Profil Prof Adi Utarini, Peneliti UGM yang Masuk 100 Orang Paling Berpengaruh di Dunia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Peneliti dan Guru Besar Kesehatan Masyarakat di Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan UGM Yogyakarta Prof Adi Utarini kembali mendapat pengakuan dunia. Kali ini, Profesor yang akrab disapa Prof Uut, berhasil masuk ke dalam daftar 100 orang paling berpengaruh di dunia 2021 versi Time.
Ilmuan perempuan Indonesia ini mendapat pengakuan dunia karena perannya memimpin penelitian World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta dalam mengatasi penyakit demam berdarah. Yaitu memasukan bakteri Wolbachia ke nyamuk aedes aegypti.
Penelitian itu dimulai sejak 2011 dan mulai menyebarkan telur nyamuk Aedes aegypti wolbachia pada 2016-2020 di wilayah Yogyakarta. Hasilnya, 77% dapat menurunkan kasus demam berdarah di Yogyakarta. Pada 2021 mulai diterapkan di Sleman dan rencananya tahun 2022 ke wilayah Bantul.
Namun, tidak hanya tahun ini Prof Uut mendapat pengakuan dunia internasional akan penelitiannya untuk menekan kasus demam berdarah. Melansir laman resmi UGM, Prof Uut pada tahun lalu juga masuk dalam daftar Ten People Who Helped Shape Science in 2020 menurut salah satu jurnal ilmiah bergengsi, Nature.
"Ini adalah upaya terobosan untuk menemukan harapan baru pengendalian demam berdarah. Yang kita lakukan adalah sebuah intervensi lingkungan dengan nyamuk Aedes aegypti yang sudah ada bakteri Wolbachia," terangnya melansir laman resmi UGM.
Nature pun menyebut Prof Uut sebagai komandan nyamuk dan memaparkan capaian tim peneliti WMP Yogyakarta yang berhasil menurunkan kasus demam berdarah di Kota Yogyakarta sebesar 77 %.
Penurunan kasus demam berdarah ini menuai pujian dari para epidemiolog karena dapat dimaknai sebagai sebuah kemenangan besar untuk menekan virus yang telah mewabah di banyak negara terutama di negara-negara berpendapatan rendah seperti di Asia, Afrika dan Amerika Selatan.
Disisi lain, Presiden Joko Widodo pun ikut bangga dengan pernah menggunggah prestasi dan keberhasilan Adi Utarini yang masuk dalam Nature’s 10: Ten People Who Helped Shape Science in 2020 dari jurnal Nature dalam salah satu unggahan di instagramnya pada tahun lalu.
Kiprahnya pun tidak hanya mendapat pengakuan dari luar negeri. Di dalam negeri, upayanya untuk mengendalikan DBD di Indonesia juga mengantarnya mendapatkan Habibie Award 2019 di bidang ilmu kedokteran dan bioteknologi.
Kini, masuknya Prof Uut dalam daftar 100 pioner berpengaruh dunia 2021 pun mendapat apresiasi dari Rektor UGM Prof Panut Mulyono. Rektor mengatakan, masuknya Prof Adi Utarini dalam daftar 100 pioner berpengaruh dunia 2021, tentu menjadi kebangaan bagi UGM.
Sebab, kiprahnya lewat penelitian dalam memberantas penyakit demam berdarah yang diaplikasikan tim WMP bukan hanya dapat menurunkan kasus demam berdarah di Yogyakarta sampai 77% namun juga diakui dunia.“Kami mengucapkan selamat kepada Prof Uut, kami sangat senang dan bangga,” katanya, Kamis (16/9/2021).
Panut pun berharap hasil penelitian tersebut dapat dikloning dan diterapkan di daerah-daerah lain di Indonesia, sehingga secara nasional dapat menurunkan kasus demam berdarah. Untuk itu, perlu sinergi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Pemda di Indonesia, untuk program ini.
“UGM sendiri memfasilitasi tempat, baik uji maupun laboratorium serta bekerjasama dengan mitra untuk kegiatan penelitian,” paparnya.
Ilmuan perempuan Indonesia ini mendapat pengakuan dunia karena perannya memimpin penelitian World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta dalam mengatasi penyakit demam berdarah. Yaitu memasukan bakteri Wolbachia ke nyamuk aedes aegypti.
Penelitian itu dimulai sejak 2011 dan mulai menyebarkan telur nyamuk Aedes aegypti wolbachia pada 2016-2020 di wilayah Yogyakarta. Hasilnya, 77% dapat menurunkan kasus demam berdarah di Yogyakarta. Pada 2021 mulai diterapkan di Sleman dan rencananya tahun 2022 ke wilayah Bantul.
Namun, tidak hanya tahun ini Prof Uut mendapat pengakuan dunia internasional akan penelitiannya untuk menekan kasus demam berdarah. Melansir laman resmi UGM, Prof Uut pada tahun lalu juga masuk dalam daftar Ten People Who Helped Shape Science in 2020 menurut salah satu jurnal ilmiah bergengsi, Nature.
"Ini adalah upaya terobosan untuk menemukan harapan baru pengendalian demam berdarah. Yang kita lakukan adalah sebuah intervensi lingkungan dengan nyamuk Aedes aegypti yang sudah ada bakteri Wolbachia," terangnya melansir laman resmi UGM.
Nature pun menyebut Prof Uut sebagai komandan nyamuk dan memaparkan capaian tim peneliti WMP Yogyakarta yang berhasil menurunkan kasus demam berdarah di Kota Yogyakarta sebesar 77 %.
Penurunan kasus demam berdarah ini menuai pujian dari para epidemiolog karena dapat dimaknai sebagai sebuah kemenangan besar untuk menekan virus yang telah mewabah di banyak negara terutama di negara-negara berpendapatan rendah seperti di Asia, Afrika dan Amerika Selatan.
Disisi lain, Presiden Joko Widodo pun ikut bangga dengan pernah menggunggah prestasi dan keberhasilan Adi Utarini yang masuk dalam Nature’s 10: Ten People Who Helped Shape Science in 2020 dari jurnal Nature dalam salah satu unggahan di instagramnya pada tahun lalu.
Kiprahnya pun tidak hanya mendapat pengakuan dari luar negeri. Di dalam negeri, upayanya untuk mengendalikan DBD di Indonesia juga mengantarnya mendapatkan Habibie Award 2019 di bidang ilmu kedokteran dan bioteknologi.
Kini, masuknya Prof Uut dalam daftar 100 pioner berpengaruh dunia 2021 pun mendapat apresiasi dari Rektor UGM Prof Panut Mulyono. Rektor mengatakan, masuknya Prof Adi Utarini dalam daftar 100 pioner berpengaruh dunia 2021, tentu menjadi kebangaan bagi UGM.
Sebab, kiprahnya lewat penelitian dalam memberantas penyakit demam berdarah yang diaplikasikan tim WMP bukan hanya dapat menurunkan kasus demam berdarah di Yogyakarta sampai 77% namun juga diakui dunia.“Kami mengucapkan selamat kepada Prof Uut, kami sangat senang dan bangga,” katanya, Kamis (16/9/2021).
Panut pun berharap hasil penelitian tersebut dapat dikloning dan diterapkan di daerah-daerah lain di Indonesia, sehingga secara nasional dapat menurunkan kasus demam berdarah. Untuk itu, perlu sinergi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Pemda di Indonesia, untuk program ini.
“UGM sendiri memfasilitasi tempat, baik uji maupun laboratorium serta bekerjasama dengan mitra untuk kegiatan penelitian,” paparnya.
(mpw)