Di Tengah Pandemi, Guru-guru Ini Berkreasi Menolak Menyerah pada Keadaan
loading...
A
A
A
Pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada ekonomi. Akan tetapi juga pada bidang-bidang lain, terutama pendidikan. Di bidang pendidikan, khususnya dalam transfer ilmu dan pengetahuan dari guru ke siswa dilakukan dengan tatap muka, kini tak bisa lagi dilakukan. Anak-anak terpaksa mengikuti sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang difasilitas internet melalui gawai mereka.
Perubahan yang serta merta ini tentunya menimbulkan sejumlah persoalan. Persoalan mulai dari belum biasanya anak-anak tidak bertatap langsung dengan guru, hingga persoalan sarana dan infrastruktur. Bahkan, mengajar anak sekolah dasar dengan metode jarak jauh, menjadi tantangan tersendiri bagi guru.
Seperti Guru kelas 1 SDN Bekasi Jaya XIII, Kota Bekasi Netty Fauziyah. Selama masa pandemi ia banyak menggunakan media penghubung Whatsapp dan Google Meet.
Namun karena siswa yang diajar kelas 1, ia merasa kesulitan menjelaskan secara detail bahan ajar yang disampaikan melalui media. Terkadang sinyal yang naik turun, atau gangguan sekitar, menyebabkan suara yang ditangkap tidak jelas. Bahkan siswa yang belum terbiasa berkomunikasi dengan guru tidak secara langsung menyebabkan siswa tidak secara penuh menyimak penjelasannya.
Guru kelas 1 SDN Bekasi Jaya XIII, Kota Bekasi Netty Fauziyah, Spd
“Kita tidak memiliki waktu yang panjang untuk siswa. Karena kalau terlalu panjang mereka jenuh. Mereka hanya melihat layar. Kalau di kelas, mereka dapat menyaksikan guru langsung, kadang diselipin candaan, jadi meski dalam waktu panjang, siswa akan menikmati saja, “ katanya.
Meski demikian ia tidak kurang akal. Dalam waktu tertentu, ia akan memberikan video-video pembelajaran serta bahan ajar yang menarik untuk siswa, misalnya game.
“Kita mengajarkan berhitung melalui metode game. Biasanya anak-anak akan suka dan dapat cepat menangkap materi bahasannya, “ tuturnya.
Ia pun berharap meski dalam kondisi yang tidak biasa seluruh anak-anak Indonesia tetaplah belajar dengan semangat walaupun hanya melalui online. “ Kita terus berdoa semoga pandemi ini cepat berakhir dan kita semua bisa kembali ke sekolah dan belajar, “ ujarnya.
Hal senada dirasakan oleh Aishah Fitra, Guru SDN 1 Sumber Lor, Kecamatan Babakan, Cirebon. Menurutnya pembelajaran online kurang efektif hasilnya. Meski lokasi SD tempat ia mengajar akses sinyal bagus, namun tidak semua siswa atau orangtua siswa memiliki sarana HP.
“Kalaupun punya HP, banyak juga dari mereka tidak memiliki paket data, “ tuturnya.
Namun ia tidak menyerah pada keadaan. Dengan semangat untuk tetap mengobarkan semangat belajar anak didiknya, ia mendatangi satu persatu rumah anak didiknya.
“ Agar mereka tidak ketinggalan satu sama yang lainnya, saya datangi rumah mereka satu persatu. Saya berikan tugas, lalu dikumpulkan, “ katanya.
Keterbatasan sarana juga tidak mampu meruntuhkan semangat mendidik Melina Muhajah, Guru SDIT Rahmaniyah Depok. Ia mencari formula sendiri agar system belajar mengajar dan mendidik siswa siswinya.
“Tantangannya adalah bagaimana kita mencari solusi dalam keterbatasan karena waktu pembelajaran berkurang, sementara kita harus mengejar target kurikulum Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Selain itu, kita harus mencari pola komunikasi yang tepat dengan orangtua sebagai mitra di rumah dalam memantau belajar siswa,” tutur Melina Muhajah, Guru SDIT Rahmaniyah Depok.
PJJ memang tidak akan mampu menggantikan sistem belajar secara tatap muka. Sentuhan emosi dan kasih sayang guru tak tersampaikan lewat gawai. Selain dari sisi guru, banyak siswa yang mengeluh, karena belajar seperti ini tak efektif. Mereka harus menghabiskan waktu berjam-jam untuk menyimak materi di layar monitor, belum lagi akses keterbatasan internet yang mengahambat dalam belajar, terutama di daerah-daerah.
Oniwati, Guru SDN 2 Lebakparahiang, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, merasakan sulitnya mengakses internet. “Karena di kampung jadi kami terhalang oleh signal, belum lagi keluhan orangtua tentang harga kuota yang mahal,” tuturnya.
