New Normal, DPR Minta Pemerintah Alokasikan Anggaran untuk Pesantren
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rencana pemerintah menerapkan kebijakan new normal atau tatanan hidup baru di tengah pandemi virus Corona (Covid-19) dengan protokol kesehatan harus diikuti dengan berbagai kebijakan lainnya, termasuk soal anggaran.
Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz berpendapat new normal diperlukan banyak persiapan.
Salah satunya yang perlu mendapatkan perhatian adalah kehidupan jutaan santri di pesantren yang selama ini vakum akibat pandemi Covid-19.
"Terdapat ribuan pesantren dan jutaan santri yang akan kembali melakukan kegiatan ajar- mengajar, membutuhkan perlidungan kesehatan dari pandemi Covid-19. Kebutuhan sarana dan prasarana tentu membutuhkan dana yang tidak bisa di-cover oleh pesantren itu sendiri," ujar Eem, Rabu (27/5/2020).( )
Diketahui, pesantren merupakan salah satu tiang pendidikan berbasis agama yang selama ini mencetak para santri dan memiliki kontribusi besar bagi bangsa dan negara. Para santri ini merupakan generasi penerus yang menjadi aset bangsa.
Eem mengatakan, dengan kondisi sarana dan prasarana pesantren di Indonesia yang belum memenuhi standar kesehatan untuk menjalankan konsep 'new normal' maka membutuhkan fasilitas yang memadai.
“Kebutuhan fasilitas ini membutuhkan dana yang tidak sedikit sehingga diperlukan alokasi dana APBN hingga APBD untuk pesantren-pesantren di seluruh Indonesia,” ujar Eem.
Eem menjelaskan, alokasi dana tersebut diperuntukkan bagi kebutuhan mempersiapkan sarana dan prasarana sesuai dengan prokol kesehatan Covid-19.
Di antaranya meliputi Pusat Kesehatan Pesantren (Puskestren) beserta tenaga dan alat medis, sarana MCK yang memenuhi standar protokol Covid-19, westafel portable dan penyemprotan disinfektan, alat perlindungan diri (APD), alat rapid test, hand sanitizer, masker, kebutuhan penambahan ruangan untuk ruang karantina, isolasi mandiri, ruang asrama dan ruang kelas untuk memenuhi standar penerapan physical distancing.
“Terlebih khusus pada konteks sarana belajar, sarana kesehatan dan pemenuhan ketahanan pangan selama new normal Covid-19,” tuturnya.
Neng Eem pun mendorong pemerintah memfasilitasi rapid test dan pemeriksaan swab massal untuk seluruh kiai dan santri sebagai penanda dimulai kegiatan belajar di pesantren.
Selain itu, pemerintah perlu memenuhi kebutuhan ketahanan pangan dan ekonomi pesantresn untuk santri yang kembali ke pesantres minimal selama 14 hari mengikuti isolasi mandiri.
Tidak hanya itu, pemerintah diminta untuk menyediakan sarana prasarana belajar yang memenuhi standar new normal. Hal ini menjadi kewajiban Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Kementerian Agama, termasuk di dalamnya digitalisasi proses belajar mengajar di pesantren.
“Pemerintah juga harus menyiapkan SOP atau prosedur tetap (protap) beserta petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya dalam bentuk buku satu dan sebagainya, tentang penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di pesantren dalam masa new normal,” tuturnya.
Menurut Neng Eem, terdapat 28.000 pesantren yang di dalamnya terdapat 18 juta kehidupan santri dan 1,5 juta pengajar, serta jutaan masyarakat yang menggantungkan perputaran ekonominya dari kehidupan pesantren.
Mereka mendesak agar dapat kembali memulai proses kegiatan belajar mengajar. “Sekali lagi, pemerintahan pusat hingga daerah perlu memperhatikan dan harus memberikan bantuan kepada pesantren. Sebab, pesantren selama ini melahirkan santri-santri yang berkondtribusi pada bangsa dan negara,” tuturnya.
Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz berpendapat new normal diperlukan banyak persiapan.
Salah satunya yang perlu mendapatkan perhatian adalah kehidupan jutaan santri di pesantren yang selama ini vakum akibat pandemi Covid-19.
"Terdapat ribuan pesantren dan jutaan santri yang akan kembali melakukan kegiatan ajar- mengajar, membutuhkan perlidungan kesehatan dari pandemi Covid-19. Kebutuhan sarana dan prasarana tentu membutuhkan dana yang tidak bisa di-cover oleh pesantren itu sendiri," ujar Eem, Rabu (27/5/2020).( )
Diketahui, pesantren merupakan salah satu tiang pendidikan berbasis agama yang selama ini mencetak para santri dan memiliki kontribusi besar bagi bangsa dan negara. Para santri ini merupakan generasi penerus yang menjadi aset bangsa.
Eem mengatakan, dengan kondisi sarana dan prasarana pesantren di Indonesia yang belum memenuhi standar kesehatan untuk menjalankan konsep 'new normal' maka membutuhkan fasilitas yang memadai.
“Kebutuhan fasilitas ini membutuhkan dana yang tidak sedikit sehingga diperlukan alokasi dana APBN hingga APBD untuk pesantren-pesantren di seluruh Indonesia,” ujar Eem.
Eem menjelaskan, alokasi dana tersebut diperuntukkan bagi kebutuhan mempersiapkan sarana dan prasarana sesuai dengan prokol kesehatan Covid-19.
Di antaranya meliputi Pusat Kesehatan Pesantren (Puskestren) beserta tenaga dan alat medis, sarana MCK yang memenuhi standar protokol Covid-19, westafel portable dan penyemprotan disinfektan, alat perlindungan diri (APD), alat rapid test, hand sanitizer, masker, kebutuhan penambahan ruangan untuk ruang karantina, isolasi mandiri, ruang asrama dan ruang kelas untuk memenuhi standar penerapan physical distancing.
“Terlebih khusus pada konteks sarana belajar, sarana kesehatan dan pemenuhan ketahanan pangan selama new normal Covid-19,” tuturnya.
Neng Eem pun mendorong pemerintah memfasilitasi rapid test dan pemeriksaan swab massal untuk seluruh kiai dan santri sebagai penanda dimulai kegiatan belajar di pesantren.
Selain itu, pemerintah perlu memenuhi kebutuhan ketahanan pangan dan ekonomi pesantresn untuk santri yang kembali ke pesantres minimal selama 14 hari mengikuti isolasi mandiri.
Tidak hanya itu, pemerintah diminta untuk menyediakan sarana prasarana belajar yang memenuhi standar new normal. Hal ini menjadi kewajiban Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Kementerian Agama, termasuk di dalamnya digitalisasi proses belajar mengajar di pesantren.
“Pemerintah juga harus menyiapkan SOP atau prosedur tetap (protap) beserta petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya dalam bentuk buku satu dan sebagainya, tentang penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di pesantren dalam masa new normal,” tuturnya.
Menurut Neng Eem, terdapat 28.000 pesantren yang di dalamnya terdapat 18 juta kehidupan santri dan 1,5 juta pengajar, serta jutaan masyarakat yang menggantungkan perputaran ekonominya dari kehidupan pesantren.
Mereka mendesak agar dapat kembali memulai proses kegiatan belajar mengajar. “Sekali lagi, pemerintahan pusat hingga daerah perlu memperhatikan dan harus memberikan bantuan kepada pesantren. Sebab, pesantren selama ini melahirkan santri-santri yang berkondtribusi pada bangsa dan negara,” tuturnya.
(dam)