinteraksi langsung teman-temannya, dan dengan gurunya," sambungnya.
Tekanan psikologis ini makin terasa pada anak usia TK yang membutuhkan arena bermain sebagai media belajarnya. Anak-anak dipaksa belajar online dan tidak bermain dengan teman-temannya.
"Makanya lebih ke dampak psikologi anak. Di mana anak merasa bosan dan jenuh, kangen dengan teman-temannya. Kejenuhan terus-menerus juga bisa menyebabkan depresi anak," jelasnya.
Adapun, solusi sementara yang diambil untuk mengatasi dampak psikologis pada anak adalah dengan melakukan home visit atau belajar di rumah siswa, guna mengurangi bosan pada anak. Baca juga: Masih Belajar Online, Pelajar dari Bekasi dan Bogor Terlibat Tawuran di Bantar Gebang
"Kehadiran siswa ketika belajar online 80-90 persen. Artinya yang sekitar 10-20 persen anak-anak yang terkendala pelaksanaan belajar online, bisa jadi karena terbatasan infrastrukturnya, HP-nya atau laptopnya, atau mungkin kuotanya dan sebagainya. Makanya ada solusi lain pembelajaran luring itu," pungkasnya.
(mpw)