Selain itu, lanjut guru yang mengajar di kelas lima SD ini, tidak semua orangtua siswa di sekolah tempatnya mengajar, mampu membeli gadget seperti hp, apalagi personal komputer dan laptop seperti di kota-kota besar.
“Kalau yang punya handphone tugas untuk siswa dikirim ke WA group, kalau yang tidak punya handphone, seminggu dua kali saya keliling rumah siswa untuk belajar tatap muka di rumah,” tutur wanita berkerudung ini. Memang di saat pandemi yang penuh keterbatasan ini, guru seperti dirinya dipacu untuk melakukan berbagai cara agar proses KBM dapat berjalan.
Para guru juga dituntut untuk beradaptasi dengan teknis pembelajaran dengan metode E-learning memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sesuai perkembangan zaman. Inilah yang membuat guru menciptakan inovasi dalam memberikan materi belajar mulai dari, mengajak menggambar bersama, membuat video, membuat film, mendongeng, dan mengugahnya di sosial media.
“Kasian kalau kita sebagai guru tidak berusaha menyesuaikan dengan keadaan. Kalau orangtua siswanya kebetulan pintar, bisa ajarin anaknya. Tapi kalau orangtuanya kurang pengetahuan dan tidak bisa mengajarkan anaknya, ini kan yang kasihan siswanya. Makanya sebagai guru kita harus berusaha bagaimana pun caranya,” kata Ibu Guru Oni dengan penuh semangat.
Sejalan dengan revolusi mental setiap guru diuji untuk integritasnya sebagai pengajar dengan berpikir kreatif dan berinovasi untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sesuai perkembangan zaman.
Untuk itu, sudah seyogyanya bapak dan ibu guru mendapatkan apresiasi atas dedikasinya tidak mengenal lelah dalam melakukan terobosan baru untuk terus mendidik anak anak Indonesia.
“Pandemi ini mengharuskan kita untuk terus berinovasi. Misalnya, ketika harus menyiapkan video pembelajaran, setelah menyiapkan videonya, kita juga harus ngoreksi hasil anak. Beda kalau tatap muka ketika anak-anak diberikan materi dan dikasih latihan, saat itu langsung dikoreksi dan dibahas, di sinilah tantangannya,” tutur guru yang akrab disapa Ibu Melly ini.
Perjuangan dan terobosan Ibu Guru Netty, Aishah Fitra, Oniwati, hingga Melina Muhajah adalah contoh kecil guru terpanggil untuk terus menjaga semangat mengajar di tengah keterbatasan di masa pandemi. Mereka bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak bangsa yang bakal meneruskan negara dan bangsa ini di masa depan. Dalam situasi sesulit apa pun guru terus berjuang demi menyelamatkan keberlangsungan bangsa Indonesia di masa depan, mewujudkan Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh. CM
Perubahan yang serta merta ini tentunya menimbulkan sejumlah persoalan. Persoalan mulai dari belum biasanya anak-anak tidak bertatap langsung dengan guru, hingga persoalan sarana dan infrastruktur. Bahkan, mengajar anak sekolah dasar dengan metode jarak jauh, menjadi tantangan tersendiri bagi guru.
Seperti Guru kelas 1 SDN Bekasi Jaya XIII, Kota Bekasi Netty Fauziyah. Selama masa pandemi ia banyak menggunakan media penghubung Whatsapp dan Google Meet.
Namun karena siswa yang diajar kelas 1, ia merasa kesulitan menjelaskan secara detail bahan ajar yang disampaikan melalui media. Terkadang sinyal yang naik turun, atau gangguan sekitar, menyebabkan suara yang ditangkap tidak jelas. Bahkan siswa yang belum terbiasa berkomunikasi dengan guru tidak secara langsung menyebabkan siswa tidak secara penuh menyimak penjelasannya.
Guru kelas 1 SDN Bekasi Jaya XIII, Kota Bekasi Netty Fauziyah, Spd
“Kita tidak memiliki waktu yang panjang untuk siswa. Karena kalau terlalu panjang mereka jenuh. Mereka hanya melihat layar. Kalau di kelas, mereka dapat menyaksikan guru langsung, kadang diselipin candaan, jadi meski dalam waktu panjang, siswa akan menikmati saja, “ katanya.
Meski demikian ia tidak kurang akal. Dalam waktu tertentu, ia akan memberikan video-video pembelajaran serta bahan ajar yang menarik untuk siswa, misalnya game.
“Kita mengajarkan berhitung melalui metode game. Biasanya anak-anak akan suka dan dapat cepat menangkap materi bahasannya, “ tuturnya.
Ia pun berharap meski dalam kondisi yang tidak biasa seluruh anak-anak Indonesia tetaplah belajar dengan semangat walaupun hanya melalui online. “ Kita terus berdoa semoga pandemi ini cepat berakhir dan kita semua bisa kembali ke sekolah dan belajar, “ ujarnya.
