Era Disrupsi, Dirjen Pendis: Santri Ma'had Aly Harus Kuasai Teknologi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kemenag RI, Muhammad Ali Ramdhani meminta mahasantri Ma'had Aly untuk bisa menguasai teknologi. Menurutnya, kekuatan masa depan berada pada kekuatan teknologi digital, oleh sebab itu para santri harus menguasai teknologi digital.
Demikian disampaikan saat mengisi kuliah umum "Peluang dan Tantangan Pendidikan Islam di Era Distrupsi", di Ma'had Aly Hasyim Asyari, Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang, Jawa Timur, Sabtu (19/6/2021).
Dikatakan Ramdhani, perkembangan teknologi saat ini sangat dahsyat sehingga manusia jangan sampai tergilas oleh pesatnya laju teknologi.
Sesuai tujuannya, hadirnya teknologi wajib menopang aktifitas manusia. Di era disrupsi, santri jangan melepaskan diri dari kemajuan zaman yang didalamnya ada teknologi. "Santri tidak hanya wajib paham kitab kuning, teknologi harus dikuasai pula," kata Guru Besar di Bidang Teknologi Informasi ini.
Ramdhani menambahkan, perdebatan antara peradaban dan teknologi, di dunia barat dan timur terus terjadi. Bagi ilmuwan barat, temuan peralatan teknologi melahirkan peradaban baru. Namun ilmuwan Timur berpendapat peradaban yang melahirkan teknologi.
"Tidak penting itu siapa yang benar. Yang jelas santri yang menguasai teknologi, dialah santri yang menguasai peradaban," terang Ramdhani.
Generasi yang hidup pada masa sekarang dan masa depan, seperti santri Ma'had Aly, memerlukan kepiawaian membaca masa depan dengan baik. Orang seperti inilah yang akan menjadi pemilik masa depan.
Penguasaan teknologi di satu sisi harus seimbang dengan dengan penguasaan pendidikan karakter. Menurut Ramdhani, pendidikan karakter santri harus menjadi penyeimbang dari derasnya arus teknologi yang terkadang tidak mendukung pembangunan karakter.
Dihadapan para tokoh pendidikan, guru, ustad, siswa dan santri Ma'had Aly Hasyim Asyari, Ramdhani mengingatkan bahwa peran yang tak kalah penting di era teknologi adalah guru. Tantangan di Indonesia yang sesungguhnya dan kunci berada di guru pendidikan. Sebab, guru dituntut tidah sekedar menciptakan orang pintar, tetapi untuk mentransformasi, merubah, bukan hanya kemampuan kognitifnya tapi pendidikan.
"Instrumen untuk transformasi-transformasi karakter budaya sikap dan sepenuhnya bisa dimainkan oleh guru," terangnya.
Demikian disampaikan saat mengisi kuliah umum "Peluang dan Tantangan Pendidikan Islam di Era Distrupsi", di Ma'had Aly Hasyim Asyari, Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang, Jawa Timur, Sabtu (19/6/2021).
Dikatakan Ramdhani, perkembangan teknologi saat ini sangat dahsyat sehingga manusia jangan sampai tergilas oleh pesatnya laju teknologi.
Sesuai tujuannya, hadirnya teknologi wajib menopang aktifitas manusia. Di era disrupsi, santri jangan melepaskan diri dari kemajuan zaman yang didalamnya ada teknologi. "Santri tidak hanya wajib paham kitab kuning, teknologi harus dikuasai pula," kata Guru Besar di Bidang Teknologi Informasi ini.
Ramdhani menambahkan, perdebatan antara peradaban dan teknologi, di dunia barat dan timur terus terjadi. Bagi ilmuwan barat, temuan peralatan teknologi melahirkan peradaban baru. Namun ilmuwan Timur berpendapat peradaban yang melahirkan teknologi.
"Tidak penting itu siapa yang benar. Yang jelas santri yang menguasai teknologi, dialah santri yang menguasai peradaban," terang Ramdhani.
Generasi yang hidup pada masa sekarang dan masa depan, seperti santri Ma'had Aly, memerlukan kepiawaian membaca masa depan dengan baik. Orang seperti inilah yang akan menjadi pemilik masa depan.
Penguasaan teknologi di satu sisi harus seimbang dengan dengan penguasaan pendidikan karakter. Menurut Ramdhani, pendidikan karakter santri harus menjadi penyeimbang dari derasnya arus teknologi yang terkadang tidak mendukung pembangunan karakter.
Dihadapan para tokoh pendidikan, guru, ustad, siswa dan santri Ma'had Aly Hasyim Asyari, Ramdhani mengingatkan bahwa peran yang tak kalah penting di era teknologi adalah guru. Tantangan di Indonesia yang sesungguhnya dan kunci berada di guru pendidikan. Sebab, guru dituntut tidah sekedar menciptakan orang pintar, tetapi untuk mentransformasi, merubah, bukan hanya kemampuan kognitifnya tapi pendidikan.
"Instrumen untuk transformasi-transformasi karakter budaya sikap dan sepenuhnya bisa dimainkan oleh guru," terangnya.
(mpw)