Hal senada dirasakan oleh Aishah Fitra, Guru SDN 1 Sumber Lor, Kecamatan Babakan, Cirebon. Menurutnya pembelajaran online kurang efektif hasilnya. Meski lokasi SD tempat ia mengajar akses sinyal bagus, namun tidak semua siswa atau orangtua siswa memiliki sarana HP.
“Kalaupun punya HP, banyak juga dari mereka tidak memiliki paket data, “ tuturnya.
Namun ia tidak menyerah pada keadaan. Dengan semangat untuk tetap mengobarkan semangat belajar anak didiknya, ia mendatangi satu persatu rumah anak didiknya.
“ Agar mereka tidak ketinggalan satu sama yang lainnya, saya datangi rumah mereka satu persatu. Saya berikan tugas, lalu dikumpulkan, “ katanya.
Keterbatasan sarana juga tidak mampu meruntuhkan semangat mendidik Melina Muhajah, Guru SDIT Rahmaniyah Depok. Ia mencari formula sendiri agar system belajar mengajar dan mendidik siswa siswinya.
“Tantangannya adalah bagaimana kita mencari solusi dalam keterbatasan karena waktu pembelajaran berkurang, sementara kita harus mengejar target kurikulum Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Selain itu, kita harus mencari pola komunikasi yang tepat dengan orangtua sebagai mitra di rumah dalam memantau belajar siswa,” tutur Melina Muhajah, Guru SDIT Rahmaniyah Depok.
PJJ memang tidak akan mampu menggantikan sistem belajar secara tatap muka. Sentuhan emosi dan kasih sayang guru tak tersampaikan lewat gawai. Selain dari sisi guru, banyak siswa yang mengeluh, karena belajar seperti ini tak efektif. Mereka harus menghabiskan waktu berjam-jam untuk menyimak materi di layar monitor, belum lagi akses keterbatasan internet yang mengahambat dalam belajar, terutama di daerah-daerah.
Oniwati, Guru SDN 2 Lebakparahiang, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, merasakan sulitnya mengakses internet. “Karena di kampung jadi kami terhalang oleh signal, belum lagi keluhan orangtua tentang harga kuota yang mahal,” tuturnya.
Selain itu, lanjut guru yang mengajar di kelas lima SD ini, tidak semua orangtua siswa di sekolah tempatnya mengajar, mampu membeli gadget seperti hp, apalagi personal komputer dan laptop seperti di kota-kota besar.
“Kalau yang punya handphone tugas untuk siswa dikirim ke WA group, kalau yang tidak punya handphone, seminggu dua kali saya keliling rumah siswa untuk belajar tatap muka di rumah,” tutur wanita berkerudung ini. Memang di saat pandemi yang penuh keterbatasan ini, guru seperti dirinya dipacu untuk melakukan berbagai cara agar proses KBM dapat berjalan.
Para guru juga dituntut untuk beradaptasi dengan teknis pembelajaran dengan metode E-learning memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sesuai perkembangan zaman. Inilah yang membuat guru menciptakan inovasi dalam memberikan materi belajar mulai dari, mengajak menggambar bersama, membuat video, membuat film, mendongeng, dan mengugahnya di sosial media.
“Kasian kalau kita sebagai guru tidak berusaha menyesuaikan dengan keadaan. Kalau orangtua siswanya kebetulan pintar, bisa ajarin anaknya. Tapi kalau orangtuanya kurang pengetahuan dan tidak bisa mengajarkan anaknya, ini kan yang kasihan siswanya. Makanya sebagai guru kita harus berusaha bagaimana pun caranya,” kata Ibu Guru Oni dengan penuh semangat.
Sejalan dengan revolusi mental setiap guru diuji untuk integritasnya sebagai pengajar dengan berpikir kreatif dan berinovasi untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sesuai perkembangan zaman.
Untuk itu, sudah seyogyanya bapak dan ibu guru mendapatkan apresiasi atas dedikasinya tidak mengenal lelah dalam melakukan terobosan baru untuk terus mendidik anak anak Indonesia.
“Pandemi ini mengharuskan kita untuk terus berinovasi. Misalnya, ketika harus menyiapkan video pembelajaran, setelah menyiapkan videonya, kita juga harus ngoreksi hasil anak. Beda kalau tatap muka ketika anak-anak diberikan materi dan dikasih latihan, saat itu langsung dikoreksi dan dibahas, di sinilah tantangannya,” tutur guru yang akrab disapa Ibu Melly ini.
Perjuangan dan terobosan Ibu Guru Netty, Aishah Fitra, Oniwati, hingga Melina Muhajah adalah contoh kecil guru terpanggil untuk terus menjaga semangat mengajar di tengah keterbatasan di masa pandemi. Mereka bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak bangsa yang bakal meneruskan negara dan bangsa ini di masa depan. Dalam situasi sesulit apa pun guru terus berjuang demi menyelamatkan keberlangsungan bangsa Indonesia di masa depan, mewujudkan Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh. CM
(atk)